Gubernur Papua diminta cabut IUP dan PERGUB 41 TAHUN 2011
By Kabar Mapegaa 2:42:00 PM BERITA PAPUA , Dewan Adat Mee , Dewan Adat Papua , Toko Adat
Jhon Gobai, baju biru tengah, saat bertemu dengan Tim Darip Polda (Foto:Ist/KM) |
Timika, (KM)--- Dewan Adat Papua sebagai representative Masyarakat Adat Papua, khususnya di Wilayah adat Meepago yang meliputi Kabupaten Nabire, Paniai, Intan Jaya, Deiyai, Dogiyai dan Mimika. diminta cabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Peraturan Gubernur (PERGUB) No. 41 Tahun 2011, tentang Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara.
Hal ini disampikan Jhon NR Gobai, sekertaris II Dewan Adat Papua dan juga ketua dewan adat Paniai, Selasa (31/01/2017), Kata dia, Pemberian IUP Eksplorasi bagi PT. Madinah Qurataain, PT. Pasific Mining Jaya dan PT. Benliz Pasific pada tahun 2013, yang dikeluarkan berdasarkan Peraturan Gubernur Papua, Nomor 41 Tahun 2011 tentang Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara, menurutnmya telah diberikan tanpa sepengetahuan dan persetujuan masyarakat adat Pemilik Hak Atas Tanah, ini jelas bertentangan dengan Pasal 135 UU No 4 Tahun 2009.
pihaknya menjelaskan Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Dia juga menilai, Peraturan Gubernur Papua No 41 Tahun 2011 tentang Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara, di buat tanpa adanya PERDASI, padahal Pergub adalah pelaksanaan dari PERDASI dalam Pergub terutama pasal 13 yang isinya adalah “IUP diberikan oleh Gubernur” ini jelas bertentangan dengan UU No 4 Tahun 2009, karena dalam UU No 4 Tahun 2009 telah jelas batasannya.
Dia juga menjelaskan, untuk wilayah kabupaten adalah kewenangan Bupati, Lintas Wilayah Kabupaten oleh Gubernur. Ini jelas bertentangan dengan asas hukum Lex Superiori derogate lex inferiori (Aturan Hukum yang lebih tinggi mengesampingkan aturan hukum lebih rendah).
"Sejak adanya UU No 23 Tahun 2014, telah ada pembagian urusan pemerintahan yang jelas, UU ini tidak berlaku surut untuk Ijin-ijin yang diberikan oleh Pejabat Pemerintahan dan tidak dapat meniadakan ijin-ijin yang telah dikeluarkan oleh para bupati,"katanya.
Lanjut dia, Pemberian IUP PT .Madinah Qurataain, PT. Pasific Mining Jaya dan PT. Benliz Pasific di Provinsi Papua dengan dasar Pergub No 41 Tahun 2011, jelas bertentangan dengan UU No 4 tahun 2009 terutama Pasal 7 dan Pasal 37 UU No 4 Tahun 2009, rujukan hukumnya UU No 21 Tahun 2001 adalah keliru karena dalam Pasal dan ayat dalam UU ini tidak ada yang menyinggung soal Pertambangan kecuali bagi hasil.
Dewan Adat juga, diduga ada konsipirasi dan kolusi antara Oknum Pejabat di Lingkungan Dinas ESDM Papua dengan Pemegang IUP, yang terkesan mengabaikan semua peraturan perundang undangan yang harus menjadi rujukan demi kepentingan Pemegang IUP.
"Pemegang IUP PT. Madinah Qurataain, PT. Pasific Mining Jaya dan PT. Benliz Pasific tersebut tidak pernah melakukan kegiatan apa-apa, sesuai dengan kewajiban pemegang IUP adalah dalam 6 (enam) bulan harus melakukan kegiatan di Wilayah Meepago dan juga tidak perna mendapatkan rekomendasi dari Bupati yang wilayahnya di plot untuk Pemegang IUP ini ,"Beber Jhon Ketua Dewan Adat Paniai.
