BREAKING NEWS
Search

Krisis Kemanusiaan di Rohingya dan Papua

Foto: Dok, Piet N. Y/KM

Oleh: Piet Nomouyebi Yobee
ARTIKEL, KABARMAPEGAA.Com – Nilai kemanusiaan di hadapan hukum, HAM, religi sama. Dengan kesamaan itulah kami hendak membunyikan kalimat ini kehadapan publik.

Pandangan Umum

Nilai kemanusiaan di hadapan hukum, HAM, religi sama. Dengan kesamaan itulah kami hendak membunyikan kalimat ini kehadapan publik. Agar dapat memahami, meneliti serta mentransferkan kedalam aplikasi yang kongkrit. Disitulah kita bisa menemukan jati diri, keselamatan dari krisis kemanusiaan yang di alaminya. Walaupun pada era seperti kini, manusia di hadapan manusia di pandang musuh, tidak setara, rendah.

Akibatnya manusia lain di intimidasi, di lecehkan saat itulah kebutuhan akan manusia harus di hargai. Setidaknya, memberikan perlindungan, bantuan sebagai sesama manusia.

Apa yang terukir di dalam kerukunan hidup manusia? a) Saling menghargai antar sesama manusia. b) Membuang seteru diantara mereka. c) Tindakan menjalin kembali hubungan mereka (Re-Connection act). d). Melahirkannya upaya musyawarah. e). Mengakui kembali (admitted) sebagai bagian integralnya. Itu sekadar sambungan bahasa penulis berkaitan dengan pandangan ilmiah dan umum. Karena masalah HAM dan kekerasan terhadap kemanusiaan adalah masalah umum. Ia melintasi domestik, regional, multilateral internasional.

Etnis Rohingya dan Kekerasan Militernya


Kasus rohingya pada saat ini dimana pemerintah indonesia semakin cepat menanggapi persoalan itu seakan masalah domestiknya. Atas nama kemanusiaan kita bisa turun tangan kesana untuk membantunya. Tetapi, pemerintah Indonesia terlalu campur tangan ke pemerintah Myanmar.

Penulis ingin sekali muatkan hasil temuan yang mana terdapat. http://www.kompasiana.com/yoserevela/59ac41cb7cb86418567914a2/sisi-lain-krisis-kemanusiaan-rohingya. Masalah orang Rohang yang saat ini (masih) terjadi, sebetulnya lebih rumit dari yang terlihat dari luar. Karena, masalah yang menimpa orang Rohang ini bukan hanya masalah tindak persekusi, yang dilakukan kaum ekstremis kelompok mayoritas (pemerintah Militer Myanmar yang didominasi penganut agama Buddha), terhadap minoritas (orang Rohang yang beragama Islam).

Faktor pemicu masalah orang Rohang lainnya adalah, melimpahnya potensi kekayaan alam berupa migas di Rakhine Utara, salah satu wilayah termiskin di Myanmar. Kekayaan melimpah ini, mampu menarik minat perusahaan migas lokal maupun asing (misal AS, Inggris, Tiongkok, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, dll) untuk mengolahnya secara besar-besaran. Menyadari potensi pemasukan besar ini, pemerintah Myanmar lalu gencar mendorong pengusiran orang Rohang, supaya lahan yang dapat diolah makin luas. Inilah yang membuat banyak negara terkesan 'diam' soal masalah kemanusiaan orang Rohang.

Etnis rohingya (warga negara Myanmar) yang mengungsi besar-besaran ke negara tetangganya bangladesh. Itu merupakan suatu perintah dan otoritas berbentuk juntah militer yang berlaku di Myanmar. Jikalau pemerintah Indonesia terlalu campur tangan kesana secara lebih juga akan mengundang citra buruk hubungan antara kedua pemerintahan ini.

Pada akhirnya simpatisan pemerintah Indonesia saat-saat ini semakin memukul berat kepada pemerintah Myanmar atas krisis kemanusiaan yang sedang di alami oleh masyarakat myanmar etnis rohingya. Itu hal terbaik yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia tetapi bagaimana dengan masalah yang di hadapi dalam negeri Indonesia (domestik) sendiri itu memang tidak sadar benar. Seharusnya kekerasan Militer NKRI sendiri kepada rakyat West Papua itulah yang harus fokus tuntaskan segera.

Krisis Kemanusiaan West Papua

Masih ada banyak masalah-masalah yang harus NKRI segera selesaikan dalam negaranya sendiri (domestik) yakni krisis kemanusiaan yang di alami masyarakat Papua. Kami mengutuk keras dan mendesak kepada pemerintah NKRI. Atas semua tindakan krisis kemanusiaan, pendekatan militer, operasi-operasi militer, pelanggaran HAM yang di lakukan oleh NKRI kepada masyarakat West Papua.

