BREAKING NEWS
Search

Ciuman Ibu Pertiwi kepada West Papua




Oleh: Kelompok Belajar Perempuan Papua, Yogyakarta


Yogyakarta, (KM)--Aku ingin menciummu sekali saja merupakan salah satu karya film yang disutradarai oleh Garin Nugroho. Film-film miliknya memang mengundang penonton untuk berpikir kritis dalam memahami setiap adegannya.

Film ini sengaja dibuat Neorealisme atau penggabungan antara cerita (kisah nyata) tanpa tambahan embel-embel tertentu atau interpretasi tertentu. Ciri-ciri khusus dari neorealisme adalah menggunakan dominan artis non –profesinonal, pencahayaan alami serta tempat alami. Waktu pembuatan Film ini pun , saat gejolak politik di west papua masih debar dirasakan pada tahun 2001. 

Film ini menarik karena membuat banyak intrepetasi atau penafsiran dari masyarakat west papua, indonesia bahkan dunia yang menyaksikannya. Maka, Kelompok Belajar Perempuan Papua Yogyakarta mengadakan nonton serta diskusi film di asrama Kamasan I Daerah Istimewa Yogyakarta.

Acara ini dimulai pada pukul 19.25 dan berakhir pada pukul 21.30 WIB, dan dihadiri sekitar 18 orang.

Film yang berdurasi sekitar delapan puluh lima menit ini, membuat peserta acara antusias dalam menafsirkan film tersebut.

Dalam website kumpulan film Indonesia , terdapat  sipnosis mengenai film ini:
‘seorang remaja, Arnold (Octovianus R. Muabuay) terpana melihat gadir (Lulu Tobing) berurai air mata turun dari kapal di dermaga sebuah kota di Papua. Ia terus mengikuti semua kegiatan gadis itu, hingga membuat cemburu sahabatnya , Sonya (Sonya S. Baransano). Kisah ini ditarus dalam konteks pergolakan sosial-politik papua yang ingin merdeka, meski boleh dibilang tidak ada hubungan antara kisah tadi dengan pergolakan politik di Papua, kecuali bahwa ayah Arnold adalah salah seorang aktivis penggerak Papua. Tokoh sang gadis juga dibiarkan misterius hingga ke akhir film, penonton tidak pernah diberi tahun apapuan tentang gadis ini’.

Sedikit tentang sisnopsis yang telah disediakan oleh sutradara. Adapun diskusi yang terjalin:

Aspek Sosial Budaya 

Film ini menceritakan banyak hal tentang interaksi masyarakat sehari-hari, menyelipkan juga unsur gereja (persekutuan seiman) Kristen Katolik di kota Jayapura. Menceritakan tentang gereja sebagai tempat mengakui dosa, tempat meratapi kesedihan , serta tempat refleksi untuk jemaatnya. Gereja juga sebagai tempat yang seharusnya membela hak-hak masyarakat yang sedang mengalami peninandasan. Namun dalam film tersebut gereja disitu sebagai tempat penghiburan setiap jemaat yang ingin mengakui dosa lalu memberitakan bahwa harus ada perdamaian dari setiap hari yang terluka.

Menceritakan juga aktivitas keluarga dari Arnold yang hidup dalam kesederhananaan dengan mengkonsumsi  makanan pokok yang hidup di pinggiran pantai (sagu dan ikan ).

Pada aspek budaya terlihat ketika masyarakat Papua berkumpul di Pusat kota Jayapura dengan berbagai atribut pakaian adat , asesories Papua, mereka hadir saat-saat dimana Alm. Theiys H. Eluay sangat kuat perannya dalam mempersatukan suku-suku di Papua. Budaya kami memang memiliki beberapa perbedaan namun bagi manusia West Papua , satu nasionalisme yang mempersatukan.