Dia lagi, Peta serta wilayah konsesi dengan IUP Provinsi juga dipakai untuk membagi bagi kepada investor lain tanpa sepengetahuan masyarakat adat pemilik tanah, seperti yang dilakukan, dari PT. Benliz Pasific kepada PT. Madinah Qurataain untuk wilayah di Degeuwo, pada tanggal 19 November 2009 di Jayapura.
"Bupati Paniai tanggal 5 september 2011, sesuai dengan PERDASI No 14 Tahun 2008 telah mengusulkan kepada Gubernur Papua dan juga aspirasi masyarakat bahwa wilayah ini harus menjadi Wilayah Pertambangan Rakyat, namun wilayah itu telah ditetapkan pada tahun 2013 oleh Dinas ESDM Papua sebagai WIUP PT. Benliz Pasific. ini jelas merugikan masyarakat papua yang adalah Penambang Rakyat yang telah melakukan kegiatan dari tahun 2003.
"Dari data yang Dewan adat dapat dari DIRJEN MINERBA, Pemegang IUP ini juga merugikan Negara karena masih menunggak Kewajiban membayar PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak) kepada Dirjen Minerba selama tahun 2013,2014 dan 2016. "jelasnya.
Ini empat tuntutan Dewan adat terkait Peraturan Gubernur Papua No 41 Tahun 2011 tentang Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara. Dewan adat meminta dan menegaskan kepada Mentri ESDM Republik Indonesia;
Pertama, Tidak mengikutkan kedua Pemegang IUP tersebut diatas didalam Verifikasi Perijinan dalam rangka CnC di Direktorat Mineral dan Batubara Kementrian ESDM RI, karena pemberian Ijinnya jelas bertentangan dengan Peraturan Perundang undangan yang berlaku.
Kedua, Merekomendasikan kepada Gubernur Papua sesuai dengan kewenangannya, mencabut semua ijin yang dikeluarkan tanpa persetujuan masyarakat adat sesuai dengan UU No 4 Tahun 2009 dan UU No 21 Tahun 2001
Ketiga, pemegang IUP tersebut diatas telah merugikan Negara dengan menunggak Kewajiban membayar PNBP (Pendapatan Negara Bukan Pajak).
Keempat, Bapak Gubernur Papua agar mencabut Pergub 41 Tahun 2011 dan Ijin ijin yang mengikutinya, ini produk Mantan Gubernur Bas Suebu.
Liputor: Andy-Go
Ancaman Masa depan Ekonomi Masyarakat Adat
By redaksikabarmapegaa 10:16:00 PM Dewan Adat Papua , Ekonomi , Opini
Foto : Yaning F, Dok. KM |
Oleh : Yaning
Opini (KM)-- Pembangunan kini
telah merambat masuk kedalam kehidupan masyarakat namun dampak dari pembangunan
yang telah dilakukan oleh pemerintah tidak terkontrol sehingga menjadi ancaman
bagi anak cucu kita ke depan. Jika kita ingin menyelamatkan kehidupan
masyarakat hukum adat maka kita perlu melihat setiap tawaran pebangunan dengan
jelih.
Pembangunan tidak
mesti mengorbankan kehidupan trandisional, namun pembangunan harus dapat
menjamin kehidupan masyarakat hukum adat. Saya melihat pembangunan yang
dilancarkan oleh pemerintah kini telah membunuh kehidupan Ekonomi masyarakat
adat, sehingga masyarakat adat tidak dapat bersaing dalam dunia pasar. Hari ini
wilayah perkotaan yang dibuka oleh pemerintah telah menciptakan kesenjangan
sosial ditengah kehidupan masyarakat adat. Beberapa kali ada demonstrasi
mama-mama pasar karena wilayah pasar telah dikuasai oleh kaum imigran.
Mama-mama Papua mengalami kemunduran dalam pendapatan. Sehingga ada
kebijakan-kebijakan yang diadopsi oleh pemerintah dengan membangun pasar tradisional bagi mama-mama asli Papua.
Namun mengapa hal itu tidak membawa perubahan, karena wilayah pasar tidak
strategi.
