Kehadiran Perusahan-perusahan Besar di Papua Mengakibakan Pelanggaran HAM
By Kabar Mapegaa 7:27:00 PM ARTIKEL , artikel papua , Perusahaan , PT.Freeport
Foto: Dok, Prib, Frans P.KM |
Oleh: Frans Pigai
ARTIKEL, KABARMAPEGAA.Com – Beroperasinya perusahaan-perusahaan besar di Papua tetap mengambil peran atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia. Eksploitasi besar-besaran, kerusakan lingkungan dan penyerobotan hak adat terus berlangsung. Tuntutan masyarakat atas perlakuan tidak adil dijawab dengan kehadiran aparat keamanan dan operasi-operasi penumpasan separatisme.
Sementara itu, berlakunya otonomi khusus belum menjadikan kondisi hak asasi manusia lebih baik dari sebelumnya. Ketidaksiapan pemda dan campur tangan pusat menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Sementara itu, dinamika politik local, praktik-praktik korupsi menjadikan Papua terus dalam keterpurukan. Sehingga berbagai bentuk hak ekonomi, sosial dan budaya terabaikan.
Penetrasi modal di Papua memberi warna bagi bentuk-bentuk pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Di antaranya kehadiran perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang eksploitasi sumber daya alam. Dua tahun sebelum Pepera dilaksanakan, Pemerintah Indonesia telah memberikan ijin kepada PT Freeport Indonesia untuk mengeksploitasi tembaga dan emas di Papua. Freeport mulai beroperasi di Papua di saat status Papua belum resmi bergabung dengan NKRI atas dasar kontrak karya dengan Pemerintah Indonesia.
Lokasi tambang Freeport sebenarnya merupakan tempat berburu dan hal-hal sakral lainnya bagi suku Amungme. Wilayah itu kemudian dijadikan kota perusahaan yang bernama Tembagapura. Sejak beroperasinya Freeport di wilayah itu, tujuh suku di sekitar areal tambang,[1] khususnya suku Amungme dan suku Kamoro, menjadi korban.
Aktivitas-aktivitas penebangan hutan tersebut sebagiandilakukan di wilayah hutan-hutan adat. Akibatnya menimbulkan konflik denganmasyarakat adat di sekitarnya. Terkadang, perusahaan-perusahaan yang memiliki ijin HPH kebanyakan tidak mengindahkan batas-batas wilayah HPH dengan hutan adat yangdikeramatkan dan tempat berburu. Selain itu, besaran ganti rugi sering lebih kecil dariyang diharapkan oleh masyarakat.[2]
Kehadiran perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam Papua telah menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Baik itu berupa perampasan tanah, kehilangan akses ekonomi, kerusakan lingkungan maupun maupun pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat lainnya.
Protes-protes masyarakat merupakan ancaman bagi keberlangsungan perusahaan-perusahaan di sana sehingga tenaga keamanan sangatdibutuhkan. Aparat keamanan dan perusahaan-perusahaan bersimbiosis untuk menghadapi perlawanan-perlawanan masyarakat Papua. Pos-pos pengamanan didirikan berdampingan dengan perusahaan. Bahkan, Perusahan-perusahaan besar di Papua menyediakan danakhusus untuk operasi-operasi pengamanan. Sementara itu, pos-pos militer dan polisisengaja ditempatkan lokasi konsesi, dan warga yang membuat ulah dituding sebagai separatis.[3] Gangguan keamanan melegitimasi penempatan-penempatan sejumlah pasukan di areal-areal eksploitasi.
Oleh karena iu, akibatnya, kekerasan-kekerasan di Papua terjadi pula atas dukungan perusahaan-perusahaan besar di Papua. Protes-protes masyarakat terhadap perlakukan perusahaan dihadapi dengan operasi militer, bahkan protes masyarakat dianggap sebagai bagian dari gerakan separatisme. Sehingga kekerasan, intimidasi, penculikan, pembunuhan danbentuk- bentuk pelanggaran hak asasi manusia kerap dialami bagi mereka yang menuntut keadilan kepada perusahaan.
