Penentuan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua Tak Bisa Dikatakan Pelanggaran UUD Negara Indonesia
By Kabar Mapegaa 6:21:00 PM ARTIKEL , artikel papua
Foto: Dok. Prib, Yulianus N/KM |
Mahasiswa Tambrauw Yogyakarta Menolak Perencanan Program Perkebunan Kelapa Sawit di Kebar
By Kabar Mapegaa 10:40:00 AM ARTIKEL , artikel papua
Mahasiswa Tambrauw Yogyakarta Menolak Perencanan Program Perkebunan Kelapa Sawit di Kebar, (Foto: Dok, Wllem S/KM) |
IKPM-AMK Papua Yogyakarta, Perkuat Kekelurgaan Lewat Makrab
By Kabar Mapegaa 10:35:00 AM ARTIKEL , ORGANISASI
Pada saat kegiatan Makrab, IKPM-AMK Papua, Yogyakarta, (Foto: Dok. Manu T/KM) |
Membawa Ikatan Karef Hamit Aifat Pada Suatu Perubahan
By Kabar Mapegaa 3:19:00 PM ARTIKEL , ORGANISASI
Saat pembubaran Panitia Pelaksanaan Penerimaan Anggota Baru, Organisasi Ikatan Karef Hamit Aifat, Foto: Dok, Vebilina T/KM |
Gereja Memperjuangkan Hak Asasi Manusia, Martabat (Integritas) Manusia, Kesamaan Derajat dan Kemerdekaan Manusia (Freedom/Liberatiaon)
By Kabar Mapegaa 7:31:00 AM ARTIKEL , artikel papua
Foto: Dok. Socrates S. Y/KM |
Implementasi dan Evaluasi Pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua dan Papua Barat
By Kabar Mapegaa 6:57:00 AM ARTIKEL , artikel papua
Foto: Dok. Prib, Manu T/KM |
Program Keluarga Berencana (KB) Memusnahkan Generasi Orang Asli Papua
By Kabar Mapegaa 3:23:00 PM ARTIKEL , artikel papua
Program Keluarga Berencana (KB) Memusnahkan Generasi Orang Asli Papua, Foto, dok, Ilst/KM |
ARTIKEL, KABARMAPEGAA.Com – Dari generasi ke geneasi orang Papua semakin menurun dari desa ke kota. Kehabisan orang Papua dengan banyak cara yang di buat oleh orang-orang yang tidak senang dengan kehadiran orang kulit hitam rambut keriting. Bukan di lihat dari itu saja melainkan alam Papua sebagai dapur dunia yang memberikan makan beribuh orang di dunia. Kekayaan yang ada di bumi Papua banyak orang mati matian hadir menikmati dengan cara mencuri tanpa meminta pemilik.
Orang Papua di ujung kepunaan, yang di lakukan oleh negara sebagai bentuk kekerasan seperti pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tanpa proses hukum di tanah Papua, free sex hadir dimana mana di Papua, pembunuhan terencana dan teristimewa, dan negara mengharapkan Papua mengikuti keluarga berecana dengan tujuan menghabiskan generasi Papua.
Gerakan membangun Papua sehat berwawasan kependudukan, seminar nasional yang di laksanakan di Universitas Indonesia Fakultas Fisip dengan judul “ Membangun Ketahanan dan kesejateraan keluarga di tanah Papua” (9/05/2016).
Keluarga berencana ini bukan di perlukan bagi wanita tetapi rencananya akan di buat termasuk kepada pria. Program ini Lenis Kogoya di terima di Provinsi Papua dan Papua Barat. Tetapi saya berpendapat sama dengan Marius Young bahwa program keluarga Berencana dari pusat untuk memusnahkan masyarakat asli Papua maka kami sepunuhnya ditolak. http://pacepapushare.blogspot.co.id/2016/05/.