Untuk itu yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana mengamankan wilayah tradisional sebagai ladang
bisnis. Dimana wilayah tradisional itu tidak diberikan kepada kaum imigran
sebagai wilayah pasar, sehingga aktifitas ekonomi benar-benar dirasakan dan
dimanfaatkan oleh masyarakat hukum adat setempat.
Beberapa hal yang
perlu diperhatikan bersama antara lain masyarakat adat harus dijadikan sebagai
subyek pasar di wilayah hukum adat. Masyarakat imigran harus menjadi konsumen
terhadapat objek pasar dilingkungan masyarakat adat. Dengan melakukan hal itu, maka akan ada
jaminan bagi masa depan ekonomi masyarakat adat.
Pembatasan
pasar kaum imigran
Mengapa perlu adanya pembatasan usaha kaum imigran
di wilayah kampung? Karena realita hari menjelaskan
bahwa perekonomian diwilayah perkotaan telah di kuasai oleh kaum imigran
(pendatang), sehingga masyarakat Papua dari suku-suku asli yang ada di wilayah
perkotaan di Papua tidak dapat melakukan aktifitas ekonomi bisnis. Dimana
hampir semua bidang usaha telah diambil alih atau di kuasai oleh kaum
pendatang. Sehingga jika para imigran memasuki wilayah perkampungan dan
mendirikan usaha apa saja, maka cepat atau lambat masyarakat kampung akan
menjadi korban keburukan ekonomi karena tidak dapat memanfaatkan
peluang-peluang bisnis yang ada diwilayah kampung setempat. Dengan kata lain,
para imigran akan menguasai pasar bisnis hingga ke dalam wilayah suku mapupun kampung,
dan masyarakat adat akan menjadi korban yang tersisih.
Untuk itu, perlu adanya pembatasan bagi para imigran-kaum
pendatang untuk melakukan segala bentuk usaha bisnis diwilayah masyarakat adat, agar
hal itu dapat memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi masyarakat adat
diwilayah hukum adat untuk dapat memulai kehidupan bisnis demi menunjang
kehidupan ekonomi. Dan hal ini juga akan memberikan penyadaran kepada
masyarakat adat untuk dapat memanfaatkan peluang diwilayahnya untuk menjamin
kehidupan generasinya.
Larangan
pemanfaatan sumber daya alam (satwa liar, dan hutan)
Hutan Papua memiliki begitu banyak kekayaan sumber daya
alam mulai dari tumbuh-tubuhan sampai pada satwa liar yang kini menarik
perhatian para imigran untuk lebih memilih hidup di Papua ketimbang ke wilayah
lain. Karena kurangnya pengawasan yang tegas dari pemilik hak ulayat dan
masyarakat adat setempat maka, para imigran bisa dengan mudah menembus masuk ke
dalam hutan Papua (Timur-Barat, Utara-Selatan) untuk melakukan segala aktifitas
demi mencapai kebutuhan hidup. Saat ini kita lihat saja dengan mata kepala kita
bahwa penebangan liar terjadi dimana-mana, pemburuan terhadap satwa liar
dilingkungan masyarakat adat juga terjadi dengan seenaknya tanpa ada ijin
kepada pemilik dusun atau wilayah setempat. Ini telah menjadi penyakit bagi
generasi hari ini, dimana aktifitas para imigran telah dengan perlahan membunuh
kehidupan masyarakat pribumi yang menggantungkan hidupnya pada sumber daya
alam. Untuk itu, demi penyelamatan generasi Papua yang hidup di wilayah suku
maupun kampung, maka perlu adanya larangan keras bagi para imigran agar tidak
dengan sewenang-wenang memasuki wilayah kampung untuk melakukan aktifitas
pemburuan satwa liar dan juga penebangan pohon di wilayah masyarakat hukum adat.
Dengan demikian, jika
larangan itu dapat dibuat, maka masyarakat hukum adat dapat dengan mudah
memanfaatkan sumber daya alam (Pohon dan Satwa liar) untuk menjamin kehidupan
ekonomi.