*) Penulis adalah Mahasiswa Papua
Sumber;
[1] Ketujuh suku itu adalah Amungme, Kamoro, Nduga, Ekari/Mee, Lani, Damal, dan Moni.
[2] Lihat: Laporan ICG Asia, hlm 17
[3] Lihat: Ibid hlm 17
Aksi Demo Damai
Aksi Kemanusiaan
Aksi Nasional
AMP
BERITA
BERITA PAPUA
Berita Tanah Papua
Perusahaan
suara mahasiswa
suarah mahasiswa
FIM dan GempaR Berunjuk Rasa di Gedung DPRD Manokwari Tuntut PTFI Tutup
By Kabar Mapegaa 9:15:00 PM Aksi Demo Damai , Aksi Kemanusiaan , Aksi Nasional , AMP , BERITA , BERITA PAPUA , Berita Tanah Papua , Perusahaan , suara mahasiswa , suarah mahasiswa
Tengah berdoa Penutup bersama usai digelarnya aksi damai, dihalaman DPRD Manokwari, Jumat (07/04) siang. (Fhoto : Petrus Yatipai/KM) |
MANOKWARI, KABARMAPEGAA.COM – Puluhan massa
aksi yang dimediasi, Forum Independen Mahasiswa (FIM) dan Gerakan Mahasiswa Papua
dan Rakyat Papua (GempaR) bersama Solidaritas Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat
Papua, di Manokwari, telah menggelar aksi damai menuntut tegas agar Perusahaan
Pertambangan Perseroan Terbatas Freport Indonesia (PTFI), di Timika tersebut segera
dihentikan karena dinilai kehadiran PTFI di Papua membawa malapeta dasyat dalam
kehidupan orang Asli Papua secara universal.
Aksi
kali ini berthemakan : Menolak Semua Kesepakatan Indonesia dan PT. Freport
Indonesia, “TUTUP FREPORT” Berikan Kebebasan dan Hak Penentuan Nasib Sendiri
Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua.
Seusai
akvitas penuntutan Tutup PTFI dihalaman DPRD Manokwari berakhir, Koodinator
Lapangan (Korlap) Umum, Rusmanudin Kalkusa(Mahasiswa Unipa)ini mengatakan
kehadiran PTFI di Papua bukan membawa
keselamatan malah membawa malapetaka,katanya.
“kita melihat kehadiran Freport di
Papua,bukan mengangkat orang Papua dari kemiskinan, melain membawa malapeta”.
Jadi,
kata Kalkusa, masuknya Freport di Papua membawa malapetaka,tuturnya.
Mahasiswa
asal Papua ini pun meminta kepada Polda Papua agar membebaskan beberapa
rekannya ditahan di Jayapura hari ini. Karena dirinya menilai apa yang
kawan-kawannya buat aksi Jayapura adalah berbicara soal rakyat pada umumnya di
Papua,pintanya dengan penuh berharap kepada wartawan disaat jumpah pers siang
tadi, Jumat (07/04)dihalaman Gedung DPRD Manokwari.
“yang pertama saya meminta kepada pihak
aparat kepolisian di Jayapura, mohon bebaskan tiga saudara kami yang ditahan
siang ini di Jayapura. Karena kami turun berbicara soal rakyat”.
Sementara
itu Sekretaris Jenderal Aliansi Pemuda Papua di Manokwari, Hugo Asrouw,
menuturkan hari ini mereka pun turut ikut mendukung menyuarakan agar PTFI di
Timika segera tutup. Karena Hugo menilai masyarakat Adat dua Suku di Timika
yakni, Amugme dan Kamoro sangat menderita sehingga pertambangan Emas milik
Amerika itu segera ditutup, katanya dengan nada keras.
