Refleksi Kontemporer Konflik di Papua
By Kabar Mapegaa 11:36:00 AM Konfilk Warga , Opini
Lupa Diri, Foto, Ilustrasi/KM |
OPINI, KABARMAPEGAA.Com – Mapping konflik zaman dahulu alam Papua dan potensi konflik yang mengarah kepada proses (genosida) menghabisi nyawa Orang Asli Papua(OAP).
Orang Asli Papua (OAP) menimbulkan konflik hingga perang antar suku di Papua, karena ada beberapa aspek yang mempengaruhi sehingga terjadinya hal demikian antara lain; masalah tanah, perang suku, penganiayaan, pencabulan, problem pergusuran alam Papua, dan berbagai aspek masalah yang sangat berpengaruh di seantero tanah Papua yangberujung pada ketidakadilan pada dirinya sendiri (lupa diri).
Pola hidup masyarakat Papua zaman dahulu masyarakat menghormati pemerintah dan Militerisme Indonesia yang ditugaskan oleh Indonesia di seantero tanah Papua. Hanyalah yang terjadi ialah pergeseran dan benturan nilai Asli Orang Papua (OAP) bergeser jauh disana, akibat pengaruh yang di bawa masuk orang lain. Daya ungkitnya sangat kuat untuk menjalar keseluruh tatanan urat nadi kehidupan Orang Asli Papua (OAP) secarah utuh dan integral. Jika demikian, apa tugas OAP? Back to basic cultural atau back to naturale.
Potensi Konflik Kontemporer di Papua
Terjadi diferensiasi yang signifikan terhadap dampak konflik antar sesama warga masyarakat. Konflik antara pemerintah dengan warga masyarakat, antara warga Sipil dengan Militerisme Indonesia baik pasukan organik maupun non-organik, pasukan pengintai higth class yang bertebaran di seluruh pelosok dit anah Papua.
Melalui mimbar ini saya mau turunkan catatan urgen yang patut direfleksi akibat terjadi di tanah Papua. Bawasannya setelah issue Papua merdeka mulai muncul di seantero Dunia di papua maka Potensi Pembunuhan/penembakan secara brutal maupun pembunuhan secara sistematis rapih terjadi saban hari di tanah Papua di gunung maupun di pelosok pesisir sekalipun. Hal ini benar-benar Indonesia menyusun secara sistematis skenario pembunuhan terencana terjadi terhadap Orang Asli Papua yang memliki status sosial di tanah Papua di bunuh secara holistik rapih dan terstruktur.
Namun, telah lama berjalan dan dijalankan oleh Militerisme Indonesia secara perlahan tapi pasti dan jitu. Kenapa? Sebab Militerisme Indonesia menggunakan pembunuhan sekali berjangka lima tahun keatas yang pasti jelas dan sistemik terencana. Berbagai cara dan upaya dilakukan oleh Militerisme Indonesia menuju proses genosida bagi Orang Asli Papua (OAP).
Bercermin kepada situasi hidup yang berlalu di zaman kini memperlihatkan bahwa pola dan pendekatan pembangunan zaman sekarang menggunakan militersm aproach sehingga tak ada toleransi demi mempertahankan NKRI di tanah Papua. Sistem komando dan pelanggaran HAM terjadi sebagai upaya untuk memusnakan Orang Asli Papua. Contohnya, kasus penembakan brutal yang terjadi di Oneibo Deiyai – Papua oleh Brimob terhadap masyarakat yang menewaskan satu orang, yakni Yulianus Pigai dan 17 orang dalam krisis pnembakan.
Konsep yang dibangun oleh Militerisme Indonesia ini bukan orang lain yang mendesain gagasan ini, sehingga kita Orang Asli Papua (OAP) ekstra berhati-hati di mana dalam berbagai kasus pelanggaran HAM yang selalu terjadi di tanah Papua.
Sebab, sistem ini diciptakan oleh para penguasa-penguasa kapitalisme dan elit-elit utuk kepentingan pribadi bersama Militerime Indonesia di Papua. Dan Papua selalu kembali menjadi daerah Operasi Militer Indonesia secara tersembunyi.