Larangan
mencari dilaut lepas pantai wilayah perkampungan
Jika kini kita
melihat bahwa pasar ikan di wilayah perkotaan dikuasai oleh kaum pendatang, itu
akibat dari faktor pembiaran yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah
dimana wilayah laut tradisional tidak di jadikan objek ekonomi pasar oleh
masyarakat adat di wilayah tersebut. Kini kita melihat lagi bahwa, selain
penguasaan pasar ikan di wilayah perkotaan, saat ini para imigran dengan
seenaknya bisa menembus laut di wilayah suku atau perkampungan dan melakukan
penangkapan ikan dengan bebas, sehingga masyarakat kampung yang notabenenya
adalah nelayan mendapat kesulitan untuk memanfaatkan laut dalam menunjang
ekonomi.
Jika masyarakat
pendatang dibiarkan dengan mudah untuk melakukan aktifitas nelayan di wilayah
tradisional kampung maka dengan sendirinya hal itu menjadi alat untuk mematikan
kehidupan ekonomi masyarakat kampung. Untuk itu perlu adanya larangan untuk
bagi kaum imigran untuk tidak melakukan aktifitas nelayan diwilayah tradisional
masyarakat kampung agar dengan adanya batasan itu, masyarakat kampung dapat
menjamin kehidupan ekomomi dengan baik dan lancar.
Dan sebagai kesimpulan,
perlu diperhatikan adalah bahwa, masyarakat imigran harus menjadi
konsumen-pembeli, bukan merupakan subyek pasar. Masyarakat hukum adatlah yang
harus menjadi subyek pasar atas segala kekayaan alam yang ada dilaut maupun di
darat, bahkan dalam jenis usaha bisnis apapun di wilayah tradisional masyarakat
adat, agar kehidupan ekomomi masyarakat adat benar-benar terpelihara. Dan perlu
diingat, dengan melakukan pembatasan-pembatasan terhadap masyarakat imigran
diwilayah masyarakat adat akan dengan sendirinya mendidik masyarakat hukum adat
untuk hidup mandiri dan dapat memanfaatkan sumber daya dilingkuangn masyarakat
adat itu dengan baik . Serta hal ini akan menciptakan peluang pasar bagi kaum
pribumi di wilayah hukum adat.
Penulis Adalah Aktivis Papua Peduli Kemanusian Tinggal di Papua
Apa Itu Dewan Adat dan Untuk Apa [1]
By Kabar Mapegaa 11:18:00 AM ARTIKEL , Dewan Adat Mee , Dewan Adat Papua
Oleh: John NR Gobai, Ketua Dewan Adat Daerah Paniyai/Sekretaris I Dewan Adat Papua
Foto.Doc.Prib. DAP. Ist |
Pengantar
Banyak kalangan selalu bingung antara LMA, DEWAN ADAT, dan Kepala Suku, oleh karena itu saya berpikir kalau kami sepakat dulu nama apa yang mau kita pakai, agar jangan terjadi salah paham antar masyarakat dan juga, agar kelompok-kelompok ini tidak saling curiga serta akan bermuara kepada perpecahan, sehingga mudah saja dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok tertentu.
Dari semua itu sebenarnya DEWAN ADAT, LMA dan Kepala Suku mempunyai TUPOKSI yang sama, tergantung Pimpinan dan Pengurusnya, bagaimana melaksanakan TUPOKSInya, sungguh-sungguh untuk berbakti kepada Negeri dan mengabdi kepada Masyarakat. Pasti banyak orang mempunyai pandangan masing-masing, tentang tujuan, TUPOKSI Dewan Adat, tetapi kami akan memaparkan menurut pemahaman dan pengalaman saya.
