Pembubaran Aksi Masa. Ilustrasi. |
Jayapura,
(KM)---Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), Komisi I, bidang Pemerintahan, Politik, Hukum, dan HAM,
Laurenzus Kadepa, menegaskan, tindakan menutup atau pembungkaman ruang
demokrasi orang Papua bukan menjadi solusi meng-Indonesikan orang Papua.
Hal
diungkap Laurenzus Kadepa menanggapi
pembubaran doa yang dilakukan oleh rakyat Papua di Timika dan penangkapan
terhadap belasan aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) wilayah Timika yang
terjadi pada Selasa (5/4/2016) di halaman Gereja GKII Jemaat Golgota SP 13
Kampung Utikini Distrik Kuala Kencana, Timika-Papua seperti yang dirilis di suarapapua.com, edisi (07/04).
“Penangkapan,
penembakan, menutup ruang demokrasi dan kebebasan berekspresi bukan rumus yang
tepat untuk meng-Indonesianisasi orang Papua. Itu justru membuat orang papua makin
tak percaya pada negaranya,”kata Laurenzus Kadepa Kepada kabarmapegaa.com,
Kamis, (07/04) yang diikirim melalui SMS.
Menurutnya,
konflik yang terjadi selama satu abab lebih di tanah Papua selama Jakarta tidak
punya niat baik untuk melihat konflik yang terjadi di papua dari sisi negatif
saja. Karena orang Papua selama ini melakukan demonstrasi dengan damai. Tetapi
yang selalau membubarkan dan merusak nilai demokrasi di Papua adalah aparat TNI
dan Polri.
“Konflik yang terjadi di Papua tak akan berakhir sepanjang Jakarta masih melihat Papua hanya dari sisi negatif saja. Untuk itu Jakarta harus melihat semua masalah dengan bijak lalu duduk bersama dengan rakyat Papua untuk menyelesaikannya dengan bijak pula,” kata Kadepa. Seperti yang dilangsir di media suarapapua.com.
“Konflik yang terjadi di Papua tak akan berakhir sepanjang Jakarta masih melihat Papua hanya dari sisi negatif saja. Untuk itu Jakarta harus melihat semua masalah dengan bijak lalu duduk bersama dengan rakyat Papua untuk menyelesaikannya dengan bijak pula,” kata Kadepa. Seperti yang dilangsir di media suarapapua.com.
Sebelumnya,
dilangsir di media tabloidjubi.com, Kapolres Mimika, Kapolres Mimika, AKBP Yustanto
Mujiharso, S.IK, M.Si saat dihubungi Jubi mengakui adanya pembubaran ibadah
tersebut. Namun ia mengatakan, pembubaran itu terjadi setelah ibadah selesai.
“KNPB memang minta ijin melakukan ibadah. Kami mengijinkan dengan perjanjian tidak ada orasi dan akan kami kawal ibadah itu. Tapi setelah ibadah selesai, dan ini kami tanyakan dulu pada pendeta yang memimpin ibadah itu, ternyata ada yang naik ke panggung untuk berorasi. Jadi kami cegah. Karena perjanjiannya tidak ada orasi,” kata Kapolres Mimika ini.
Saat mencegah anggota KNPB yang ingin melakukan orasi itu, Kapolres mengaku ada yang memukulnya.
“KNPB memang minta ijin melakukan ibadah. Kami mengijinkan dengan perjanjian tidak ada orasi dan akan kami kawal ibadah itu. Tapi setelah ibadah selesai, dan ini kami tanyakan dulu pada pendeta yang memimpin ibadah itu, ternyata ada yang naik ke panggung untuk berorasi. Jadi kami cegah. Karena perjanjiannya tidak ada orasi,” kata Kapolres Mimika ini.
Saat mencegah anggota KNPB yang ingin melakukan orasi itu, Kapolres mengaku ada yang memukulnya.
“Karena
melihat saya dipukul oleh seorang oknum anggota KNPB yang berbaju loreng itu,
anggota saya kemudian menahan mereka dan melucuti baju mereka yang loreng itu,”
kata Kapolres.
(Alexander Gobai/KM)
0 thoughts on “Menutup Ruang Demokrasi Orang Papua Bukan Solusi Meng-Indonesiakan Orang Papua”