Namun, Ngara Indonesia perlu tahu bahwa, cepat atau lambat, Orang Asli Papua (OAP) akan memperoleh kebebasan atas dasar sejarah bangsa Papua yang hakiki diatas tumpah darahnya rakyat Papua. Dalam upaya determination self, Orang Asli Papua (OAP) mati banyak akibat konflik yang diciptakan oleh pihak-pihak yang hanya menjalankan kepentingan pribadi. (Muyepimo/KM)
Penulis adalah Pemerhati Kehidupan Sosial dan Pelanggaran HAM
Ini Pernyataan Sikap IPMMO Se-Jawa Bali Terkait Konflik Pilkada Kab. Intan Jaya Papua
By Kabar Mapegaa 5:03:00 PM BERITA , DEKLARASI PARTAI POLITIK , Konfilk Warga , suarah mahasiswa
Pernyataan sikap IPMMO Kabupaten Intan Jaya.Ist |
PERNYATAAN SIKAP
IKATAN PELAJAR DAN
MAHASISWA MONI (IPMMO) SE-JAWA DAN BALI
TERKAIT KONFLIK PILKADA DI
KABUPATEN INTAN JAYA PAPUA
Melihat dan menganalisa pemilihan
kepala daerah mulai tercium aromanya dengan segala cara dikerakan untuk berpartisipasi. Manusia
berbaju besi dan berdasi emas dan
bertopi baja mulai turun ke jalan raya mengkampanyekan visi dan misi kepada
rakyat di kabupaten intan jaya. Dengan
dalih janji, seruan berikut kerap kali dilontarkan “Jangan lupa pilih kami supaya
kami perhatikan nasib masa depan
kalian nyatanya korban yang berjatuhan”.
Harapan
perubahan dari sebuah realitas pendertiaan masyarakat tak bersuara dan
termarjinal ada dibalik pilkada. Jelas sekali, sulit diungkapkan seberapa dalam
keintimanannya sebab janji demi janji masih terselib dari tahun ke tahun.
Kontribusi dari partai politik akan sosialisasi terhadap masyarakat pun
dijadikan bagian yang tidak jelas, utopia.
Dalam
situasi demikian, gejolak sandiwara politik tak kalah riuhnya jika dibandingkan
dengan sosialisasi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Intan Jaya. Berbagai cara dilakukan untuk
meyakingkan rakyat untuk tidak golput. Itulah salah satu cita-cita luhur dan
perjuangan para anggota KPU di Republik ini. Namun kenyataannya, sosialisasi pemilu
tak berhasil meyakingkan rakyat. Para lagi, di berbagai tempat yang sulit
dijangkau dengan transportasi udara maupun darat bahkan tak tahu apa itu
Pilkada. Tak pelak, sebagian besar masyarakat melahan menyibukkan diri dengan
kegiatan privat. Sehingga pendidikan pilkada
belum tersalurkan dengan baik akhirnya terjadi konflik yang dikendalikan oleh
elit politik lokal karena paham politik pilkada tidak berhasil memberi
pemahaman.
Terlepas dari itu, Pilkada Kabupaten Intan Jaya menjadi bagian yang sulit dipisahkan
dari hegemoni politik dan konstentasi politik yang dimana politikus mengejar
kekuasaan dan uang.
Memobilisasi masa yang luar biasa secara terakomodir mereka melancarkan demi
mengejar takta dan kuasa. Benturan dua kelompok
massa pendukung calon bupati dan wakil Bupati Intan Jaya pada Kamis lalu, 23
Februari 2017 Menelang
korban jumlah berlebihan, nyawa manusia yang nota benenya masyarakat yang tidak
tahu sama sekali tentang politik menjadi korban danggangan politik serius dan sistematis dan sulit dijelaskan sekenarionya.
Ungkapan kekecewan mulai terungkap, saling mempropoganda
mulai tercium. Yang tidak bertahan mulai ungkapkan kekecewan dengan emosional.
Meluplah kekecewaan itu saling serang dan menyerang antara paslon nomor urut 2
dan paslon nomor urut 3 berujung konflik.
Demokrasi
memang memberikan kebebasandan keleluasan bagi indivindu dan kelompok untuk
melakukan aktualisasi diri dan interaksi dengan bijak agar mampu mengatasi
problem yang mucul namun berubah menjadi tragedi. Harapan kita,menyelenggarakan
pilkada secara demokrasi untuk menjujung tinggi nilai-nilai pancasia tidak terlaksana. Demokrasi dalam
penyelenggaraan pilkada di kabupaten intan jaya Papua berujung pada konflik menghancurkan harta kekayaan selama hidup mereka berjuang
dilahap habis karena dibakar dalam waktu singkat. Hal ini terjadi karena emosional politik yang terpendam
lama diungkapkan melalui kekerasan pilkada
Terlepas dari itu, Penyebaran
isu lain adalah SARA
yang tidak sepantasnya diungkapkan
seperti diliris dimedia nabire net, dan “dimedia viva.co.id sabtu, 25 februari 2017 | 21:42. Banyak orang tewas akibat bentrokan pilkada intan jaya – bentrok antar
kubu pasangan calon bupati dan wakil bupati yang bertarung dalam pilkada
kabupaten intan jaya, papua, terus berlanjut hinga sabtu 25 februari. Korban
tewas dikabarkan bertambah menjadi enam orang dan luka-luka terkena panah
sekitar 600 orang. situasi rumah-rumah di sugapa juga banyak kosong karena
ditinggalkan penghuninya mengungsi ke tempat lain. ''rumah-rumah banyak kosong,
karena pada takut, kalau tidak dibakar lalu dijarah”.