Masyarakat Adat dan Dewan Adat
UU OTSUS Papua, bagi Papua merupakan Jawaban Jakarta atas aspirasi Papua yang mengemuka di Papua sejak tahun 1999 dan bagi Jakarta ini adalah komitmen Jakarta untuk bangun Papua. Hal yang menjadi perhatian utama dari UU OTSUS adalah Pengakuan dan penghormatan bagi Masyarakat Adat dengan Roh nya adalah Perlindungan, Keberpihakan dan Pemberdayaan: Perlu diketahui bahwa, Masyarakat Adat yang adalah Warga Masyarakat asli yang hidup dalam wilayah tertentu sejak dahulu kala sebelum masuknya pengaruh luar tunduk kepada norma-norma dan nilai-nilai tertentu.
Dalam hidupnya mereka di atur oleh, Hukum Adat yang adalah aturan atau norma yang tidak tertulis yang hidup dalam masyarakat, mengatur mengikat dan dipertahankan serta mempunyai sanksi; Masyarakat itu di atur dan tinggal dalam sebuah wilayah, yang kami sebut, Wilayah Adat adalah Wilayah tempat tinggal kelompok orang(suku) secara turun–temurun dengan interaksi sosial yang diatur oleh norma-norma adat yang baku.
Sesuai dengan perkembangan dan tuntutan jaman maka diperlukan adanya organisasi yang mengatur masyarakat adat, Hak-hak masyarakat adat dalam Wilayah Adat yang disebut dengan Dewan Adat;
Tujuan, Kedudukan, TUPOKSI Dewan Adat.
Dewan Adat, dibentuk dengan tujuan :
a. Melindungi, mempertahankan, nilai-nilai adat istiadat yang positif dan untuk memperjuangkan Hak-hak Masyarakat Adat;
b. Mendukung program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan swasta yang bertujuan baik bagi masyarakat adat;
c. Memperjuangkan hak-hak masyarakat adat Sumber Daya Alam yang terdapat di atas dan yang terkandung didalamnya di Wilayah Adatnya;
d. Meningkatkan kesejahteraan Masyarakat Adat melalui pengelolaan sumber daya alam yang berbasis ekonomi kerakyatan untuk mendukung pelaksanaan program pembangunan daerah;
e. Memfasilitasi upaya penyelesaian sengketa-sengketa yang terjadi diantara anggota masyarakat adat, maupun masyarakat adat dengan pihak Iuar di wilayah adat;
Kedudukan Dewan Adat
- Dewan Adat berkedudukan sebagai wadah organisasi musyawarah, Kepala-Kepala Emawa, Dewan Adat Kampung, Dewan Adat Distrik,, Dewan Adat Daerah, yang berada diluar susunan organisasi pemerintah di Kabupaten, Distrik dan Kampung;
- Dewan Adat mempunyai tugas : a) Menampung dan menyalurkan pendapat masyarakat kepada pemerintah dan swasta •Iainnya serta menyelesaikan perselisihan yang menyangkut hukum adat, adat istiadat, kebiasaan masyarakat wilayah adat; b) Melindungi, melestarikan dan memberdayakan adat istiadat yang hampir hilang dalam memperkaya budaya daerah; c) Melindungi, mengatur dan memperjuangkan hak-hak masyarakat Adat daerah terhadap pengelolaan sumber daya alam dalam wilayah; d) Menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis serta obyektif antara Dewan Adat dengan aparat pemerintah daerah.
Dewan Adat mempunyai fungsi antara lain :
Informator, Mediator dan Fasilitator antara Masyarakat Adat, Perusahaan, Swasta sosial dan, lembaga lain;
Dewan Adat mempunyai Hak sebagai berikut :
Dewan Adat mempunyai Hak sebagai berikut :
- Meminta keterangan kepada pihak luar yang datang untuk mengadakan kegiatan baik tetap maupun sementara dalam Wilayah Adat;
- Menjalin hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan dengan lembaga-lembaga pemerintah, non pemerintah dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat adat kearah yang lebih baik.
