BREAKING NEWS
Search

Ini Tanggapan AMP dan Ipma-Papua terkait GMNI Fisipol UGM Diskusi Soal Papua

Komisariat GMNI Fisipol UGM

Yogyakarta, (KM)--Belum lama ini, tepatnya 18 Desembber 2016, diskusi soal Papua yang  diselenggarakan oleh Komisariat GMNI Fisipol UGM dengn tema “PAPUA ITU INDONESIA”. Diskusi itu dipantik oleh Ari Ruhyanto (Dosesn Departemen Politik dan Pemerintahan Fisipol UGM, Peneliti Doktoral University of Birmingham UK, juga alumni GMNI Fisipol UGM) dan moderatornya Aji Dwi Pangestu (mahasiswa Departemen Politik Pemerintahan Fisipol UGM juga kader GMNI Fisipol UGM).

Diskusi ini, tulis Komisariat GMNI Fisipol UGM,  tidak hanya diikuti oleh kader dari Komisariat Fisipol melainkan diikuti pula oleh teman-teman dari GMNI Komisariat lain di luar Fisipol antara lain; UNY, APMD, UnProk’45, UIN, Filsafat.

Beberapa pertanyaan mendasar yang dibahas dalam diskusi tersebut diantaranya: Pertama, terkait Isu Papua Merdeka (14 poin); Kedua, Apakah OPM memang ingin sungguh – sungguh merdeka, atau ada kepentingan lain? (3 poin).


Untuk  menanggapi diskusi tersebut, terdapat tujuh hal yang ditanyakan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta.

Sekretaria AMP Yogyakarta, Mikael Kudiai mengatakan, dirinya baru mengetahui  setelah dikirim sebuah link oleh salah satu kakaknya lewat via messenger facebook pada  hari  Rabu (20/12/2016) kemarin bahwa di UGM pada 18 Desember 2016 lalu, diselenggarakan oleh Komisariat GMNI Fisipol UGM tentang PAPUA ITU INDONESIA.

Setelah membaca hasil rangkuman diskusi tersebut kata Mikael, ada beberapa hal yang saya mau pertanyakan:

Pertama: Apa maksud dari "Banyak gambar di media sosial hasil reproduksi, bukan kejadian asli (hoax)"?

Kedua: Setelah dijelaskan soal infrastruktur yang dialirkan oleh pemerintah pusat (Jakarta), mengapa harus dikatakan seperti ini lagi? "Sehingga bisa dikatakan yang dilakukan pemerintah belum cukup untuk membuat menciptakan nasionalisme orang Papua."

Apakah infrastruktur itu berkaitan dengan nasionalisme Indonesia untuk Papua? Atau apa?

Ketiga: "Papua masih miskin instrumen untuk membuat rasa bagian dari republik. Dalam sejarahnya, Papua tidak pernah berperang dengan Belanda. Justru Belanda memberikan banyak ilmu disana, terutama tentang agama." Yang dimaksud dengan Papua masih miskin itu apa?

Keempat: "Ketika dana digelontorkan, pasti ada harapan tumbuh yang tinggi." Apakah dana yang digelontirkan itu adalah harapan rakyat Papua? Tolong dijelaskan?

Kelima: "Banyaknya permasalahan di atas, justru memberikan semangat yang kuat masyarakat Papua semakin militan." Tolong dijelaskan, apakah benar, karena pembangunan oleh pemerintah Indonesia tidak maksimal, masyarakat Papua menjadi militan? Militan yang seperti apa?

Keenam: "Apakah suara merdeka suara rakyat papua? Kalau kita melihat masyarakat yang sering aksi, adalah mereka yang kelas menengah ke atas, jadi belum bisa dikatakan memang merupakan suara seluruh masyarakat Papua, dan sifatnya masih sangat spekulatif." Berapa lama Anda penelitian dengan mengatakan yang sering aksi-aksi tersebut adalah kelas menengah ke atas? Saya minta datanya!

Ketuju: "Apakah OPM memang ingin sungguh–sungguh merdeka, atau ada kepentingan lain? OPM generasi pertama memang dibantu oleh Belanda. Secara formal tidak ada negara yang mendukung Papua merdeka. Tetapi akademisinya rata-rata mendukung kelompok yang mereka anggap tertindas. Banyak isu yang diangkat justru perihal kemanusiaan. Hal ini dikarenakan adanya framing media."

“Sama seperti pertanyaan keenam di atas, berapa lama Anda penelitian dengan mengatakan secara formal tidak ada negara yang mendukung Papua merdeka? Saya minta datanya!” tegas Mikael lagi.

Suasana saat diskusi berlansung. (Komisariat GMNI Fisipol UGM)


Sementara itu, Mikael menjelaskan, kegiatan tersebut tanpa sepengetahuan ke Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua (Ipmapa) Yogyakarta dan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Yogyakarta.
“Saya sedikit kesal karena undangan diskusi ini tidak sampai ke Ipmapa Yogyakarta dan AMP KK Yogyakarta. Saya juga mendengar hasil diskusi ini tiga hari sesudahnya,” kesal Sekretaris AMP KK Yogyakarta ini.

Dia juga memita kepada  kader dari Komisariat Fisipol GMNI, untuk menjawab dari tujuh pertanyaan di atas.

“saya minta harus dijawab. Ini email saya: kudiaipapua@gmail.com, Kalau tidak dijawab, saya akan datangi sekertariat GMNI Fisipol UGM atau langsung ke pemantinya: dosen Ari Ruhyanto di Fisipol UGM untuk minta jawabannya,” bantahnya lagi.

Lagi-lagi Mikael  minta pertanggungjawaban atas apa yang telah  mereka bahas. Ada tuju pertanyaan yang saya tanyakan. “karena saya anggap diskusi itu banyak kekelituan melihat persoalan yang objektif di Papua,” bebernya.
Komisariat GMNI Fisipol UGM

Berbeda tempat, Aris Yeimo ketika dihubungi media ini mengatakan, Pihaknya juga belum megetahui adanya diskusi soal Papua yang di adakan oleh UGM beberapa hari lalu. 

“Ipma Papua juga belum mendapatkan pemberitahuan mengenai diskusi tersebuat. Namun sebelumnya juga UGM melalui Pokja UGM mengadakan kegiatan-kegiatan seperti itu tanpa ada pembaritahaun kepada Mahasiswa Papua Yogyakarta,” katanya

Diskusi-diskusi tersebut kata Yeimo, kami (Ipma Papua) menilai ilegal. “ mereka hanya mencoba memprovkasi orang Papua maupun non-Papua, apalagi di Jogja kawan-kawan Prodem bergerak bersama kami,” jelasnya.

Yeimo juga meminta kepada mahasiswa/i Papua agar jangan terprovokasi dengan kegiatan seperti itu, mereka (UGM/red) hanya mencoba menebar  kebencian diantara kita, tanpa data yang jelas, tanpa keterlibatan yang punya masalah (orang Papua) dalam diskusi-diskusi tersebut.

Ipma-Papua juga mendukung tuju pernyataan yang diminta jawaban dari pihak terkait yang dikemukakan oleh AMP.

“Komisariat GMNI Fisipol UGM harus ditanggungjawabkan atas pernyataan-pernyataan yang dikemukakan saat diskusii berlansung beberapa hari lalu,” tegasnya

(06/RED/PO/KM)




nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “ Ini Tanggapan AMP dan Ipma-Papua terkait GMNI Fisipol UGM Diskusi Soal Papua