Alexander Pakage. (Foto : Istimewa, Dok Prib/KM) |
O l e h : A l e
x P a k a g e
Saya sebagai mahasiswa
maka selama ini saya mengamati situasi dan Kesejateraan Pendidikan Kabupaten Dogiyai pada
khususnya dan Papua pada umumnya. Dengan demikian, saat ini saya ingin
membagikan hasil apa yang selama ini saya amati, agar ini menjadi bahan bagi
Penguasa dan Pengelolah Pendidikan di Papua dan kabupaten–kabupaten, sehingga
akhirnya bisa merevisi satu-demi satu sehingga akhirnya di suatu saat Papua ini
bisa seperti yg kita impikan.
A. Dasar
Penulisan
Di sepanjang perkembangan kehidupan manusia
tidak terlepas dari masalah Pendidikan, karena pendidikan itu adalah penuntun
bagi berkembangnya kehidupan manusia. Maka, di dalam UUD 1945 menyatakan bahwa;
Setiap Warga Negara Berhak mendapatkan Pengajaran. Hak setiap warga negara
tersebut di cantumkan dalam pasal 31 ayat 1, 2 dan 4 Undang-Undang Dasar 1945,
yang berbunyi :
1.
Setiap
warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga
Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.\
4. Negara
memperioritaskan anggaranpendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
B.
Pendidikan
adalah Kebutuhan Utama
Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan yang
berguna bagi kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam dunia
pekerjaan. Tujuan utama dari pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan berfungsi sebagai sebuah proses dimana
seseorang di didik agar dapat memiliki kualitas moral dan keahlian yang
nantinya akan berguna bagi kemajuan bangsa.
Hampir tidak ada yang bisa membantah bahwa
tingkat kesejahteraan suatu Daerah sangat tergantung pada kualitas
pendidikannya. Dalam artian kualitas sumber daya manusia suatu Daerah/Wilaya
punya andil (modal) yang cukup signifikan dalam menentukan kesejahteraannya
tersebut. Statement ini mungkin terkesan berlebihan, namun tidak bisa dikatakan
salah, jika mengingat peranan pendidikan yang begitu besar. Yang mana pola
pikir dan paradigma hidup seseorang sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan
pendidikannya. Sehingga hampir dapat dipastikan bahwa kehidupan masyarakat yang
pendidikannya berkualitas akan lebih baik dibandingkan masyarakat yang kualitas
pendidikannya rendah.
Secara kodrati Pulau Papua mempunyai
kekayaan yang melimpah ruah. Namun keindahan dan kekayaan alam yang tersebar di
pulau Papua tersebut menjadi tidak bermakna apa-apa ketika tidak diimbangi
dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Dan bahkan bisa jadi
keindahan dan kekayaan yang melimpah tersebut justru menjadi “musuh dalam
selimut” pulau Papua ini sendiri.
Sebagaimana kita ketahui dalam teori
kemajuan ekonomi ada yang disebut dengan teori “kutukan sumber daya alam”.
Teori ini mengatakan suatu Daerah/Masyarakat yang dilimpahi dengan sumber daya
alam yang besar cenderung tidak bisa maju berkelanjutan". Artinya,
Masyarakat/Daerah yang dikaruniai sumber daya alam melimpah jika tidak
hati-hati justru bisa jadi kutukan dan menjadikan Masyarakat tidak maju-maju.
Karena biasanya Masyarakat tersebut cenderung akan terlena dengan kekayaan alam
tersebut sehingga lupa bagaimana mengolahnya.
Dari sini bisa kita ketahui bagaimana
besarnya peranan pendidikan bagi kehidupan seseorang. Jika kita melihat
kekayaan Pulau Papua yang begitu melimpah dibandingkan dengan Pulau-pulau lain,
maka seharusnya kekayaan tersebut sudah mampu mensejahterakan dan memakmurkan
kehidupan Daerahnya/Masyarakatnya serta memajukan Sumber Daya Manusianya. Tidak
kalah dengan majunya daerah-daerah lain yang mayoritas kekayaan alamnya tidak
sebanyak Pulau Papua.
Namun rupanya hal tersebut masih jauh dari
kenyataan. Kesenjangan ekonomi masih tergolong sangat minim. Disana-sini di
Gunung dan Pesisir bahkan di pinggir kota masih banyak masyarakat yang tingkat
ekonominya lemah dan tidak mampu yang hidup. Kemiskinan masih menjerat
mayoritas kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal tersebut pendidikan
merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Lalu pertanyaannya; Sudahkah,
pendidikan berperan untuk mengentaskan semua masalah-masalah itu.