“Memaksa orang bangun, tetapi dirinya dirinya belum tentu bangun setiap hari pagi-pagi benar. Malah dirinya itulah yang paling lambat berangkat bekerja (paling sering siang benaran bangunnya)”.

Persepsi mirip demikianlah yang NKRI lakukan, masalah domestik seperti krisis kemanusiaan West Papua mirip seperti masyarakat rohingya. Tetapi, sampai saat ini NKRI belum membuka diri untuk menyelesaikan dengan baik krisis kemanusiaan yang di alaminya di West Papua. sehingga tindakan NKRI di Myanmar adalah tindakan ada-ada saja.

NKRI lakukan upaya hulu dan hilir untuk demi perdamaian atas krisis kemanusiaan yang di alami oleh etnis rohingya. Namun, sampai saat ini kami belum pernah menemukan upaya yang di lakukan oleh pemerintah NKRI untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang di alami oleh masyarakat Papua demi kemanusiaan.

NKRI masih mempertahankan upaya pembiaraan krisis kemanusiaan yang di alami oleh masyarakat West Papua. intinya NKRI mengejar dan kerinduan mengelola kekayaan alam Papua berlimpah ini.

Kekerasan Negara dan Pembunuhan Kilat Saat Ini

Baru-baru ini semakin genjar dan di kejutkannya mayat orang mati dan terdampar di pelabuhan Aikai Enarotali Paniai. Serta pembunuhan kilat lain yang semakin hari semakin menoreh dan mengoreskan pada pendataan HAM semakin bertambah pula. Sebelumnya menjelang tanggal peringatan kemerdekaan NKRI saja sudah di kejutkan Penembakan yang dilakukan dengan peluru kaliber PIN 5,56, bukan peluru karet.

Di Kabupaten Dogiyai, 20/1, 2017, beberapa oknum polisi melakukan penyiksaan dan penganiayaan terhadap Ferdinand T., Desederius Goo (24), Alex Pigai, Oktopianus Goo, dengan menggunakan potongan kayu balok berukuran 5x5 cm dan pangkal senjata di Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Moanemani.

Pada 10/1, Otis Pekei meninggal dunia karena dipukul hingga babak belur oleh oknum polisi di Mapolsek yang sama.Di Wamena, Kabupaten Jayawijaya,10/1, Edison Matuan (21) ditangkap beberapa oknum polisi, kemudian dipukul, disiksa, dan dianiaya, baik di Mapolsek maupun di Rumah Sakit Umum Daerah, hingga meninggal dunia pada keesokan harinya.

Dalam tahun 2016, SETARA Institute mencatat 68 kasus kekerasan terhadap orang Papua di Provinsi Papua dan Papua Barat. Di antaranya, di Kabupaten Dogiyai, 23/12, dua oknum brimob melakukan penganiayaan terhadap Melkias Dogomo yang meninggal beberapa hari kemudian.

Di Kabupaten Boven Digul,1/12, Oktovianus Guam (16) diduga ditembak mati oleh oknum polisi.Di Manokwari, 26-27/10, aparat kepolisian melakukan penembakan, penyiksaan, dan penganiayaan terhadap orang Papua.Di Kabupaten Merauke, 14/9, dua okum polisi melakukan pemukulan dan penembakan terhadap Melky Balagaize (19).Di Kabupaten Intan Jaya, 27/8, Otianus Sondegau (15) ditembak mati oleh oknum Brimob.

Sedangkan dari Oktober 2014 hingga Desember 2015, menurut SETARA Institute, terjadi 16 tindakan kekerasan negara. Misalnya di Jayapura, 27/8, tiga pemuda Papua atas nama Wilhelmus Awom (26), Soleman Yom (27), dan Yafet Awom (19) diculik dan dianiaya hingga babak belur oleh oknum polisi.Di Kabupaten Yahukimo, 19/3, oknum polisi menembak mati Intel Senegil (16).

Semua kasus kekerasan di atas memperlihatkan bahwa orang Papua masih dipandang sebagai musuh Negara Indonesia. Maka kekerasan dilakukan untuk menghancurkan musuh Negara. Karena itu, hanya orang Papua yang menjadi korban dari kekerasan.Rangkaian kekerasan aparat negara itu di peroleh dari http://www.satuharapan.com/read-detail/read/penembakan-di-papua-menambah-antipati-terhadap-ri. (Muyepimo/KM)

Penulis adalah Intelektual Kab. Dogiyai



nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “ Krisis Kemanusiaan di Rohingya dan Papua