Saya sebagai generasi Papua sangat sedih dengan keadaan di Papua, kami membutuhkan generasi Papua, maka pusat negara dan BKKBN di Papua segara di tutup karena kami meresa tidak ada bermanfaat. Saya setuju dengan Ibu Yubelina Motte, bahwa segera menghapus program Keluarga Berencana (KB) yang selama ini dijalankan.
Charles Brabar pun menanggapi pernyataan Mama Yubelina Mote (47) yang minta kepada BKKBN RI menghapus program Keluarga Berencana (KB) yang selama ini dijalankan. Dimana di hadapan Kepala BKKBN RI, Pemerintah Kabupaten Paniai dan masyarakat, di Aula Uwaata Wogi Yogi Enarotali Paniai, Selasa, (29/8/2017) lalu, Mama Yubelina Mote menolak tegas program tersebut. http://tabloidjubi.com.
Orang Papua berhenti mengikuti KB, orang Papua menjadi genesai yang maju dan berkembang diatas nilai budaya demi alam Papua yang kaya raya dengan prinsip satu keluarga 100 anak.
Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Papua
Mahasiswa Mamberamo Tengah (Mamteng) Se-Jawa dan Bali Mempertanyakan Dana Pemondokan
By Kabar Mapegaa 6:27:00 PM ARTIKEL , artikel papua , Dana Akhir Studi
Kontrakan MAhasiswa Putra/I Mamberamo Tengah. Foto, dok; Melky T/KM |
Dana Kampung di Kab. Maybrat Terindikasi Disalahgunakan
By Kabar Mapegaa 8:18:00 PM ARTIKEL , artikel papua
Mahasiswa Papua Aifa, foto dok Prib, Fransiskus B/\KM |
Nuansa Ingatan Proklamasi Indonesia di Papua 2017
By Kabar Mapegaa 11:29:00 PM ARTIKEL
Sambut HUT RI di Papua |
Dalam rangka menyongsong momentum bersejarah ini, setiap daerah pasti punya nuansa yang berbeda-beda. Dalam artianlain, wilayah Indonesia bagian barat berbeda dengan bagian tengah dan timur. Dalam satu provinsi sekalipun, keadaan masing-masing kampung, distrik, kabupaten/kota dan provinsi tentu akan berbeda. Namun yang paling penting adalah bagaiman melihat sukacita dari setiap warga Negara yang ada di seluruh Indonesia. Dalam konteks ini, sukacita kemerdekaan yang dialami di Indonesia bagian tengah, barat dan timur sebagian sudah rasakan boleh dikatakan rata-rata sangat dan cukup guna merasakan bakal menikmatinya.
Jauh berbeda dengan tanah Papua, provinsi Papua dan Papua Barat. Kedua provinsi ini dikenal dengan wilayah rawan konflik akibat perilaku manusia biasa yang sok berkuasa. Setiap kali hari besar pasti diawali dengan kekerasan dan diakhiri dengan kejahatan. Hari besar seperti Idul Fitri, Idul Adha, Natal dan Paskah sekalipun dianggap tidak penting. Sehingga dengan tidak takut membolong kulit manusia bahkan hilangkan nafas dengan berani serta semaunya. Jangan heran kalau orang asli Papua tidak merasakan sukacita di bulan ini. Entalah kenapa? Mungkin karena beda ras.
Keadaan provinsi termiskin urutan satu dan dua ini sangat memprihatinkan. Orang Papua di bulan Agustus ini penuh dengan luka, darah, duka dan tangisan. Sudah tahu delapan adalah bulan kemerdekaan Indonesia, tapi masih saja “ada” orang bertingkah seperti binatang liar. Sungguh, ini tentang tindakan brutal tidak manusiawi yang membuat jarak antara orang asli Papua dengan peringatan kemerdekaan Indonesia. Susah, dalam keadaan seperti ini merasakan sukacita. Semu ini ada kaitan erat dengan tima panas tapi ada yang bilang peluruh karet dan tindakan tidak terpuji tapi ada pula yang klaim bahwa yang dilakukan adalah tindakan yang sesuai prosedur hukum.