“kami hadir bersama-sama dengan Aliansi
Pemuda Papua untuk bagimana untuk Freport harus tutup”.
“karena 47 tahun lebih orang Amugme dan
Kamoro pada khususnya menderita diatas tanah adatnya”.
Sebab,
Kata Asrouw, bicara persolan Freport tidak tidak terlepas dari masalah Sejarah.
Jadi, kata dia, memberikan kebebasaan untuk orang menentukan nasibnya sendiri
(Selft Determination),beber Sekjen AMPP tersebut.
Pemuda
asal Papua itu merasa kecewa dengan pimpinan daerah Papua dan Papua Barat
selalu tutup mata melihat persoalan rakyat yang selama ini dibiarkan
berlarut-larut tanpa ada peratihan serius sedangkan mereka adalah datang rakyat
itu sendiri,ucap anak muda asal Papua itu dengan penuh kekecewaan berat.
Kemudia Sekjen FIM, Arnol Halitopo, pun
memintah dengan tegas agar PTFI di Timika mutlak di tutup, tegasnya.
“aksi kami hari ini dengan agenda untuk
Freport tutup”.
Tutur
Arnol, PTFI hadir dengan latar belakang untuk kepentingan elit-elit politik tertentu,
maka, dirinya mewakili Mahasiswa di Manokwari mendesak Tambang Emas terbesar di
Dunia itu harus ditutup,tegas Mahasiswa Unipa itu.
Kata
Halitopo juga terkait dengan pernyataan sikap atau menjadi sasaran utama sebagai aspirasi rakyat melalui organ
kemahasiswaan hari ini tidak sempat diserahkan kepada pihak DPRD Manokwari. Dikarenakan
kata dia Ketua DPRD dan Ketua-ketua Komisi legislatif lainnya belum ada
ditempat,ujarnya.
Terkait
dengan belum adanya para Legislator ditempat, ketika wartawan menanyakan kepada
seorang anggota DPRD yang masih bertugas di Kantornya yang tidak ingin menyebut
namanya mengatakan, Rekan-rekannya DPRDnya berada diluar Kota Manokwari
(berangkat kedaerah asalnya masing-masing) dalam rangka memantau kondisi
kehidupan sosial masyarakat dikampung halamannya, dalam wujud survei lapangan
dan hasil akhir dari itu, kata dia, akan dimuat kedalam Perdasi maupun
Perdasus, kata seorang Legislatif yang masih berada di Kantor itu.
Sejauh
hasil pantauan wartawan media online www.kabarmapegaa.com, Puluhan Mahasiswa bersama perkumpulan pemuda Papua
mulai berunjuk rasa dengan membawa tuntutan utama “PTFI Tutup” berawal
longmarch dari depan Kampus Unipa,Amban menuju Gedung DPRD Manokwari, dengan
berjalan kaki dibawah pengawal ketat oleh pihak aparat kepolisian daerah
wilayah Manokwari.
Sesampai
para demonstran ini di gedung DPRD Manokwari, ternyata Gedung Perwakilan Rakyat
itu tertutup. Dan terlihat didepan Pintunya ditutupi oleh puluhan anggota
kepolisian. Pintu kantor rakyat itu dibuka setelah lewat kurang lebih 5 menit
secara terpaksa karena massa aksi terus mendesak untuk pintu segera dibukakan.
Aksi tuntutan penutupan Tambang Raksasa PTFI di
Timika, oleh Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat, di Manokwari dapat dilaksanakan dengan baik.
Liputor : Petrus Yatipai
Kehadiran Perusahaan Ilegal di Papua Berdampak Pada Kerusakan Alam dan Tertindas Bagi Rakyat Papua
By Kabar Mapegaa 11:50:00 AM ARTIKEL , artikel papua , Perusahaan
Foto: Dok, Prib Efendi M/KM |
Oleh: Efendi Minai
ARTIKEL, KABARMAPEGAA.COM – Melihatnya realitas di tanah Papua terutama di Wilayah Meepago banyak perusahaan ilegal yang masuk oleh non-Papua, tanpa adanya kepolosan masyarakat atau pemilik tanah adat setempat, namun kehadiran perusahaan ilegal di Papua berdampak pada kerusakan alam dan tertindas bagi rakyat Papua.