Dewan Adat mempunyai kewajiban sebagai berikut:
- Bersama dengan pihak pemerintah atau swasta Memberikan perlindungan kepada Hak-hak Adat terhadap sumber daya alam, hasil seni Masyarakat Adat;
- Ikut mendukung proses pembangunan, penyelenggaraan pemerintahan, serta wajib mengawasi pembangunan dengan terutama untuk bidang-bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat;
- Bersama pihak lain seperti Kepolisian, Menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat agar tidak melebar dan tidak membebankan pihak lain antara lain pemerintah atau swasta:
Struktur Organisasi Dewan Adat
Organisasi sebagai berikut:
- Tingkat Tertinggi adalah Konferensi / Musyawarah Masyarakat Adat
- Tingkat Pusat adalah Dewan Adat Daerah
- Tingkat Tingkat adalah Dewan Adat Wilayah Adat/Distrik
- Tingkat Kampung adalah Dewan Adat Kampung
- Kepala-kepala Emawa
Syarat Pengurus
- Orang yang selalu mengutamakan kepentingan umum tanpa melupakan kepentingan pribadinya
- Orang mempunyai hati dan merasa semua orang adalah bagian darinya.
- Orang terbuka, dan dapat diterima oleh semua golongan.
- Orang bisa memberikan perhatian penuh kepada Dewan Adat dan tidak disibukan oleh kepentingan yang lain-lain.
Relevansi Dewan Adat saat ini
Banyak persoalan tanah, tambang, penetapan aparatur pemerintah, penentuan pengurus partai politik, ORMAS dll. Ada juga keinginan merdeka di daerah Papua dan keinginan yang sedang muncul didalam masyarakat adat baik secara Internasional, Nasional maupun daerah, maupun program baik dari Pemerintah, Swasta maupun Aparat Militer. Jika ada persoalan yang muncul dalam masyarakat, yang harus dilihat adalah, apakah itu adalah bidang tugasnya Dewan Adat atau tidak, jika hal itu hal yang sudah ada aturannya karena itu ada aturan pemerintah baik Keputusan Pemerintah (Presiden sampai Bupati), tidak perlu Dewan Adat memaksa diri untuk menyelesaikannya tetapi serahkan kepada aturannya.
Kadangkala juga ada persoalan, meninggalnya orang atau kecelakaan akibat perbuatan atau kelalaiannya sendiri, yang tidak ada kaitan dengan pemerintah atau pihak lain, masyarakat kita berusaha untuk mengkaitkan dengan Pemerintah dan menuntut pemerintah bertanggung jawab, jika persoalan tersebut maka Dewan Adat jangan muncul sebagai pahlawan hanya untuk di puji tetapi Dewan Adat harus menyelesaikan dengan melihat akar masalahnya bukan hanya karena kesan semata.Yang penting sekarang DEWAN ADAT haruslah menjadi PAGAR (Eda), Eda itu bukan Pagar kayu tetapi Pagar dengan aturan-aturan Organisasi Dewan Adat, Aturan-aturan Dewan Adat, Kesadaran diri dan Dewan Adat adalah RUMAH atau Emawa, Tempat ini biasanya digunakan sebagai tempat mereka melakukan Musyawarah, melakukan Praktek Demokrasi dalam usaha mencapai suatu kesepakatan bersama, ditempat ini segala hal baik hal yang baik maupun tidak baik mereka bicarakan antara lain: Pembicaraan tentang pelestarian nilai-nilai adat, Perkembangan budaya, Marga, kehidupan dalam masyarakat, penyelesaian masalah serta hal-hal lain tentang nilai-nilai yang datang dari berbagai pihak, yang datang kepada Masyarakat Adat, pembicaraan inilah yang dimaksudkan DEWAN ADAT sebagai PAGAR (Eda) dan RUMAH (Emawa)
Penutup
Akhirnya Dewan Adat haruslah bersama Gereja, Pemerintah Swasta membangun Deiyai pada bidang pelayanannya dengan menempatkan Kesejahteraan Masyarakat sebagai Hukum Tertinggi, dan membangun dengan kesungguhan dan dengan hati yang penuh ketulusan, dengan membuang sikab Ego kedaerahan, Marga dan Agama.
Dewan Adat harus membuka diri dengan siapa saja, darimana pun dia, yang penting mempunyai niat yang tulus untuk membangun Deiyai dan merasa Deiyai adalah Rumahnya.