Semua itu, merupakan hakekat watak kebenaran yang selama ini berlaku dibawah matahari. Sungguh ini realitas negeri dimana tragedi Wamena, Wasior, Biak, Abepura, Merauke, Sanggeng, Paniai, Merauke, Sorong, Timika berdarah pernah mengakibatkan banyak orang korban. Antusias perayaan besar kali ini, tidak semata-mata dari sisi banyaknya umbul-umbul kain, panflet, spanduk dan baliho dengan kalimat selamat ”Dirgahayu RI ke 72” yang tidak seperti biasanya terpampang di sejumlah tempat. Tetapi kekerasan dan kejahatan akhir-akhir ini juga patut memberikan nuansa tersendiri pada usia Negara yang cukup tua sekali ini.
Kegiatan dan kondisi di Papua sangat unik bercampur luar biasa dan ada sisi lain yang memaluhkan. Bayangkan, halaman gereja yang selama 71 tahun jarang dipasang kain warna putih merah, sekarang kelihatan mengelilingi pagar, bahkan sampai di dalam gereja maupun beberapa tempat yang mudah dilihat orang. Ukuran kecil sampai besar sangat jelas dan sampai sekarang masih ada. Tahun ini memang jauh berbeda dengan sebelumnya. Nuansanya pun bakal terlalu berlebihan. Khusunya gereja katolik keuskupan Jayapura. Dimana setelah memprovokasi umat melakukan aksi bela Ahok dan selamatkan Pancasila dan NKRI pada Senin, 15 Mei 2017. Belakangan ini, semakin hari nuansa gereja makin lain pula.
Aroma pewartaan kabar gembira dan kepentingan politica sangat dirasakan oleh setiap masyarakat (umat). Penunjukkan permaianan sistematis di Papua tidak main-main. Sangat kelihatan sekali. Boleh dikatakan, bahwa gerakan keindonesiaan di Papua memasuki tahun 2017 semakin luar biasa. Tentu ini “ada” hasil kerja keras semua pihak dari masing-masing organisasi kemasyarakatan yang ada di Papua, baik gereja, LSM, instansi Negara, terutama gereja dan lain sebagainya. Perjuangan atas nama Papua untuk Indonesia dewasa ini patut dijempol. Kepala suku musiman sampai gembala musia muncul seperti jamur di musim hujan. Lagu lama tapi luar biasa kalau baca tanpa kaca mata kebijaksanaan.
Kerja keras dengan strategi dari masing-masing penggerak di semua kabupaten/kota, mulai dari RT, kepala kampung, kadistrik, bupati, wali kota, gubernur, pangdam, kapolda, uskup dan semua pimpinan elemen masyarakat cukup membantu itu. Namun yang tidak boleh lupa bertanya adalah tentang perhiasan dalam rangka merayakan ingatan kemerdekaan Indonesia. Umbul-umbul segala macam ini lahir “dari, oleh dan atas” dasar “apa”. Apakah dari kesadaran atau oleh nasionalisme? Ataukah atas situasional semata? Siapa yang bisa menjawab ini? Pasrahkan pada nilai luhur kejujuran, kedamaian, kebenaran dan keadilan.
Semua dinamika sosial ini kelihatan di negeri yang dunia kenal, acap kali kaum pribuminya mencari pengakuan secara adil dan bermartabat. Oleh karena itu, untuk memastikan pertanyaan diatas agak sulit, karena situasi ini terjadi dimana bangsa yang pernah menyatakaan kemerdekaannya tetapi kemudian masih ditindas oleh bangsa lain saat ini. Mau bilang dari kesadaran nasionalisme juga tidak mungkin karena bau intervensi semua pemangku kepentingan terlalu kelewatan batas. Tidak bisa begitu. Butuh pihak ketiga tapi ini bukan soal mau lakukan “referemdum” atau seperti PEPERA 1969 yang cacat hukum. Kalau pun suruh buktikan, yang keluar pasti hasil produk tipu daya dan rekayasa terhadap nilai kesucian hidup umat manusia.