Salah satu bentuk benda nasionalis yang terpapar jelas di dalam film tersebut adalah bendera bintang fajar. Bahkan pada pengatar film ini garin menyuting satu adegan alm. Theys Eluay mencium bendera ini sebelum adegan pertama dari film ini mulai. Adegan ini juga seakan memberi makna sebagai ciuman terakhir alm. Theisy dalam film sebelum akhirnya beliau dibunuh.


Aspek Politik

Dalam film yang edarkan 2003 dan disuting tahun ini. Bahkan beberapa adegan dalam film ini justru menceritakan tentang ayah Arnold yang merupakan  aktivis pembebasan west papua selalu hadir dalam konggres papua , dalam konggres menyiapkan proklamasi negara west papua. Media masa cetak maupun TV mengabarkan bagaimana seorang Theys ditangkap, dan diperiksa di kepolisian. 

Masa tegang tersebut membuat masyarakat West Papua tegang. Mereka menuntut tokoh adat dan masyarakat Papua untuk dibebaskan. Beberapa adegan memperlihatkan masyarakat Papua yang hendak pergi untuk aksi demonstrasi dihadang oleh orang tak di kenal, lalu di pukuli hingga tak bernyawa, ayah Arnold yang merupakan penari burung kasuari melihat hal tersebut lalu lari ke dalam hutan dan bersembunyi dalam baju burung tersebut. Saat itu ayah dari Arnold sedang diincar oleh beberapa orang tak dikenal yang menyerang rombongan truk. 

Adegan penyerangan truk juga dapat menjelaskan pembungkaman demokrasi di Papua, lalu menceritakan tentang banyak orang  West Papua yang telah dipukuli dan disakiti namun tidak ada media yang meliput atau laporan tentang hilangnya manusia west papua. Keadaan ayah Arnold juga menginformasikan bagaimana sebenarnya alam dapat turut membantu menjaga dari ancaman niat jahat orang jahat.

Sosok Lulu Tobing sebagai perempuan non-Papua yang turun dari kapal putih di pelabuhan Jayapura, terlihat pada wajahnya keletihan, dan gunda yang dirasakannya saat tiba di pelabuhan. Di satu sisi Arnold dan Sonya sedang bermain di pelabuhan dan Arnoldpun terpanah pada keindahan sosok Lulu. 

Dalam diskusi lulu ditafsirkan sebagai Ibu Pertiwi yang sedang bersusah hati seperti lirik lagunya, dalam perannya juga lulu tampak takut dan terus berdoa, dilain sisi Garin memperlihatkan situasi Papua yang memanas karena keadaan politik. 

Arnold yang merupakan anak ativis sekaligus harapan bapa dan mamanya untuk peka terhadap masalah-masalah yang terjadi di west Papua. Namun Arnold terpukau dengan kecantikan 'Ibu Pertiwi', air matanya membuat Arnold benar-benar ingin menciumnya. Meskipun Arnold sebagai remaja yang masih polos tidak mengerti apakah itu air mata tipuan atau memang air mata kesedihan karena Papua seakan tinggal menunggu waktu terlepas dari NKRI. 

Dalam perjalanan keindahan Ibu pertiwi menghipnotis Arnold hingga Arnold pun memberanikan diri untuk datang ke temat tinggal Ibu Pertiwi (lulu) untuk mencium air matanya, saat bersamaan adegan lain menceritakan bahwa alm. Theys Eluay di temukan tewas. Ciuman yang dilakukan Arnold mampu membuat Ibu Pertiwi kembali senang, karena ciuman itu bisa berarti ciuman kembali menjalin kasih bersama di pangkungan Ibu Pertiwi.

Ketika Theiys meninggal seakan situasi politik di Papua mengalami perubahan yang sangat dratis, kesedihan menyelimuti hati setiap manusia west Papua. Pemimpin bangsa kami telah pergi sekarang kami hanya bisa merajut mimpi, dengan ciuman itu juga sebagai simbol terjalin kemestraan, sehingga diwujudkan dengan peran Lulu Tobing yang kembali pulang dengan menumpangi kapal putih dengan hati gembira.

