BREAKING NEWS
Search

Ekonomi Kapitalis di Papua, Tanah dan Rakyat Punah


 
Sonny Dogopia (Foto: Dok Prib)
Oleh : Sonny Dogopia*)


“Dimana Tanah dan Hutan kami, Dimana sanak-saudara kami yang engkau (Penguasa Indonesia, Pemodal Asing) hilangkan. Dan untuk siapakah anda? Tidak cukup kah, tidak puas kah, apalagi yang engkau mau dari kami yang sisa ini.”


"Bahwa Indonesia tidak menginginkan orang Papua, Indonesia hanya menginginkan Tanah dan Sumber Daya Alam yang terdapat di dalam Pulau Papua. Jika, Orang Papua ingin merdeka silahkan cari pulau lain di Pasifik untuk merdeka. Atau meminta Orang Amerika sediakan tempat di Bulan untuk Orang-orang Papua menempati di sana." Pernyataan Ali Murtopo pada Tahun 1966.

"Sudah sana, gabung melanesia saja. Tidak usah tinggal di Indonesia lagi." pernyataan Luhut Binsar Pandjaitan pada 19 Februari 2016.

Individu manusia seperti, Ali Murtopo, Luhut Binsar Pandjaitan, Soekarno, Soeharto, dan kawan-kawan telah menjadi satu kelompok yang sama-sama mencari keuntungan di dalam Imperialisme global. Penguasa negara Indonesia sudah pasti berhegemoni dalam negara, mendorong negara untuk menjajah rakyat dan bangsa lain. Sementara, sifat Imperialisme sendiri adalah sistem politik yang bertujuan menjajah negara lain untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan yang lebih besar; sehingga salah satu dampaknya adalah rakyat setempat mengalami perpindahan sosial-budaya. Pandangan mengenai adanya kebudaya-an asing yang lebih kuat yang mendominasi suatu golongan masyarakat, kelompok kelas tertentu, sehingga warganya kehilangan kepribadian dan identitasnya. Imperialisme sendiri merupakan tahapan tertinggi dari Kapitalisme, pastinya akan berujung pada penindasan, penjajahan terhadap Rakyat dan bangsa lain.

Di Papua umumnya dikenal sebagai suatu tempat yang penuh dengan sumber uang, mata air uang dan tempat yang menebalkan ekonomi individu bahkan kolektif di suatu negara penanam modal asing hanya karena Sumber Daya Alam (SDA). Atau, ekonomi-politik global mencekik tanah Papua hingga rakyat Papua kehilangan haknya.

Penguasa negara Indonesia hingga saat ini, juga merupakan aktor di balik hegemoni Imperialisme global melalui negara Indonesia untuk terus merusak tatanan sosial-budaya, relasi anak adat terhadap alam, ekosistem bumi Papua, dan masih banyak. Papua dijadikan sebagai basis sentral ekonomi global melalui negara yang disebut Indonesia.

Bicara mengenai Papua dari pandangan ekonomi global bahwa perundang-undangan No. 33, Tahun 1945 yang ditetapkan negara Indonesia melalui Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) tentang segala isi Bumi; Tanah, Air dan Hutan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah milik negara, diatur oleh negara dan untuk negara. Pastinya untuk memperkuat Undang-undang (UU) No. 1 Tahun 1967, tentang Penanaman Modal Asing.

Kita mengetahui sejarah Indonesia dan Papua. Dan dalam fakta sejarah tidak pernah ada, baik lisan maupun tulisan bahwa Orang Papua berjuang untuk Indonesia merdeka apalagi terlibat dalam sejarah kemerdekaan Indonesia dan sumpah pemuda. Pulau Papua juga tidak berasal dari satu daratan Asia, apalagi negara yang disebut Indonesia.