Hendak pastikan pijakan hiasan HUT RI diatas amat sulit. Bicara untuk mencari kejelasan tidak akan “ada” akhir yang baik. Karena perilaku tipu daya, suka memanipulasi dan membolakbalikan fakta masih lekat pada kekuasaan saat ini. Hanya orang-orang yang mau mencari pembenaran di dalam berkas sejarah kelam Indonesia dan Papua lah yang bisa menjawab dengan tulus dan iklas. Tanpa menyentuh jejak historis itu, orang akan menjawab di luar jangkauan kebijaksanaan yang diharapkan semua pihak. Karena watak kebiadaban dan moral yang lahir dari nilai-nilai keburukan masih utuh bersemayam di relung semua pemangku kepentingan belaka.
Karena itu, semua orang tidak bisa asal bicara tentang peringatan proklamasi ke 72 di Papua tahun ini. Karena perayaan kali ini bukan main-main. Tidak main-main. Baiknya kembali kepada masa lalu untuk bicara situasi hari ini yang tepat. Kenapa? Karena sejak Papua dipaksakan bergabung dengan Indonesia, perayaan kemerdekaan seperti ini pernah diadakan 72 kali. Namun tidak seperti tidak main-main hari ini. Semua orang bisa mereflesikan dengan baik. Karena sebelumnya tidak seluar biasa hari ini. Peringatan perayaan kemerdekaan Indonesia dulu tidak seramai kali ini. Rata-rata dibawah keramaian sekarang.
Sebelum memasuki Agustus, semua sekolah baik SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, istansi pemerintahan dan swasta sangat ramai menyanyikan lagu “Indonesia Raya” setiap hari senin dan hari-hari besar lain. Dalam kegiatan semianar dan lain sebagainya diawali dengan lagu nasional. Bahkan di RRI maupun media cetak maupun eletronik pun turut meyebarkan dan mewartakan kabar berbau keindonesiaan. Hal lain, bisa dilihat di setiap pemukiman warga, dimana pagar, tempok dan lainnya dicat dengan warna merah putih. Terkesan ada sesuatu yang membuat semua ini terjadi. Boleh katakan disebabkan oleh tekanan politik. Namun belum jelas karena banyak orang sibuk sana sini terkait pemilihan gubernur 2018 besok di Papua.
Papua merdeka, bisa pikir atau bilang salah satu bagian kondisi bulan Agustus di Papua saat ini. Tapi belum pasti. Orang akan bilang, tidak mungkin karena Papua merdeka tidak ada kaitan dengan umbul-umbul dan segala macam yang baru “ada”. Bagaimana pun klaim seperti itu akan dibenarkan. Bukan karena kebenaran tapi kebetulan tidak ada alasan alternatif. Kekuasaan pasti membenarkan semua yang salah. Kepentingan tentu akan menyangkal kebenaran. Keuangan mengendalikan apa yang hidup dan tidak bisa diperkosa. Akibatnya, semua dilakukan dengan sesuka hati dan semaunya diluar hakekat kebenaran.
Ditengah keramaian ini, orang Papua hanya bersuara lirik “Derita Tiada Akhir”, seperti orang yang menyanyikan lagu ciptaan almarhum Hengky M.S, mantan penyanyi group legendaries Black Brothers asal Papua di era 70-an. Barangkali bukan karena jual buah-buah pinang karena tidak menjual emas dari Tembagapura Timika dan minyak di Sorong, seperti kaka Edo Kondologit menyanyi untuk perubahan. Tetapi karena banyak honai, pagar, gapura, dan halaman kampung ditutupi rerumputan, seperti yang dinyanyikan Agus Halitopo dari group legendaries Nayak Group, anak didik dari almarhum J.B Wenas.