Dewan Adat adalah Rumah bagi semua orang bukan orang-orang tertentu, jangan dari DEWAN ADAT muncul hal-hal yang memecahbelah masyarakat karena banyaknya kepentingan rawan terjadi konflik, jangan dari Dewan Adat muncul kata-kata Kamu Pendatang dan Kami Asli, Daerah ini TUHAN titip untuk kami jaga jangan kotori dengan kerakusan, egoisme, dan lain-lain.
Dewan Adat adalah Tempat untuk mengajak orang berpikir dengan Otak yang bersih, melayani dengan hati yang tulus, dan melayani dengan tangan yang sungguh-sungguh supaya kami bisa membangun dengan baik kampung halaman ini sebagai EMAWA semua masyarakat Deiyai
Akhirnya Dewan Adat ada untuk Masyarakat Adat, Wilayah Adat dan Hak Adatnya serta untuk kepentingan Masyarakat adat bukan pribadi dan golongan, untuk itu semua pihak haruslah memberikan
PENGAKUAN DAN PENGHORMATAN;
KOYA UMINA ,NAGAYAWEGA EBATEGA KOUYA
KOYA UMINA ,NAGAYAWEGA EBATEGA KOUYA
(Terima Kasih karena anda telah membaca)
[1] Makalah di sampaikan pada Musyawarah Adat Daerah Deiyai, Wakeitei, 27-28 Februari 2012
Sumber: Dewan Adat Paniai (DAP)
(06/Red/PO/KM)
Ini Siaran Pers Dewan Adat Papua: Kekerasan Terhadap Warga Sipil Di Biak
By Kabar Mapegaa 10:15:00 AM Dewan Adat Papua , Siaran Pers
Ilustrasi.Ist |
SIARAN PERS DEWAN ADAT PAPUA
KEKERASAN APARAT TERHADAP WARGA SIPIL ATAS NAMA SIMON WARIKAR DALAM TAHANAN POLRES BIAK NUMFOR
SIMON WARIKAR (43 Tahun) kristen, kejadian diduga pada Jam 08-09 pagi, 21 Agustus 2016 Tempat Kejadian Tindak Kekerasan Polres Biak Numfor (Ruang Tahanan) akibat Kekerasan Yang Dialami Korban; Dirawat opname di Rumah Sakit Umum Biak, Limpah pecah (telah dioperasi dan dikeluarkan), 3 tulang rusak patah, Pelipis bagian alis mata sobek, Memar dibagian tubuh lain TERDUGA PELAKU KEKERASAN Anggota Polres Biak Numfor (penyelidikan) Anggota saat piket jaga hari minggu pagi 21 Agustus 2016.
Kronologis:
Pada hari Minggu tanggal 21 Agustus 2016, korban dalam keadaan mabuk dirumah kos samofa, Biak, saat itu korban mau istirahat namun ada keributan ditetangga (bunyi musik keras), sehingga korban terganggu, karena marah korban memecahkan dua kaca jendela kos korban, setelah itu korban dan salah satu saudara di rumah duduk sambil bercerita, sementara itu ibu kos melaporkan kejadian tersebut kepada Polisi agar korban diamankan, saat itu polisi datang dan mengamankan korban untuk dibawa ke kantor Polisi (Polres Biak Numfor) salah satu adik korban (Zet Koba Warikar) meminta kepada polisi untuk ikut serta ke Polres menjaga Korban.
Polisi tidak mengizinkan kawan korban untuk ikut bersama ke kantor Polisi. “ Cuma mau diamankan saja, dan pada saat baik nanti kami pulangkan," kata salah satu Polisi kepada Kawan korban itu.
Sampai tiba disana korban didorong ke dalam sel, saat itu korban terjatuh dan menginjak Kursi sehingga patah sehingga perlakuan tersebut tidak diterima oleh korban, korban saat mau menentang, langsung dipukul oleh beberapa anggota Polisi lebih dari dua orang (Pengeroyakan di dalam Sel).
Saat itu tahanan lain juga ikut menyaksikan kekerasan tersebut, akibatnya tiga tulang rusuk korban patah, limpah pecah (Telah Dioperasi), pelipis pecah dan memar dibagian tubuh.