Netherland Niew-Guinea adalah sebutan dari koloni Belanda terhadap Papua, diperintahkan oleh sekutunya Amerika agar segera serahkan Papua kepada Indonesia. Dan melalui ekspedisi, ahli geologi minyak bumi dari Belanda, Jean Jacques Dozy menemukan apa yang dikenal sebagai endapan Tembaga terbesar di dunia yang berada di atas permukaan tanah. Namun, besar sesungguhnya endapan tersebut baru diketahui pada tahun 1960 ketika, kepala bagian geologi perusahaan Freeport Sulfur Company, Forbes Wilson melakukan ekspedisi di Ersberg - Timika, Papua.

Alasan pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia. Walaupun, Papua Barat telah mendeklarasikan diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Tetapi, kemerdekaan itu hanya berumur 18 hari karena, tanggal 19 Desember 1961 Presiden Soekarno mengeluarkan Tri Komando Rakyat (TRIKORA) di Alun-alun Utara Yogyakarta yang isinya: Pertama, gagalkan pembentukan “Negara Boneka Papua” buatan Belanda Kolonial. Kedua, kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat Tanah Air Indonesia, dan Ketiga, bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa.

Realisasi dari isi Trikora ini, maka Presiden Soekarno sebagai Panglima Besar Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat mengeluarkan Keputusan Presiden No. 1 Tahun 1962 yang memerintahkan kepada Panglima Komando Mandala, Mayor Jendral Soeharto untuk melakukan operasi militer ke wilayah Irian Barat untuk merebut wilayah itu dari tangan Belanda.

Akhirnya dilakukan beberapa gelombang Operasi Militer di Papua Barat dengan satuan militer yang diturunkan untuk operasi lewat udara dalam fase infiltrasi, seperti; Operasi Banten Kedaton, Operasi Garuda, Operasi Serigala, Operasi Kancil, Operasi Naga, Operasi Rajawali, Operasi Lumbung, Operasi Jatayu. Operasi lewat laut adalah Operasi Show of Rorce, Operasi Cakra, dan Operasi Lumba-lumba. Sedangkan, pada fase eksploitasi dilakukan Operasi Jayawijaya dan Operasi Khusus (Opsus). Melalui operasi ini wilayah Papua Barat diduduki, dan dicurigai banyak orang Papua yang telah dibantai pada waktu itu.

Kepentingan Amerika Serikat di Papua Barat, yang ditandai dengan adanya penandatanganan Kontrak Kerja antara Freeport dengan pemerintah Republik Indonesia, menjadi realitas. Ini terjadi dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 dilaksanakan di Papua Barat. Di sini terjadi kejanggalan yuridis karena, Papua Barat dari tahun 1962 hingga 1969 dapat dikategorikan sebagai daerah sengketa.

Maka, jelaslah PEPERA yang dilakukan pada tahun 1969 akan dimenangkan oleh Indonesia. PEPERA dilaksanakan dengan sistem “musyawarah untuk mufakat” (sistem pengambilan keputusan di Indonesia) yang bertentangan dengan isi dan jiwa New York Agreement. Dimana, dari 809.337 orang Papua pada saat itu yang memiliki hak pilih hanya diwakili oleh 1.025 orang yang dimasukan dalam Dewan Musyawarah (Demus). Yang mana, sebelumnya sudah diindoktrinasi untuk memilih Indonesia. Ironisnya lagi, dari 1.025 orang, cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Di samping itu PEPERA 1969 dilaksanakan dengan teror, intimidasi, penangkapan, dan pembunuhan (pelanggaran hukum, HAM dan Demokrasi). Kemenangan PEPERA secara cacat hukum dan moral ini akhirnya disahkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa lewat Resolusi Nomor 2504 dan diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 7 Tahun 1971.

Perjuang Papua Barat untuk merdeka sudah mendunia. Dan Indonesia juga tidak tinggal diam, Negara dan Hegemoni demi Imperialisme Global menjadi alasan kepada rakyat Papua Barat bahwa Pembangunan dan Kesejahteraan akan dipusatkan di Papua. Namun, maksud dibalik itu adalah perampasan Tanah dan memperpanjang penjajahan. Suara rakyat demi mempertahankan hak-hak pun disebut anti-pembangunan, separatis dan lainnya.

