BREAKING NEWS
Search

Perlunya Memahami Tentang Ideologi

Memahami Ideologi (Foto: Ilustrasi Frans P/KM)
Oleh: Frans Pigai

Apakah itu Ideologi?


Menurut sebagian besar orang, ideologi berkenaan dengan akumulasi ide atau gagasan. Namun beberapa literature mencoba menterjemahkan ideologi ide berbagai definisi anatar lain: Mazhab Frankfurt menyatakan bahwa, “Ideologi adalah struktur pengetahuan yang mempunyai solusi terhadap problem kongkrit yang dihadapinya.” Sedangkan menurut Jorge Larrain, “Ideologi merujuk pada sistem pendapat, nilai dan pengetahuan yang berhubungan dengan kepentingan kelas tertentu yang cara berpikirnya mungkin berbeda-beda.”

Ideologi dipahami sebagai visi yang konprehensif tentang segala sesuatu secara umum dan filosofis, konsep ini kemudian ditransformasi oleh kelas yang dominan kepada public agar menjadi inti gerakan politik, dan kondisi ini menjadikan ideologi sebagai tawaran perubahan melalui proses pemikiran normative. Dalam ringkasan lain. Ideologi adalah struktur pengetahuan yang melahirkan sikap dan tindakan dalam menyingkapi realitasnya. Ia bisa berada diluar lingkungan sosial kita, melampui dunia material dan bahkan melingkari konsep kita sendiri.

Terjemahan sederhananya adalah, setiap orang yang hidup dalam realita sosial mempunyai problem, sebuah problem ini tidak mesti dirasakan dulu untuk disebut dengan sebagai problem. Bahkan orang yang tidak punya problempun punya problem, dan problemnya adalah ‘tidak punya problem’, dan fungsi ideology mengkontruksi semua problem manusia dan memecahkannya dalam praktek.

Bagaimana Memiliki Ideologi?

Ideologi sangat bertumpu pada pengetahuan, setidaknya pengetahuan tentang dirinya sendiri, bahasa sederhananya dirinya adalah dirinya dan dirinya pasti bukan selain dirinya, menurut falsafah Aristoteles, pengetahuan primordial ini disebut prinsif identitas, bisa juga disebut dengan ‘kesadaran’. Setiap orang tentu saja memiliki ideologi apapun propesinya, ada kalanya sebagian kita menyatakan bahwa ‘saya sudah muak dengan ideologi, itu masa lalu, kita bicara yang kongkret saja’ kondisi ini dia mencoba menetralisir ideologi, kenyataan ini mempertegas keniscayaan ideologi sebenarnya, ideologinya adalah ‘tanpa-ideologi’

Atau ungkapan yang sering kita dengar ‘saya bosan dengan aliran, golongan, mazhab, saya netral saja’ artinya dia tidak ikut aliran mainstream. Namun dia mempertegas alirannya ‘netral’ atan ‘tidak bermazhab’, artinya bila ada dua aliran yang dia tolak, maka ia memili membentuk atau berposisi di aliran ketiga. Dari penjelasan sederhana ini kesimpulannya adalah, tidak ada orang yang terbebas dari ideologi, dan tidak ada orang yang bebas untuk memilih, bahkan tidak memilih pun merupakan sebuah pilihan atau kehendak dan kondisi ini melekat pada setiap orang.

Pengetahuan tentang Pondasi Ideologi

Ideologi mempunyai tiga (3) pondasi yaitu gagasan, sikap dan aksi. Konsep dan gagasan (Knowledge) adalah tersikapnya realitas tanpa keraguan. Sementara konsep diperoleh dari interaksi subject dengan object melalui panca indera yang terverifikasi melalui akal rasional, konsep-konsep yang terakumulasi sejenis dan terstruktur disebut dengan pengetahuan.

Sikap adalah konsekwensi lanjut atau penilaian spontan atas pengetahun yang kita terima, jika kita tidak punya sikap maka bisa dipastikan kita tidak punya pengetahuan, sikap kita akan menentukan penilaian kita atas realitas yang kita tangkap kemudian penilaian menentukan kualitas kita. Misalnya, ketika kita melihat buku, otomatis kita punya konseptentang buku, pengetahuan tentang buku ini punya nilai kuat dan lemah akan sangat tergantung pada sejauh mana ‘buku’ itu teruji keberadaannya, informasi tentang buku lebih lemah nilainya dari pada melihat buku, lebih lemah nilainya dari pada mengunakan buku, lebih lemah nilainya dari pada mengetahui secara detail bagaimana sebuah buku itu dibuat.

Atau seperti teori pembiasan cahaya, sebatang tongkat yang tampak bengkok saat dicelupkan kesegelas air, setelah diraba tongkat tersebut tidaklah benar-benar bengkok, dan pengetahuan yang kuat tersebut adalah bahwa tongkat tersebut tidaklah bengkok begitulah seterusnya.

Maka kemudian kita hidup hanya mencari pengetahuan yang sebenar-benarnya, kita tidak mau menerima pengetahuan yang tidak teruji, pengetahuan yang lemah kemudian kita anggap sebagai informasi saja dalam benak kita dan tentu saja tidak akan berpengaruh dalam diri kita. Sedangkan pengetahuan yang kuat akan mengoreksi pengetahuan sejenis yang lebih lemah. Pengetahuan ini akan memperkokoh pengetahuan sejenis yang sudah ada. Ketika kita mempunyai pengetahuan pembebasan yang utuh maka kita juga akan mengetahui konsekwensinya, dan kita pasti akan bertindak untuk pembebasan tersebut, sebaliknay ketika kita tidak mempunyai pengetahuan yang utuh maka kita cenderung tidak mau bertindak, pragmatis, negative subjektif, dan tentu menjadi sok hebat, sok tahu.