C. Harapan
Semua Tidak Nyata
Satu-satunya tumpuan yang diharapkan mampu
membawa perubahan ke arah perbaikan di tengah keadaan Daerah yang kian limbung
dalam berbagai persoalan adalah dunia akademis atau pendidikan. Karena
disinilah pola pikir, mental, kepandaian dan karakter anak bangsa diasah dan
dibangun. Namun melihat realita dunia pendidikan yang juga bermasalah,
menjadikan kita pesimis dengan hal tersebut. Karena mengharapkan penyelesaian
masalah dari sesuatu yang juga bermasalah tentu tidak dapat dibenarkan. Dan
bisa disebut sebagai harapan semu. Yakni harapan yang tak akan pernah bisa kita
raih.
Berbagai permaslahan sedang menjerat dunia pendidikan kita di Papua, terutama daerah-daerah yang baru di mekarkan.
Pertama, mahalnya biaya sekolah. Tanpa
menafikan upaya pemerintah dalam menangani persoalan tersebut seperti
penyelenggaraan program UP4B yang di adakan untuk Biaya Anak Asli Papua (AAP).
Namun harus tetap diakui bahwa hal tersebut masih kurang cukup membantu
kebutuhan Mahasiswa dan selama ini hanya pilih muka dan main keluarga. Papua
sebagai Daerah Otonomi yang begitu melimpah dengan Triliunan Rupiah, namun satu
hal yang paling menyakitkan yakni; Gara-gara Virus yang menyerang Otak para
pejabat Papua, maka banyak anak asli Papua dari masyarakat biasa yang pintar
dan cerdasnya begitu Luarbiasa tidak dapat kuliah, putus kuliah, akhirnya jadi
Stres, aibon minum mabuk dll. Dengan kuota yang terbatas dibandingkan dengan
angka kemiskinan rakyat yang begitu melambung. Sehingga hanya orang-orang elit
saja yang dapat menjangkau dan mendapatkan pendidikan yang layak.
Poin/Permasalahan kedua, bahwa pendidikan
kita masih terjebak dalam dunia formalitas. Angka-angka masih menjadi indikator
kepandaian seseorang. Semisal untuk mengukur tingkat dan kualitas pendidikan
anak bangsa saja dilakukan dengan penyelenggaraan Ujian Nasional (Unas) yang
meraup banyak uang negara. Seandainaya dana tersebut dialihkan untuk pemenuhan
kebutuhan rakyat yang lain, tentu akan menjadi lebih baik.
Terkait dengan upaya untuk mengetahui
tingkat pendidikan nasional seharusnya bisa dicarikan alternatif lain. Semisal
dengan diserahkan kepada sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan ujian sendiri.
Toh, dalam Unas masih banyak sekali pelanggaran. Selain hal tersebut,
pendidikan kita masih cenderung suka mengedepankan kepandaian kognitif semata,
tanpa mengutamakan kepandaian afektif dan psikomotorik. Sehingga tidak ayal
jika pejabat negara yang katanya berpendidikan tinggi masih sering buta. Ya,
buta dengan buaian harta sehingga melupakan etika berkehidupan. Rela memakan
uang rakyat yang kian limbung dalam berbagai persoalan kehidupan.
Poin ketiga adalah bahwa pendidikan kita di
Papua masih sangat kental dengan ajang komersialisasi (Penerapan system mencari
untung). Semisal penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI). RSBI dinilai melanggar hak konstitusi sebagian warga dalam pemenuhan
kewajiban mengikuti pendidikan dasar. RSBI juga menimbulkan deskriminasi dan
kastanisasi dunia pendidikan.
Hal ini juga dinilai tidak sejalan dengan
amanah Undang-undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, juga melanggar
Sila kelima Pancasila, “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia“. Karena untuk
masuk RSBI harus mengeluarkan biaya yang sangat mahal, sehingga RSBI tidak bisa
diakses golongan orang miskin dan masyarakat biasa.
Tiga
poin diatas hanyalah sedikit dari berbagai persoalan yang tidak bisa saya
sebutkan satu-persatu. Kedepan perbaikan terhadap pendidikan harus senantiasa
dilakukan. Demi mengawal kejayaan Bangsa. Membangun pendidikan yang berkarakter
sesuai harapan Menteri Pendidikan M. Nuh, yang mengatakan “perlu terus
dikembangkan”. Pemerintah dan kementerian pendidikan pada khususnya harus lebih
intens dalam menciptakan keseimbangan dan keselarasan pendidikan. Sehingga
tidak lagi ada kesenjangan.
Dengan pendidikan yang berkualitas
kesadaran berbangsa dan bernegarapun akan terus meningkat. Dan dengan hal
tersebut optimistis untuk meraih kejayaan masa depan akan lebih cerah. Sehingga
kesejahteraan bangsapun akan kita raih.
Penulis adalah Alumni Yayasan SMK Katholik Tunas Bangsa Timika-Mimika Papua; jurusan Keguruan dan selanjudnya sedang Kuliah (Mahasiswa) di Uncen, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jayapura – PAPUA.
0 thoughts on “Pendidikan Merupakan Wadah Untuk Membentuk SDM”