Kenapa orang Papua menyayikan lagu-lagu kesedihan diatas tanah leluhurnya? Pergi saja ke Deyai dan Timika. Tanya kepada kecil besar dan segala yang bersuara dan tidak bernafas. Tanya, ada apa di bulan Agustus ini? Orang Papua melirik nyanyian sedih, atas karena muak melihat semua perilaku sosial sekitar. “Segala sesuatu”, baik benda biotik dan abiotik yang “baru ada” sejak 1961 adalah busuk. Sungguh merasakan “segala sesuatu yang baru” penyebab dari nyanyian diatas. Orang kulit hitam dan keriting rambut, sungguh sadar tentang semua itu. “Segala sesuatu yang baru” bukan untuk “baik”, sebaliknya untuk membuat “buruk”.
Intinya “segala sesuatu yang baru ada” hanya untuk menyetarakan nasib dengan saudara yang sama persis DNA-nya, yaitu orang Aborigin di Australia. Dimana mereka, orang Aborigin sebagian besar punah dari atas negeri leluhurnya. Bisa juga “segala sesuatu yang baru ada” di Papua guna menyetarakan dengan saudaranya sendiri. “Segala sesuatu yang baru” adalah neraka bagi orang Papua asli. “Segala sesuatu” itu menyangkut dengan barang yang ada di kios, tokoh, ruko, hutan, kota, sungai, pantai, jalan, nasi ikan, ayam, sapi, babi, esavator, sangkur, laras, mobil avansa, motor, senjata, pesawat, obat, hotel dlsb.
Paling utama dari “segala sesuatu yang baru” adalah manusia.Semua dijadikan alat tinggal atur startegi secara sistematis dan terstruktur. Semua masih berlaku. Tidak usah ambil jauh, dengan demikian peringatan kemerdekaan dari proses awal sampai akhir, sekarang dan nanti kelak tidak akan pernah merasakan sukacitanya. Bagaimana merasakan sukacita dari nuansa seperti hari ini? Kekuasaan menginjak-injak “segala sesuatu” yang sudah “ada” dari 50.000 tahun kala. “Segala sesuatu” yang “ada” dipandang biasa-biasa. Hari besar dianggap hari-hari kecil atau biasa. Mungkin karena modal tidak tahu membedakan itu bisa menjadi faktor juga, barangkali.
Salah satu akibatnya, biasa perlakukan orang Papua pada hari-hari besar persis seperti hewan dan binatang. Sehingga alih-alih pemburuh nafas, sulit membuat orang Papua merasakan sukacita kemerdekaan Indonesia diatas tanah Papua. Semua ini berbicara berdasarkan jejak historis watak, tindakan, kekerasan dan kejahatan termasuk goresan dukacita pada bulan ini. Pada tanggal 01 Agustus 2017, satuan Brimob Polda Papua menembak sekitar 8 orang warga sipil di kampung Oneibo, kabupaten Deyai. Satu orang korban atas nama Yulianus Pigay meninggal di rumah sakit umun daerah Nabire, akibat kena timah panas.
Sementara 7 orang lainnya mengalami luka tembak dan kritis yang cukup serius. Mereka itu adalah Delianus Pekei (30), Yohanes Pekei (35), Yunior Pakage (27), Melianus Dogopia (30), Yohanes Pakege, dan Deria Pakege. Sembilan hari kemudian, seorang nelayan bernama Theo Cakatem tewas ditembak oleh aparat TNI di Pelabuhan Nusantara Pomako, Timika. Penembakan ini terjadi tepat pada Rabu, 9 Agustus 2017, pukul 14.30 siang waktu Papua. Dikabarkan bahwa korban berusia 20 tahun. Dia terpaksa meninggalkan keluarga pada bulan Agustus ini. Peristiwa ini merupakan bagian dari satu rentetan sejarah orang Papua. Kereasan dan kejahatan adalah kebenaran perilaku Negara di tanah Papua. Penembakan merupakan satu nuansa peringatan proklamasi Indonesia di tanah Papua pada tahun 2017.
Penulis adalah anggota aktif Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) St. Efrem Jayapura, Papua.