Pengetahuan, Keyakinan dan Kesadaran

Pengetahuan yang kuat akan menjadi keyakinan, puncak keyakinan adalah keimanan, misalnya buku yang kita lihat, rasakan, gunakan, ketahui cara produksinya akan menjadi iman setelah kita yakin betul keberadaannya. Perjalanan pengetahuan manusia beranjak dari sesuatu yang terbatas menuju object pengetahuan yang tidak berbatas.

Pengetahuan, keyakinan, keimanan adalah pondasi utama kesadaran (consciousness), awal kesadaran berkenaan dengan pengetahuan primordial kita, kita sadar; diri kita sama dengan diri kita atau diri kita bukan selain diri kita. Artinya kita tidak menyadari kedirian kita mustahil kita menyadari keberadaan yang lain, kesadaran ini terkait erat dengan control dan kewaspadaan. Misalnya kesadaran berkendaraan akan memandu kita akan selamat atau ketika kita melihat sebuah buku di rak buku tapi karena pikiran kita melayang kemana-mana, maka buku tersebut tidak akan hadir dibenak kesadaran, mata kita bekerja normal tapi tidak berfungsi sebagai indera kesadaran.

Semakin besar konsep yang kita miliki, semakin luas kemungkinan kesadaran kita, setiap makna yang kita peroleh selalu akan kita kaitkan dengan realita lain yang lebih besar atau spesifik, misalnya rambut adalah medan kesadaran tukang pencukur rambut, tapi bagi loper Koran, rambut bukan medan kesadarannya, ia hanya butuh pembeli Koran.

Sebagian pemikir menyatakan bahwa diri kita terkait dengan pekerjaan kita, apa yang kita kerjakan terkait erat dengan struktur pengetahuan yang melekat dalam diri kita, ia dibentuk berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang terus menerus, di alam ini selalu muncul dua kelas yang berlawanan, satu sama lain bertarung merebutkan hegemoni. Dalam teori Pareto efficien menyatakan bahwa ketika satu kelompok yang akan kaya maka aka nada kelompok yang akan dimiskinkan, ini menegaskan bahwa tidak ada kelas sosial yang berbeda bisa bekerja sama, seperti analogi minyak dan air, kecuali salah satunya berhasil ditundukkan.

Tapi ada pandangan lain yang menyatakan, mereka yang menguasai dan memperluas wilayah kesadarannya maka dia akan mempunyai penyingkapan yang lebih utuh dan konprehensif, semakin besar medan kesadaran kita maka semakin luas makna kita tentang sebuah tindakan, dan tidak terkungkung dengan tindakan tertentu, bagi kalangan ini tindakan hanyalah alat, bisa berganti dan berubah, yang utamanya tetaplah ideologi.

Tindakan dan Tanda Kepedulian

Berpikir itu mudah, berbuat itu sulit dan yang paling sulit adalah menerapkan pikiran orang lain ke dalam tindakan di dunia ini – Johan Wolfgang von Goethe (1749-1832).

Tiap orang tentu saja punya motif, meskipun pekerjaan dan tindakan yang dilakukan sama, tapi kualitas pekerjaan dan tindakan setiap orang berbeda. Dan titik tertinggi pekerjaan dan tindakan manusia adalah pada pengorbanannya untuk sesuatu diluar dirinya yang menurutnya lebih sempurna. Ada orang yang bertindak sebagai reaksi atas apa yang dihadapinya, ia lapar maka ia bekerja. Ada orang yang bertindak berdasarkan pengalaman-pengalaman sebelumnya, dia rajin menabung karena pernah bermasalah dengan system keuangannya. Ada orang yang bertindak atas pengalaman orang lain, rajin menabung karena meyakini hemat pangkal kaya.

Namun ada orang yang bertindak atas konsekwensi ideologinya, ia hidup sederhana bukan karena tidak mampu membeli barang, tapi sebagian pendapatannya dia sisihkan untuk membantu oarang yang tidak mampu. Ada orang yang bertindak sebagai bentuk perlawanan, dia bekerja bukian sekedar agar mampu membantu orang lain, ia juga berupaya menyadarkan kelasnya. Contoh lain bisa disebutkan, mengapa kita bersusah paya demontrasi, jawabanya bisa macam-macam, mulai dari yang praktis, hingga yang normative dan idealis.

Misalnya; seorang demonstran buruh, ia turun kejalan karena capek jadi oarang miskin, bila aksi berhasil dan upah meningkat, dia berencana mengantikan ponselnya dengan model terbaru, atau yang kawanan mahasiswa menyatakan lebih baik ikut aksi dari pada benggong di Kampus, sesekali refresing siapa tahu bisa masuk Koran dan masuk televis. Namun ada juga rakyat yang berdemontrasi karena tanahnya dirampas, dia menyatakan system yang zalim sama saja dengan menciptakan generasi budak, dulu orang tuanya punya 3 ha lahan, sekarang dia hanya punya 0,5 ha, tentu nasib anak keturunannya di masa mendatang lebih mengenaskan, karena itulah dia melawan. Singkatnya tindakan bisa sama, tapi intensitas kepedulian dan pemahaman pada sumber masalah berbeda-beda. Tindakan manusia tidak bernilai apa-apa bila tidak mempunyai struktur dan sitematika ideologi yang jelas dan argumentative, kualitas sebuah tindakan ditentukan pada sejauh mana kita berani menanggung resiko atas segala perjuangan kita.

Lalu, bagaimana dengan kita? Apakah kita sudah melakukan tindakan nyata? Apakah tujuan tindakan kita? (Muyepimo/KM)

*) Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Tanah Kolonial Indonesia



nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “ Perlunya Memahami Tentang Ideologi