Hal itu, terjadi karena tidak adanya observasi dari pemerintah dan pemilik perusahaan. Oleh karena itu saya meminta kepada pemerintah daerah jangan pura-pura tidak atau apa-apa, perlu bekerja sama antara pemerintah dan masyarakat setempat. Hal itu jika kita biarkan saja, sebentar saja akan pertumbuhan penduduk transmigrasi, urbanisasi, emigrasi, antar kota sangat pesat baik dari luar Papua maupun antara kota di Papua terutama perusahaan-perusahaan asing yang masuk melalui izin Negara Indonesia di Papua.
Penulis selalu membayangkan bahwa, ke depan di Papua mesti banyaknya transmigrasi, perusahaan pun bertambah pesat sehingga anak cucu masa depan mereka akan terancam. Sama saja tandanya bahwa tidak saling menghargai, tidak mengakui, tidak menghormati atas tanah adat kepemilikan dalam hidupnya. Oleh sebab itu sehingga terjadinya kerusakan sumber daya alam di Papua terlalu banyak di mana-mana banjir bahkan terjadi musibah longsor, akhirnya banyak orang yang berkorban.
Dampak akibat adanya membuka perusahaan kepunahan hewan-hewan karena pepohonan tebang habis sekitar ratusan hektar, saya melihat perusahaan kayu di Nabire barat di Kaladiri sangat pesat sehingga ratusan hektar habis. Di tempat pengambilan kayu, saya melihat pada tahun 2013 kelihatannya seperti kebakaran hutan dan jalan tikus terlalu banyak di tempat pengambilan kayu di Kaladiri, kemudian bulan Desember tahun 2016 saya lihat di perusahaan di sana, malahan tambah banyak penebangan pohon sehingga beribu-ribu hektar yang habis.
Saya sangat mendukung tindakan oleh Pemerintah Provinsi Papua karena Pemerintah Provinsi Papua, meminta mencabut Peraturan Gubernur Papua, Nomor 41 Tahun 2011 tentang usaha pertambangan mineral logam dan batu bara. Pasalnya Pemerintah Gubernur Papua ini bertolak belakang dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batu bara. Aturannya, sesuai dengan pasal, 37 Unang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 pemberian izin wilayah untuk kabupaten di keluarkan oleh bupati, lokasi antar provinsi di keluarkan oleh gubernur dan lintas provinsi oleh menteri, dampak tak tertipnya pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) ini adalah terjadi tumpang tindih perzinaan antara kabupaten dan provinsi, yang akhirnya hanya menguntungkan investor dan merugikan masyarakat. Menteri Provinsi mendapat data sebagai bukti dari Peraturan Provinsi ini melahirkan 56 IUP eksplorasi di seluruh Papua, sedangkan untuk Kabupaten Nabire terdapat 6 IUP dengan luas sekitar 300.000 H.
Yang jadi soal, pemberian IUP ini tanpa persetujuan dari pemilik tanah. Harta kekayaan Papua kita bisa pakai habis tetapi sayangnya generasi Papua ke depan akan apa yang terjadi, itu kita harus pertimbangkan!
Oleh karena itu, masa depan anak cucu kita tidak ada tempat untuk mereka hidup atau menempati. Hanya karena melihat realita di wilayah Meepago, saya sebagai mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UNCEN mengharapkan kepada seluruh pemerintah, masyarakat Papua, atau lebih khususnya ‘totaa’ Mapiha, jangan menyulitkan anak cucu ke depan, kita harus budayakan melindungi, mencintai alam Papua ini.