Dalam hal ini, negara Indonesia dan hegemoni terus memperjayakan Imperialisme global. Lagi-lagi, Amerika, Inggris, Jepang, Korea Selatan dan Cina adalah raja bagi Indonesia. Jangan heran ketika Presiden Indonesia, Jokowidodo hadir dalam pertemua APEC dan mempresentasekan bagaimana Indonesia menyiapkan lahan Pangan berbasis Internasional serta Migas (Minyak dan Gas) terus beroperasi. Dan dalam pertemuan G20 Jokowidodo hadir sebagai sentral Ekonomi dunia dengan dasar Freeport, ini membuat presiden Indonesia sebagai pekerja dapur ekonomi global.

Ironisnya, Investasi sebesar Rp 622 triliun ditujukan untuk Papua-Maluku dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2007/2011 -  2025/2030 (MP3EI).

Tujuh pusat ekonomi yang diidentifikasi di koridor Papua-Maluku adalah: Sofifi dan Ambon di provinsi Maluku dan Maluku Utara; serta Sorong, Manokwari, Timika, Jayapura, dan Merauke di provinsi Papua Barat dan Papua. Proyek Lumbung Pangan dan Energi Terpadu Merauke (Merauke Integrated Food and Energy Estate /MIFEE) diidentifikasi sebagai salah satu  kegiatan ekonomi utama, selain tembaga (Timika), nikel (Halmahera), minyak dan gas (Sorong dan Teluk Bintuni), dan perikanan (Morotai, Maluku Utara, dan Ambon, Maluku).

Salah satu proyek utama MP3EI adalah proyek MIFEE di bagian selatan Papua. Sebuah skema raksasa yang membuka lahan dan merusak penghidupan tradisional masyarakat adat Malind beserta kelompok-kelompok adat lainnya di bagian selatan Papua.

Menurut MP3EI, MIFEE akan mencakup area sebesar 1,2 juta hektare, dan terdiri dari 10 klaster  Sentra Produksi Pertanian (KSPP). Prioritas pengembangan jangka pendek (2011-2014) adalah mengembangkan klaster I - IV,  yang meliputi area seluas 228.023 ha, di Greater Merauke, Kali Kumb, Yeinan, dan Bian. Prioritas jangka menengah (2015 - 2019), area-area  untuk sentra produksi pertanian pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, dan budi daya air akan dikembangkan di Okaba, Ilwayab, Tubang, dan Tabonji. Jangka panjang (2020-2030), area produksi pusat untuk tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, dan perkebunan yang akan dikembangkan di Nakias dan Selil. Tanaman pangan terdiri dari beras, jagung, kacang kedelai, sorgum, gandum, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Hewan ternak akan terdiri dari ayam, hewan ternak, kambing, dan kelinci. Tebu, karet, dan kelapa sawit adalah tanaman non-pangan yang diidentifikasi akan dikembangkan dalam skema tersebut.

Tembaga, Emas, minyak, dan gas, MP3EI mencanangkan peningkatan produksi tembaga, minyak, dan gas di Papua, serta meningkatkan nilainya melalui industri pengolahan hilir. Tiga pengolahan tembaga (smelter) baru akan dibangun di Indonesia, satu di antaranya adalah di Timika di  lokasi pertambangan tembaga dan emas Freeport-Rio Tinto, untuk menambah pengolahan tembaga yang saat ini sudah ada di Gresik, Jawa Timur.

Pengembangan kawasan industri tembaga dan emas di Timika sudah direncanakan, bersama dengan pembangkit listrik, perbaikan jalan dan pelabuhan serta perubahan peraturan perundang-undangan untuk mendukung pengembangan. Eksplorasi minyak dan gas akan ditingkatkan dengan akses yang diperbaiki untuk para investor.

Infrastruktur pendukung yang disebutkan dalam MP3EI untuk lokasi proyek Tangguh yang dioperasikan oleh BP di Bintuni terdiri dari pipa-pipa transmisi dan pengembangan jaringan distribusi. Artinya bahwa tidak ada maksud dan niat yang sesuai dengan harapan rakyat dan Bangsa Papua.