Konflik serangan ini membawa tramuma
demi trauma membekas dibenak masyarakat Intan Jaya. Masyarakatnya belum memberikan
penjelasan yang memadai tentang
pendidikan politik Pilkada. Pemahaman Pilkada
belum jelaskan baik kepada massa pendukung
tentang tahapan-tahapan pilkada hingga pengumuman
pemenang. Jujur saja bahwa pendidikan paham
politik perlu diberikan oleh penyelenggara kepada masyarakat secara
benar. Supaya demokrasi sungguh-sungguh
mendarat dan memperoleh
pemahaman yang bukan hanya berujung pada kekuasaan
dan uang tetapi membuat pemahaman
melalui sosialisasinya. Sosialisasi yang tidak
jelas membuat banyak warga masyarkat menjadi korban
harta kekayaan. Untuk itu, segala cara tidak perlu dikerahkan untuk mendapat
simpatik publik demi perebutan kekuasan
secara kekerasaan yang tidak
manusiawi.
Ontologi dari konstentansi demokrasi
politik bukanlah ajang
debat fisik dan kekerasan tetapi
pertaruhan konsep pembangunan yang dapat ditawarkan kepada publik. Ini artinya pengertian akan subtansi pemahaman yang kontinyu dan menyuluruh.
Salah
satu strategis yang bisa dilakukan
adalah demokrasi tanpa paksa dan memberi kebebasan untuk memilih dan dipilih
tanpa intervensi dan mobilisasi masa untuk
merebut simpatik rakyat. Sudah pasti
bawah masyarakat sudah tahu dan dipastikan melalui kampanye menjelaskan visi
dan misi menjadi tawaran untuk membangun daerah. Maka itu, Perlu adanya konsep dan
strategis demi masa depan program yang sesuai denga konteks. Disisi lain
perlu menilai situasi saat untuk menjadi konsipirasi politik yang sehat bila ada jaminan
perdamian. Namun jaminan tidak diberikan secara baik dan benar makannya membangun
pemikiran positif berubah menjadi negatif karena kedua paslon melancarkan
perebutan kekuasan dengan kekerasan demi kekerasan untuk menghancurkan
demokrasi menjadi pilihan bebas. Tetapi membangun arena pemahaman yang secara
terstruktur terutama melalui sosialisasi politik yang dewasa supaya tidak terjadi
sengeta Pilkada.
Para bakal calon perlu memberi
kesadaran politik juga secara sungguh-sungguh
yang indenpent dengan nilai yang
ditawarkan. Kekuasan bukan abadi, membuat kepentingan mendominasi pelaksanan
secara langsung dan tak langsung dapat dirumuskan secara struktur kekerasan.
Tak ada kosa kata akan jaminan keyakinan dan gagasan untuk melahirkan kesadaran
akan berpolitik sehat sehingga demokrasi tercipta namun melahirkan gagasan yang
salah membuat begitu banyak korban berjatuhan.
Ketidakdewasaan
berpolitik dari bakal calon terhadap transparansi
administrasi pemungkutan suara oleh penyelenggara pilkada membuat profesionalisme dalam penetapan jadwal pleno tingkat distrik (kecamatan)
tidak jelas dan kurang penegasan penjadwalan penetapan pleno secara terbuka umum
dan bebas yang dilakukan oleh penyelenggara akhirnya terjadi,
Propanganda antara pendukung
paslon nomor urut 2 dan nomor urut 3 melahirkan provokasi oleh oknum-oknum yang mempunyai
kepentingan yang gila
akan kekuasaan dan uang.
Memberi jaminan keamanan yang kurang konduksif membuat konflik yang tidak bisa kendalikan oleh pihak keamanan karena
keterbatasan keamanan melebih masa pendukung kandidat atau paslon melahirkan
benturan berujung kematian warga intan jaya yang tidak tahu tentang poltik,
pada hal mereka (masyarakat) dijadikan
sebagai objek atau danggan politik.
Masyarakat
menjadi korban konflik luar biasa
yang sedang terjadi di kabupaten Intan Jaya adalah rumah-rumah warga terbakar hangus, banyak masyarakat
mengalami luka ringan dan luka berat hingga korban nyawa
berjatuhan. Semuanya disebabkan
karena tidak adanya kerja sama antara penyelenggara maupun paslon dalam Pilkada
melalui sosialisasi pendidikan politik bagi
masyarakat.