Sekarang, kita lihat di daerah ‘totaa’ mapiha sudah jalan masuk sampai Mapiha barat di Kampung Abouhaga sedikit lagi di Piyaiye bahkan sampai Sukikai Selatan, hanya karena mereka buat jalan, orang pernah katakan hutan ‘totaa’ Mapiha merupakan hutan hujan trofis. Namun, jika kita tidak menjaga dengan baik pasti hutan hujan ‘totaa’ Mapiha semakin rusak, apa lagi rencana mekarkan Kabupaten Mapiha Raya akan lebih rusak lagi, anak cucu ‘totaa’ Mapiha tentu saja akan tidur di jalanan.
Saya yakin tradisi-tradisi budaya ‘totaa’ Mapiha pun akan punah hanya karena pengaruh dari luar Papua terutama penduduk transmigrasi, yang menyebabkan pertumbuhan penduduk transmigrasi karena adanya perusahaan akhirnya mereka menjadi karyawan dan mereka menetap di wilayah itu.
Realitas sekarang ini, yang pernah terjadi di Wilayah Meepago dan sedang dilakukan saat ini. Ketika selagi memakai uang tidak berpikir kehilangan Sumber Daya Alam (SDA) di Papua dan juga tidak berpikir kebutuhan generasi yang akan datang. Di daerah Meepago banyak perusahaan yang masuk juga seperti; Kab. Nabire, Dogiyai, Deiyai dan Paniai bahkan Wamena, intan jaya dan lainnya itu semua bermasalah. Papua merupakan surga kecil yang jatuh ke bumi, yang sebutannya pulau yang sumber daya alam yang melimpah.
Namun realitas sekitar Papua adanya perkembangan zaman sehingga alat-alat elektronik pun semakin canggih sekarang saya memandang kelaknya di tanah Papua ini, seakan- akan terjadi di tanah Papua ini sumber daya alam semakin rusak karena di Papua itu di mana-mana perusahaan ilegal tanpa permisi banyak yang masuk, seperti perusahaan kayu, perusahaan kelapa sawit, perusahaan emas, dan minyak bumi. Orang Papua yang mengizinkan. (Frans P/KM)
*) Penulis adalah Mahasiswav Papua, FMIPA Jurusan Biologi Uncen Jayapura, Papua
Aksi Demo Damai
Aksi Kemanusiaan
Aksi Nasional
Aktivis
AKTIVIS PAPUA
BERITA
BERITA PAPUA
Berita Tanah Papua
Perusahaan
suara mahasiswa
Beberapa Organ Kemahasiswaan di Manokwari, Minta PTFI Tutup
By Kabar Mapegaa 8:31:00 PM Aksi Demo Damai , Aksi Kemanusiaan , Aksi Nasional , Aktivis , AKTIVIS PAPUA , BERITA , BERITA PAPUA , Berita Tanah Papua , Perusahaan , suara mahasiswa
Mahasiswa Papua sementara diskusi berlangsung, di Asrama Filanova, Amban-Manokwari, Senin, (20/03) siang. (Fhoto : Stepanus Pigai/BEKO) |
MANOKWARI ,KABAR MAPEGAA.COM – Beberapa organ perkumpulan
Mahasiswa Papua, Hari ini, Senin, (20/03), siang tadi, di Asrama Filanova,
Amaban, Manokwari, yakni Forum Indepeden Mahasiswa (FIM) cabang Manokwari,
Aliansi Mahasiswa Pemuda Papua (AMPP), Forum Legalislatif Mahasiswa Indonesia
Wilayah Manokwari (FLMWI), di Manowari, bersikap tegas agar PT. Freeport
Indonesia, di Timika, segera diberhentikan operasi penambangannya.
Beberapa organ kemahasiswaan cabang Manokwari, pada
momen tuntutan penolakan PTFI di Timika tersebut, mereka mengangkat Theme,
Tutup Freeport dan Seluruh Perusahaan Asing, yang merupahkan dalang kejahatan
kemanusiaan dan Kerusahkan Lingkungan di Papua. "Berikan kebebasan dan
hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi Bangsa Papua".
