Gapura Satgas Pos Madi.Ist |
Ia menjelaskan, kehadiran militer sebagai sumber-sumber
konflik utama tetap dipelihara secara sistemik sehingga konflik di hati
masyarakat juga terus dikobarkan. Akibat berikutnya: bukankah situasi konflik
dengan mudah melahirkan rangkaian tindak kekerasan oleh aparat keamanan.
“ Konflik ini tidak pernah diselesaikan namun selalu saja melahirkan kekerasan baru, mulai dari tahun 1959 hingga kini dan telah menjadi sebuah sejarah kekerasan yang panjang, tanpa kami melihat, adanya pelaku yang diumumkan, pelakunya dihukum atau tindakan hukum lainnya sehingga memberikan efek jera kepada aparat yang lainnya. Namun yang terjadi adalah adanya dendaman yang tidak pernah berakhir,” jelas Gobay.
Menurutnya, stigma adanya perlawanan OPM selalu menjadi alasan dari aparat keamanan untuk menekan rakyat dan mengkambinghitamkan rakyat serta menyalahkan rakyat ketika terjadi kekerasan di Paniai.
“Hal ini jelas sekali terjadi dalam kasus 7-8 Desember 2014, ketika ada tembakan dari tempat yang tersembunyi, dengan mudah dikatakan bahwa itu dilakukan oleh Pihak Ketiga yang dimaksud adalah OPM, padahal itu dilakukan oleh oknum Anggota TNI Yonif 753 Pos Uwibutu. Kasus ini kejadian malam 7 Desember 2014, juga diduga kuat berawal dari pos ini atau dilakukan oleh oknum anggota TNI 753 Nabire yang bertugas di Pos Uwibutu,” tutur Sekretaris II Dewan Adat Papua ini.
Ia juga mengaku kalau ada lagi kekerasan yang lain yang diduga dilakukan dari anggota Pos ini.
Kejadian yang terbaru, lanjut Gobai, adalah 1 Mey 2017 ini melibatkan anggota TNI 753 Nabire, setelah kejadian itu masyarakat membawa korban menuju RSUD Madi, Paniai secara diam-diam, tak lama kemudian datang,Danton Timsus, dan menyampaiakn kepada satu orang warga.
“Sekarang kamu punya tugas cari dua orang yang kabur dari tempat ini, kalau kamu tidak mau cari, saya sendiri yang cari dan sampai gunung pun saya akan cari” Ujar Gobay meneruskan ucapan Danton Timsus.
Untuk itu, dengan tegas Gobay mengatakan kepada Panglima ABRI, kami perlu sampaikan Ada pepatah yang mengatakan “Nila setitik merusak susu sebelanga” oknum anggota yang diduga PELAKU itu adalah NILA yang merusak SUSU yang namanya kesatuan maka NILA itu haruslah dibuang, daripada merusak susu.
Dalam kesempatan itu, Jhon denga tegas ingatkan agar jangan menambah korban di Paniai, karena kasus 8 Desember 2014 belum terungkap dan telah meninggalkan luka hatu masyarakat adat Paniai.
Untuk itu, sebagai bentuk protes krn sakit hati masyarakat sudah memalang pos timsus 753 di uwibutu. Paniai, dDengan ini kami meminta:
Pertama, Panglima ABRI agar menarik anggota yang tidak jelas TUPOKSInya di Paniai, seperti; Kopasus, Pos TIMSUS 753 RAIDER Nabire.
Kedua, Panglima ABRI dan KASAD agar menutup Pos Timsus Batalyon 753 Raider Nabire, di Uwibutu, Paniai jangan mereka ditempatkan dengan nama SATGAS Pengamanan Daerah Rawan (PAMRAHWAN) karena daerah Paniai aman tidak rawan.
Dan ketiga, Pelaku penganiayaan 1 mey 2017 agar di proses secara hukum dan terbuka.
“ Konflik ini tidak pernah diselesaikan namun selalu saja melahirkan kekerasan baru, mulai dari tahun 1959 hingga kini dan telah menjadi sebuah sejarah kekerasan yang panjang, tanpa kami melihat, adanya pelaku yang diumumkan, pelakunya dihukum atau tindakan hukum lainnya sehingga memberikan efek jera kepada aparat yang lainnya. Namun yang terjadi adalah adanya dendaman yang tidak pernah berakhir,” jelas Gobay.
Menurutnya, stigma adanya perlawanan OPM selalu menjadi alasan dari aparat keamanan untuk menekan rakyat dan mengkambinghitamkan rakyat serta menyalahkan rakyat ketika terjadi kekerasan di Paniai.
“Hal ini jelas sekali terjadi dalam kasus 7-8 Desember 2014, ketika ada tembakan dari tempat yang tersembunyi, dengan mudah dikatakan bahwa itu dilakukan oleh Pihak Ketiga yang dimaksud adalah OPM, padahal itu dilakukan oleh oknum Anggota TNI Yonif 753 Pos Uwibutu. Kasus ini kejadian malam 7 Desember 2014, juga diduga kuat berawal dari pos ini atau dilakukan oleh oknum anggota TNI 753 Nabire yang bertugas di Pos Uwibutu,” tutur Sekretaris II Dewan Adat Papua ini.
Ia juga mengaku kalau ada lagi kekerasan yang lain yang diduga dilakukan dari anggota Pos ini.
Kejadian yang terbaru, lanjut Gobai, adalah 1 Mey 2017 ini melibatkan anggota TNI 753 Nabire, setelah kejadian itu masyarakat membawa korban menuju RSUD Madi, Paniai secara diam-diam, tak lama kemudian datang,Danton Timsus, dan menyampaiakn kepada satu orang warga.
“Sekarang kamu punya tugas cari dua orang yang kabur dari tempat ini, kalau kamu tidak mau cari, saya sendiri yang cari dan sampai gunung pun saya akan cari” Ujar Gobay meneruskan ucapan Danton Timsus.
Untuk itu, dengan tegas Gobay mengatakan kepada Panglima ABRI, kami perlu sampaikan Ada pepatah yang mengatakan “Nila setitik merusak susu sebelanga” oknum anggota yang diduga PELAKU itu adalah NILA yang merusak SUSU yang namanya kesatuan maka NILA itu haruslah dibuang, daripada merusak susu.
Dalam kesempatan itu, Jhon denga tegas ingatkan agar jangan menambah korban di Paniai, karena kasus 8 Desember 2014 belum terungkap dan telah meninggalkan luka hatu masyarakat adat Paniai.
Untuk itu, sebagai bentuk protes krn sakit hati masyarakat sudah memalang pos timsus 753 di uwibutu. Paniai, dDengan ini kami meminta:
Pertama, Panglima ABRI agar menarik anggota yang tidak jelas TUPOKSInya di Paniai, seperti; Kopasus, Pos TIMSUS 753 RAIDER Nabire.
Kedua, Panglima ABRI dan KASAD agar menutup Pos Timsus Batalyon 753 Raider Nabire, di Uwibutu, Paniai jangan mereka ditempatkan dengan nama SATGAS Pengamanan Daerah Rawan (PAMRAHWAN) karena daerah Paniai aman tidak rawan.
Dan ketiga, Pelaku penganiayaan 1 mey 2017 agar di proses secara hukum dan terbuka.
Pewarta: Yunus Gobai
Editor: Manfred
0 thoughts on “DAP Minta Pelaku Penganiayaan 1 Mei Diproses Secara Hukum dan Terbuka”