Saat itu juga ada salah satu anggota Polisi berkata “ko ganti kursi yang ko kasih patah.” Bicara dari luar jeruji, korban membalas “saya akan ganti kursi, tapi seandainya ada bagian tubuh saya yang rusak ko bisa ganti atau tidak? kalau kursi saya bisa ganti satu konteiner, tapi tubuh ini ko tidak bisa ganti.”
setelah itu korban tidur sampi sore dan ada salah satu polisi (Lintar) datang dan berkata korban diantar oleh Polisi tersebut dari rumah kos untuk diamankan disitu, dan polisi tersebut berkata “saya yang antar ko ke sini coba kamu tenang ka? Polisi tersebut berkata kepada korban tidak mengenal siapa-siapa yang pukul korban” polisi tersebut memaksa korban mandi saat itu korban menangis karena kesakitan, saat itu korban tidak bisa mengangkat tangan lagi.Setelah itu korban dibawa ke Rumah Sakit Umum Biak.
karena keadaan darurat limpah korban pecah sehingga korban langsung dioperasi (dikeluarkan limpahnya) pada tanggal 23 Agustus 2016.
Pada tanggal 25 Agustus 2016 keluarga korban didampingi Lembaga Bantuan Hukum Kyadawun Biak membuat Laporan Polisi NOMOR : 364/VIII/2016/PAPUA/RES BIAK di Polres Biak Numfor.
Analisa
Indonesia telah menandatangi Konvensi menentang Penyiksaan (UN Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) pada Oktober 1998. Namun dalam implementasi komitmen Indonesia terhadap Konvensi menentang Penyiksaan, Komite menentang Penyiksaan (Committee Against Torture).
Polisi adalah pelayan masyarakat yang harus memberikan pelayanan simpatik, termasuk saat menyelidiki sebuah kasus. Jika ada kekerasan dan penyiksaan yang menimpa tersangka atau tahanan, berarti penegak hukum tidak memahami Keputusan Kapolri dan KUHAP.
Tersangka atau tahanan termasuk dalam subjek yang harus dilindungi hak azasinya. Bahkan ketika mereka melakukan tindak kriminal, lalu dikeroyok masyarakat, polisi harus segera mengamankan pelaku kriminal itu.
Sebenarnya sebagai warga Negara Simon Warikar mempunyai hak untuk dilindungi Negara dan Kepolisian, Simon Warikar tetap dilindungi Hak Azasi Manusi (HAM) nya, tidak pantas seorang polisi menyiksa tahanan An. Simon Warikar.
Apa yang dilakukan oleh anggota Polres Biak Numfor ini jelas bertentangan dengan KEPKAPOLRI No 8 Tahun 2009, tentang Implementasi Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Pasal 11 (b) selanjutnya menetapkan bahwa polisi “tidak boleh melakukan (…) penyiksaan” kepada tahanan dan tersangka.
Permintaan Korban Dan Keluarga Korban :
Polres Biak Numfor Memproses Hukum Tegas Pelaku Secara Terbuka Dan Jujur:
Pertama, Secara pidana umum (menindaklanjuti laporanNomor 364/VIII/2016/PAPUA/RES BIAK
Kedua, Secara kode etik dalam institusi kepolisian (pemecatan dengan tidak hormat):
- Menolak seluruh biaya pengobatan yang akan diberikan oleh polres biak numfor untuk korban
- Menindak tegas pelaku sesuai aturan hukum yang berlaku
Kesimpulan
Sesuai UU No 26 Tahun 2000 dan Pasal 11 (b) KEPKAPOLRI No 8 Tahun 2009, tentang Implementasi Pelaksanaan Hak Asasi Manusia selanjutnya menetapkan bahwa polisi “tidak boleh melakukan (…) penyiksaan” kepada tahanan dan tersangka, oleh karena itu sesuai dengan tindakannya Oknum Anggota POLRES BIAK telah melakukan Pelanggar
Pewarta : Yoga