Ketua FIM, Geradus Tembut, saat jumpah pers menolak tegas penambangan Emas
PTFI di Timika itu.
Karena dirinya, menilai PTFI tidak memberikan dampak positif kepada orang
Papua seluruhnya, sejak pertama masuk sampai saat ini.
Selain itu,dalam pembacaan Surat
Pernyataan Sikapnya,Geradus menolak PTFI serta semua perusahaa asing yang
sedang bergerak diatas tanah Papua.
Saat diwawancara
media kabarmapegaa.com Koordinator Lapangan (Korlap) aksi ,Rusmaddin Kelkusa,mengatakan,kami dengan tegas menolak PTFI di Timika dalam bentuk
apa pun itu.
Sebab, menurut
Kelkusa, masuknya PTFI di
Papua membawa becana bagi Orang Asli Papua, maka, dirinya ingin Freeport
dihentikan.
“Freeport masuk diatas tanah Papua membawa persoalan,
bagi orang-orang Papua,”tegasnya.
Kata dia, dengan masuknya Freeport ditanah Papua,
membawa banyak dampak hingga berujung ke pelanggaran kemanusiaan terhadap orang
asli Papua itu sendiri,”bebernya.
Perwakilan Forum Legalislatif Mahasiswa Indonesia
Wilayah Manokwari (FLMWI), Pendi Marin, meminta kepada Pemerintah
Idonesia, terkait persoalan PTFI di Timika, harus membuka ruang dan duduk
di Papua untuk diperbincangkan bersama,"pintahnya.
“kami dari perwakilan FLMWI, persoalan di PT.Freeport,
meminta bahwa pemerintah Indonesia buka mata, untuk dibicarakan bersama,” katanya.
Pendi juga meminta, kepada Presiden Republik Indonesia juga Polda Papua untuk harus ditarik
kembali, pasukan yang telah dikirim ke Timika itu,” pintahnya dengan penuh berharap.
Disela-sela itu, Yohanes Aliknoe, mewakili
Mahasiswa asal Yalimo ini menilai, kehadiran PTFI di Papua sebagai suatu jalan
untuk membunuh masyarakat Papua,”ungkapnya.
“kita bicara PTFI adalah salah satu faktor besar
bagi masyarakat Papua untuk menindas,”
ujarnya Yohanes lelaki asal yalimo.
Dijelaskan Yohanes, sejak PTFI masuk sejak 1960an
sampai 2017 ini, banyak hal yang terjadi di Papua. Seperti, tidak ada
keadilan, tidak ada kesejateraan, tidak ada keberpihaka terhadap orang Papua,
sehingga seluruh masyarakat Papua dan Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua yang
ada di Kota Studi Manokwari, dengan tegas menolak tentang Kontrak karya dan
IUPK yang ditetapkan oleh Negara Indonesia itu, katanya dengan nada keras.
Kemudian, mewakili Mahasiswa Papua asal Maibrat,Yulianus Taa, mengatakan kita bicara PT. Freeport berarti kita
bicara Pulau Papua seluruhnya. Bukan saja, Provinsi Papua atau pun Provinsi
Papua Barat,"tuturnya.
Kata Yulianus, hasil dari Freeport, kami orang
Papua tidak merasakan hasilnya sedikit pun.
Maka itu, kata dia, kami Mahasiswa Dan
masyarakat Maibrat juga bagian dari persoalan PTFI itu sebagai hak untuk
bersuara dan kami menolak tegas untuk dihentikan,”tegasnya.
Selain itu, Kata, Yunus Yumara, mewakili Mahasiswa Universitas Papua,
mengatakan PTFI dan Perusahan Asing yang ada di Tanah Papua adalah
kepentingan Elit Politik, Imperialisme dan Orang Lain,"katanya.