Negara dan Hegemoninya sudah terbukti bahwa Imperialisme Global telah dan sedang mencekik Tanah Papua hingga pemiliknya tidak berhak bahkan diperhadapkan dengan berbagai satuan militer sesuai kepentingan investor global.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pencaplokan Papua Barat oleh Indonesia sebagai bagian dari wilayah negaranya didasarkan atas alasan sejarah. Sementara aksi pencaplokan itu sendiri kini telah menjadi sejarah yang harus dipelajari dan dipahami untuk dapat memetakan persoalan secara obyektif, yang kemudian dilanjutkan dengan aksi pencarian solusi yang terbaik bagi penyelesaian sengketa politik bangsa Papua Barat dalam kekuasaan Indonesia.

Peta Ekonomi-Kapitalis

Tanah Papua yang penuh dengan SDA telah dibagi habis oleh beberapa negara Kapitalis. Dari isi perut Bumi hingga kulit bumi di eksplorasi, eksploitasi, dan memperluas wilayah eksploitasi lainnya.

BP dari UK, penghasil LNG di Teluk Bintuni: Tangguh Unit, Papua dan masih beroperasi. Conoco Phillips dari USA, penghasil LNG di Warim, Papua dan telah eksploitasi. CNOOC dari Cina, penghasil LNG di Teluk Bintuni: Tangguh Unit, Papua dan masih beroperasi. ECR Minerals dari UK, penghasil Emas di Sungai Degeuwo, Paniai-Papua dan masih beroperasi. Freeport McMoran dari USA, penghasil Emas dan Tembaga di Timika: Grasberg Mine, Papua dan masih beroperasi. Hillgrove Resources dari Australia, penghasil Emas di Kepala Burung Peninsula, Papua dan telah eksploitasi. Killara Resources dari Australia, penghasil Batu Bara di Kepala Burung Peninsula, Papua dan Perusahaan ini baru diberitahukan. KG dari Jepang, penghasil LNG di Teluk Bintuni: Tangguh Unit, Papua dan masih beroperasi. Painai Gold dari Australia, penghasil Emas di Sungai Degeuwo, Papua dan masih beroperasi. PT. Akram Resources dari Indonesia, penghasil Emas di Kepala Burung Peninsula, Papua dan telah eksploitasi. PT. Anugerah Surya Indontama dari Indonesia, penghasil Nikel dan Kobalt di Raja Ampat: Kawe Island, Papua dan masih beroperasi. PT. Anugerah Surya Pratuma, penghasil Nikel dan Kobalt di Raja Ampat: Kawe Island, Papua dan masih beroperasi. PT. Kawe Sejahtera dari Indonesia, penghasil Nikel dan Kobalt di Raja Ampat: Kawe Island, Papua dan masih beroperasi. MI Berau dari Jepang, penghasil LNG di Teluk Bintuni: Tangguh Unit, Papua dan masih beroperasi. Nippon Oil dari Jepang, penghasil LNG di Teluk Bintuni: Tangguh Unit, Papua dan masih beroperasi. Queensland Nickel dari Australia, penghasil Nikel dan Kobalt di Raja Ampat, Papua dan masih mengimpor-impor Nikel. Rio Tinto dari Australia, penghasil Emas dan Tembaga di Timika: Grasberg Mine, Papua dan masih beroperasi. Santos dari Australia, penghasil Oli di Kau, Cross Catalina, Papua dan sudah mengeksploitasi. Talisman Energy dari Canada, penghasil LNG di Teluk Bintuni, North Semai, Papua dan masih beroperasi. West Wits Mining Ltd dari Afrika Selatan, penghasil Emas, LNG di Sungai Degeuwo,Paniai-Papua dan masih beroperasi (daftar perusahaan asing, nonton BloombergTV).