Melihat
situasi yang terjadi di kabupaten
intan jaya maka kami Mahasiswa/i Se-Jawa dan Bali yang terhimpun di dalam Badan Pengurus
Harian Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Moni
Se-Jawa dan Bali (BPH IPMMO) menyampaikan aspirasi melalui pernyataan sikap untuk keamanan dan kenyamanan
masyarakat di kabupaten Intan
Jaya sesuai dengan peristiwa terkaitnya
senggeta
Pilkada sebagai berikut bahwa:
1. Kepada
Bapak Kapolda
Paulus Waterpauw, segera mengamankan konflik pilkada dan menambah pasukan kemanan untuk melindungi
warga masyarakt
di kabupaten
intan jaya
2. Kepada
Bapak Kapolda
Paulus Waterpauw, segera memecat dan
memproses secara hukum bagi Okum Brimob dan Polisi yang telah terbukti menembak
masyarakat dengan menggunakan alat Negara (Senjata)
3. Paslon nomor urut 2 dan nomor urut 3 dan tiem sukses ditangkap
dan diamankan oleh pihak keamanan untuk memintai
keterangan terjadinya konflik pilkada.
4. Kepada
pihak keamanan segera menangkap,
menyelidiki, dan memproses secara hukum oknum-oknum
yang Provokasi sengeta pilkada
dengan unsur SARA.
5. Kepada
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
daerah dan Pihak penyelenggara Pilkada segera bertanggungjawab atas korban konflik Pilkada yang sudah terjadi.
6. Kepada
pihak keamanan, dilarang
keras untuk menggunakan alat Negara (senjata) untuk menembak masyarakat saat
pengamanan tetapi lebih
kepada persuatif demi pengamanan dan perlindungan warga masyarakat.
Dengan demikian, Pernyataan sikap ini kami dari mahasiswa/i BPH IPMMO Se-Jawa dan Bali sebagai
solusi penangganan konflik pilkada yang terjadi di kabupaten intan jaya dan menegahkan hukum yang seadil-adilnya terhadap
pernyataan sikap kami.
#Bersama Selamatkan Manusia dan
Alam Intan Jaya, Kekuasan Bukan
Abadi#
28
September 2017
Pelajar
dan Mahasiswa IPMMO Se-Jawa dan Bali
Liputor: Manfred/KM
Konflik Timika: 500 Warga Pengungsi membutuhkan Bantuan dari Berbagai Pihak
By Kabar Mapegaa 2:15:00 PM BERITA PAPUA , Berita Tanah Papua , CUACA. TIMIKA , Konfilk Warga , PELANGGARAN HAM
Warga yang mengungsi di Distrik Kula Kencana,(Foto: Melkisedek/KM) |
Timika, (KM)-- Ratusan warga Iliale, Distrik Kwamki Narama, Mimika,
Papua, (25/07) lalu, mengungsi di sejumlah Gereja pasca-terjadinya
bentrok antar-daerah. Pengungsi mendirikan tenda di halaman Gereja GIDI Jemaat
Getsemani yang berada kampung Karang Senang, Distrik Kuala
Kencana.
Sekitar 500 pengungsi yang kebanyakan terdiri dari perempuan dan
anak-anak itu, terpaksa mengungsi karena takut adanya serangan susulan dari
kelompok warga kubu atas ke wilayah Iliale.
Warga mulai mengungsi semenjak terjadinya penyerangan di wilayah
Iliale, bahkan kebanyakan dari mereka yang mengungsi adalah korban yang rumahnya
dirusak dan dibakar massa.
Dikabarkan Awalnya jumlah pengungsi mencapai 1000 jiwa, namun
sekitar limaratusan telah berangkat ke Jayapura, Ibu Kota Provinsi Papua dan
sisanya masih menetap di Kuala Kencana.
Korban pengungsi, Nelius Tabuni, kepada KabarMapegaa.com, Kamis (11/08), mengatakan, kalau kelompok
pengungsian itu diserang oleh sekelompok orang dan benda-benda berharga mereka
pun dibakar habis oleh kelompok tersebut.
“Kami kaget dengan tindakan kriminal yang mereka buat secara
tiba-tiba serang kami , harta benda kami di bakar hangus oleh mereka,” katanya
saat diwawancara media ini.
Tabuni juga menilai, serangan sekelompok tidak sesuai dengan
mekanisme aturan adat yang sudah di tentukan,
sebelum perang kedua belah pihak
koordinasi dahulu untuk tentukan waktu turun ke Medan
perang.
Dengan kejadian tersebut, kata
Tabuni, masyarakat korban membutuh bantuan sarana dan prasarana dari
berbagai pihak, baik pemerintah daerah
kabupaten Mimika, Gereja, lembaga-lembaga, Organisasi bahkan individual untuk
memenuhi kebutuhan korban
pengungsi.
“Kami mengungsi, tanpa membawa peralatan sesuatu apapun, Pakaian,
alat dapur serta kebutuhan lainnya, sehingga kami membutuhkan bantuan dari
berbagai pihak. Ujar
tabuni
Pewarta: Melsedik Ugapigu Yogi
Editor: Manfred