Untuk Itu, kata Yunus, kami Mahasiswa Unipa Meminta, PTFI
Segera Tutup,"pintahnya.
Sejauh Pantauan wartawan kabar mapegaa.com beberapa organ kemahasiswaan cabang Manokwari, dengan puluhan massa
aksi, siap turun jalan menyampaikan aspirasi penolakan PTFI, namun, sayangnya,
rencana aksi dibatasi oleh hujan deras. Mereka hanya duduk disekret dan
mengadakan diskusi terbuka dan jumpah pers bersama.
Pewarta : Petrus Yatipai
Tuntut Perusahaan Ilegal di Degeuwo, Segera di Hentikan
By Kabar Mapegaa 7:44:00 PM Berita Tanah Papua , MAHASISWA , Masyarakat Adat , Perusahaan , suarah mahasiswa
Sekjen LPMA SWAMEMO, Jhon Kobepa, (Foto: Demianus Bunia/KM) |
Manokwari,
(KM) - Wilayah di Degeuwo adalah daerah
penambangan liar oleh beberapa Perushaan Ilegal. Dan itu cukup lama dioperasi sejak tahun 2003 sampai 2016.
Perusahaan illegal itu duduk menguasai tanah Adat Masyarakat 3 Suku, Suku Mee, Walani dan Moni,
maka, kami menuntut untuk dihentikan usaha penambangannya.
Hal
itu disampaikan Sekretaris Jendral (Sekjen),
Lembaga Pengembangan Musayawarah Adat, Suku Walani, Mee dan Moni (LPMA SWAMEMO),
Jhon Kodepa, melalui via telepon pagi tadi, yang diterima wartawan media ini,
Jumat, (09/12).
“wilayah
Degeuwo ini kan daerah penambangan liar. Dan itu cukup lama beroprasi dari
tahun 2003 sampai 2016 ini. Perusahaan ilegal ini duduk menguasai tanah Adat
masyarakat tiga suku, Suku Walani, Mee
dan Moni yang ada diwilayah Degeuwo, maka, perusahaan ini dihentikan segera”.
Jadi
dikatakan Jhon, persoalan terkait Perusahaan di Degeuwo sangat jelas status
ilegal. Selain itu, dirinya menyebutkan Banyak pengusaha ilegal pun masuk
disekitaran wilayah Pemerintahan Kabupaten Paniai, khususnya Distrik Bogobaida,ungkapnya.
“Jadi persoalan ini cukup jelas. Perusahaan ini berada diwilayah Kabupaten
Paniai, Distrik Bogobaida, Kampung Nomouwo Didee itu pun banyak pengusaha ilegal
yang ada”.
Dikatakan
Kobepa, karena adanya kaum kapitalis illegal ini, menimbulkan banyak persolan
sosial yang dihadapi masyarakat disana.
“kerena
dengan adanya kaum kapilis illegal itu, ada macam masalah. Tentang masalah
lingkungan, ada pelanggaran hak asasi manusia, kemudian pelanggaran admistrasi”.
Terkait
rencana aksi tuntutan pencabutan Surat ijin masuk perusahaan di Degeuwo oleh
Mahasiswa Papua bersama masyarakat adat pemilik hak ulayat yang akan digelar
pada bulan Februari tahun 2017 mendatang tersebut, Sekjen LPMASWAMEMO Jhon
Kobepa pun siap mendukung penuh. Karena dirinya
menilai aksi ini adalah sebuah jalan menuju solusi pencopotan perusahaan illegal
itu.
Lalu,
ketika wartawan menemui dan menanyakan tentang perusahaan di Degeuwo kepada Ketua
Tim Patroli Meeuwo di Manokwari, Yunus Kadepa, dikediamannya mengatakan
Perusahaan di Degeuwo adalah benar-benar ilegal.
Karena,
kata Yunus, sejak perusahaan masuk belum ada kesepakatan dengan masyarakat
pemilik hak hulayat setempat.