Rantai penderitaan rakyat bukan karena, rakyat lapar dan haus atau lebih kasarnya rakyat miskin. Jika, kita memahami akarnya bahwa penguasa negara Indonesia mementingkan Kapitalis sehingga, rakyat mengalami ketidakadilan dan pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM). Rakyat mempunyai Tanah dan Air, apakah rakyat lapar dan haus. Rakyat mempunyai hasil bumi, apakah rakyat miskin. Lantas, siapakah wajah penguasa.

Hari ini rakyat kehilangan tanah, air, isi bumi dan hasil bumi. Karena, trauma, takut, dan takut tidak diberi kesempatan untuk mendapatkan kebutuhan ekonomi dari Penguasa Indonesia dan Pemodal Asing. Rakyat harus berubah menjadi munafik untuk bisa mendapatkan uang agar menghidupi kebutuhan sehari-hari dan biaya pendidikan. Jikalau, kesehatan terganggu maka rumah sakit bukan tempat penyembuhan. Melainkan, tempat pemerasan sama dengan dunia pendidikan.

Keputusan Mahkama Konstitusi (MK) No. 35 Tahun 2012 tentang Hutan Adat Bukan Hutan Negara, sudah sangat jelas. Negara yang namanya Indonesia sudah memutuskan demikian. Namun, ada pertimbangan-pertimbangan oleh karena, UU No.33 Tahun 1945 tentang segala isi bumi, tanah, air dan hutan, milik negara, diatur oleh negara dan untuk negara.

Dimana Tanah dan Hutan kami, Dimana sanak-saudara kami yang engkau (Ekonomi Kapitalis) hilangkan. Dan untuk siapa kehadiran anda? Tidak cukup kah, tidak puas kah, apalagi yang engkau mau dari kami yang sisa ini.

Dampak kolonisasi dan Pemodal yang terus mencari keuntungan dalam Imperialisme hingga jumlah penduduk OAP menurun drastis. Dilihat dari Pembunuhan secara fisik maupun sistematis terhadap OAP dan Pembatasan pada Rahim Perempuan Papua untuk mereproduksi keturunan. (Pantauan dan diskusi, Referensi: angka kelahiran yang berkurang dan angka kematian yang meningkat.)
Sumber data oleh Jim Elsmslie, sebuah laporan dari Universitas Sydney pada tahun 2011. Dari tahun 1971, penduduk orang Papua; 887.000 jiwa dan Pendatang; 36.000 jiwa, dengan jumlah keseluruhan penduduk; 923.000 jiwa. Pada tahun 1990, penduduk orang Papua; 1.215.897 jiwa dan pendatang; 414.210 jiwa, dengan jumlah keseluruhan penduduk; 1.630.107 jiwa. Pada tahun 2005, penduduk orang Papua; 1.558.795 jiwa dan pendatang; 1.087.694 jiwa, dengan jumlah keseluruhan penduduk; 2.646.489 jiwa. Pada tahun 2011 data penduduk orang Papua; 1.700.000 jiwa dan Pendatang; 1.980.000 jiwa, dengan jumlah keseluruhan 3.680.000 jiwa.

Jika, hal ini dibiarkan maka penduduk pendatang akan mendominasi dan penguasa Indonesia akan mempolitisasi rakyat indonesia yang jelas-jelas ditindas oleh presidennya sendiri hingga dibenturkan dengan rakyat bangsa Papua.

Ini jelas bahwa wajah Indonesia ini sebenarnya adalah Hegemoni Imperialisme Global.

Penulis akhirnya sambut hormat atas pernyataan Ali Murtopo, Luhut Binsar Pandjaitan, dan kawan-kawannya, Penguasa negara Indonesia yang memperjelas wajah Indonesia hingga membuktikan bahwa Indonesia adalah penjajah. Dan Orang Indonesia yang tidak henti-hentinya memperlakukan Orang Papua setengah binatang, memanggil Orang Papua dengan sebutan Kera, pemabuk, bodok, dan lainnya.

Aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Yogyakarta



nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “Ekonomi Kapitalis di Papua, Tanah dan Rakyat Punah