Namun, pesan lainnya bahwa ayah dari Arnold setelah sekian lama di hutan keluar dan menunjukan dirinya walaupun dirinya dalam ancaman dibunuh.

Aspek Pendidikan dan Perempuan

Film ini juga menceritakan tentang Pendidikan di sekolah formal, ketika ayah Arnold sebagai guru disana menceritakan tentang tentara komando West Papua juga memberikan refleksi mengenai bangsa Papua. Pendidikan ini sangat penting untuk membangun kesadaran dan kepercayaan diri bagi manusia west Papua. Manusia West Papua mengalami kehilangan jati diri karena segala sesuatu tentangnya telah dibumi hanguskan oleh kejahatan negara. Sehingga di isi dengan pendidikan mengenal Indonesia yang tidak pernah di lihatnya. Pendidikan dalam keluarga juga turut membantu pengetahuan anak, bagaimana peran ayah dan ibu untuk memberikan pengertian atau mengajak diskusi mengenai persoalan bangsa Papua saat ini.

 Aspek Perempuan, Mama dari Arnold merupakan sosok perempuan penyayang dibuktikan dengan selalu menemani dan berdoa untuk keadaan bangsa Papua. Mama juga mengerti keadaan dari bapak Arnold yang merupakan aktivis. Arnold pun terus diingatkan dengan kasih sayang tentang keadaan west Papua hari ini. Mama dari Arnold juga dalam film ini, pernah ditegus oleh bapaknya Arnold karena menangis, menurut budaya orang asli Papua tanah adalah mama, sebagai penyedia segalanya.

Sehingga jika mama (perempuan ) menangis maka tanah ini tidak akan keras lagi, tidak akan subur lagi melainkan pecek dan tidak dapat di olah.

Perempuan lainnya adalah Sonya. Sonya adalah sosok remaja west Papua yang sedang jatuh cinta dan masih sangat labil. Sonya menanamkan rasa kebencian terhadap perempuan non-Papua karena penindasan yang terjadi, dibuktikan melalui pengakuan dosanya di gereja. Sonya memperlihatkan betapa diskriminasi yang terjadi terhadap perempuan Papua sangat kental terjadi. Perempuan Papua dengan keadaan fisik, kulit lebih gelap, rambut keriting seakan tidak memiliki tempat di Televisi, model-model, iklan , film dan sebagainya.

Hal ini juga yang dapat mengikis rasa kepercayaan diri dari perempuan Papua, rasa minder yang mendalam. Namun pastor (di Gereja) memberikan saran untuk mengampuni dan hidup dengan cinta kasih. 

Sosok Perempuan ketiga adalah Lulu Tobing (pada aspek politik sebagai Ibu pertiwi). Ibu pertiwi ini juga dapat dikaitan dengan sejarah besar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dipimpin oleh Perempuan yaitu Megawati Soekarno Putri pada tahun 2001.

Sosok lulu tobing juga dapat menjelaskan keadaan presiden saat itu yang meratapi keadaan bangsa Indonesia tanpa bangsa Papua, bahkan ketika ciuman yang diberikan arnold (meskipun karena nafsu) membuat hati sang ibu Pertiwi senang karenanya. Mungkin ciuman penghianatan yang dilakukan oleh ibu pertiwi berhasil kepada Arnold yang justru mengharapkan ciuman mesrah. Diskriminasi terhadap perempuan Papua akan terus berlanjut jika tidak ada pembebasan nasional West Papua.

Untuk sinopsis Filmnya, kunjungi link dibawa ini:
[http://filmindonesia.or.id/movie/title/lf-a027-02-562492_aku-ingin-menciummu-sekali-saja#.WE_dS7J97IU]

Tulisan ini dirangkum oleh KBPP -DIY, berdasasarkan diskusi saat peringati Hari Hak Asasai Manusia (HAM) 10 Desember 2016.




  



nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “Ciuman Ibu Pertiwi kepada West Papua