“Perusahaan
di Degeuwo adalah benar-benar illegal karena sejak perusahaan masuk belum
pernah ada kesepakatan maupun perjanjian-perjanjian khusus dengan masyarakat
hak ulayat”.
Untuk
itu, dirinya bersikap keras akan turun aksi penolakan dan menuntut segera
mencabut surat ijin masuk perusahaan di Degeuwo, katanya, dengan nada keras.
“besok
kami siap turun aksi menuntut untuk segera mencabut surat ijin perusahaan di
Degeuwo itu”.
Kata
dia, semua tokoh masyarakat termasuk pemilik hak ulayat akan sama-sama kita
turun aksi besok. Bukan hanya kami Mahasiswa saja.
“semua
elemen masyarakat juga pemilik hak ulayat akan sama-sama kita turun aksi
penolakan itu. Bukan kita Mahasiswa
Papua sendiri”.
Yunus
dengan tegas mengatakan suka tidak suka, Pemda Paniai,Lembaga Legislsif yaitu DPRD Paniai bersama pihak
Perusahaan harus bertanggung jawab untuk merespon baik aspirasi masyarakat adat
bersama Mahasiswa Papua untuk dibubarkan Perusahaan illegal ini,tegasnya.
“kami
harap pihak Pemda Paniai, DRPD Paniai, bersama pihak perusahaan di Degeuwo, ya
dan tidaknya, harus merespon sesuai harapan kami untuk berhentikan perusahaan
illegal ini,”
Dirinya
berharap Mahasiswa se Indonesia asal Suku Mee, Panai, Deiyai dan Dogiyai ikut
ambil bagian dalam aksi pada bulan Februari nanti, harap kadepa.
“
kami harap kepada teman-teman Mahasiswa asal Paniai, Deiyai dan Dogiyai harap kehadirannya dalam aksi kami besok”.
Ia
menyampaikan Hal itu karena, dirinya menilai Mahasiswa Meeuwo, Panai, Deiyai
dan Dogiyai adalah tolak ukur masyarakat kita kedepan, maka, pihaknya meminta untuk
butuh kebersamaan didalam aksi penolakan yang siap digelar itu,pintahnya.
Ini
beberapa pernyataan sikap sebagai tuntutan Mahasiswa Papua (Mee) di Manokwari,
yang telah ditetapkan melalui Rapat forum bersama pada beberapa minggu yang lalu, melalui Tim Patroli Meeuwo, diantaranya :
1.
Kami Dorong Degeuwo segera Tutup
2.
Kami mendesak segera
mencabut surat ijin perusahaan illegal sepihak yang sedang beroperasi diwilayah
adat di Degeuwo tersebut.
3. Kami mendesak kepada
pihak Perusahaan illegal di Degeuwo, untuk segera membubarkan diri.
4. Kami mendesak kepada
Pemda Paniai, DPRD Paniai dan Pihak Perusahaan segera duduk bersama dan
membicarakan tentang pencabutan surat ijin perusahaan illegal ini untuk
diberhentikan.
5. Selama ini pihak
Perusahaan Ilegal di Degeuwo, sama sekali tidak, tidak pernah, melakukan
Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Sedangkan kita melihat, didalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 18 ayat 1, menyatakan bahwa setiap
rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting wajib
dilakukan kajian AMDAL. Kajian AMDAL tersebut perlu dilakukan guna mengurangi
dampak negatif yang ditimbulkan dari operasional kegiatan terutama pencemaran
udara yang diperkirakan punya pengaruh buruk terhadap kesehatan. Maka,
Perusahaan Ilegal di Degeuwo kami menolak.
6.Kebijakan yang dilakukan Pemda Paniai untuk mengijinkan masuknya Perusahaan di
Degeuwo adalah perjanjian illegal. Karena disaat itu tidak melibatkan
masyarakat adat pemilik hulayat Suku Walani, Mee dan Moni.
Liputor : Petrus Yatipai