Krisis Kemanusiaan di Rohingya dan Papua
By Kabar Mapegaa 1:28:00 PM ARTIKEL , artikel papua , PELANGGARAN HAM
Foto: Dok, Piet N. Y/KM |
ARTIKEL, KABARMAPEGAA.Com – Nilai kemanusiaan di hadapan hukum, HAM, religi sama. Dengan kesamaan itulah kami hendak membunyikan kalimat ini kehadapan publik.
Pandangan Umum
Nilai kemanusiaan di hadapan hukum, HAM, religi sama. Dengan kesamaan itulah kami hendak membunyikan kalimat ini kehadapan publik. Agar dapat memahami, meneliti serta mentransferkan kedalam aplikasi yang kongkrit. Disitulah kita bisa menemukan jati diri, keselamatan dari krisis kemanusiaan yang di alaminya. Walaupun pada era seperti kini, manusia di hadapan manusia di pandang musuh, tidak setara, rendah.
Akibatnya manusia lain di intimidasi, di lecehkan saat itulah kebutuhan akan manusia harus di hargai. Setidaknya, memberikan perlindungan, bantuan sebagai sesama manusia.
Apa yang terukir di dalam kerukunan hidup manusia? a) Saling menghargai antar sesama manusia. b) Membuang seteru diantara mereka. c) Tindakan menjalin kembali hubungan mereka (Re-Connection act). d). Melahirkannya upaya musyawarah. e). Mengakui kembali (admitted) sebagai bagian integralnya. Itu sekadar sambungan bahasa penulis berkaitan dengan pandangan ilmiah dan umum. Karena masalah HAM dan kekerasan terhadap kemanusiaan adalah masalah umum. Ia melintasi domestik, regional, multilateral internasional.
Etnis Rohingya dan Kekerasan Militernya
Kasus rohingya pada saat ini dimana pemerintah indonesia semakin cepat menanggapi persoalan itu seakan masalah domestiknya. Atas nama kemanusiaan kita bisa turun tangan kesana untuk membantunya. Tetapi, pemerintah Indonesia terlalu campur tangan ke pemerintah Myanmar.
Penulis ingin sekali muatkan hasil temuan yang mana terdapat. http://www.kompasiana.com/yoserevela/59ac41cb7cb86418567914a2/sisi-lain-krisis-kemanusiaan-rohingya. Masalah orang Rohang yang saat ini (masih) terjadi, sebetulnya lebih rumit dari yang terlihat dari luar. Karena, masalah yang menimpa orang Rohang ini bukan hanya masalah tindak persekusi, yang dilakukan kaum ekstremis kelompok mayoritas (pemerintah Militer Myanmar yang didominasi penganut agama Buddha), terhadap minoritas (orang Rohang yang beragama Islam).
Faktor pemicu masalah orang Rohang lainnya adalah, melimpahnya potensi kekayaan alam berupa migas di Rakhine Utara, salah satu wilayah termiskin di Myanmar. Kekayaan melimpah ini, mampu menarik minat perusahaan migas lokal maupun asing (misal AS, Inggris, Tiongkok, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, dll) untuk mengolahnya secara besar-besaran. Menyadari potensi pemasukan besar ini, pemerintah Myanmar lalu gencar mendorong pengusiran orang Rohang, supaya lahan yang dapat diolah makin luas. Inilah yang membuat banyak negara terkesan 'diam' soal masalah kemanusiaan orang Rohang.
Etnis rohingya (warga negara Myanmar) yang mengungsi besar-besaran ke negara tetangganya bangladesh. Itu merupakan suatu perintah dan otoritas berbentuk juntah militer yang berlaku di Myanmar. Jikalau pemerintah Indonesia terlalu campur tangan kesana secara lebih juga akan mengundang citra buruk hubungan antara kedua pemerintahan ini.
Pada akhirnya simpatisan pemerintah Indonesia saat-saat ini semakin memukul berat kepada pemerintah Myanmar atas krisis kemanusiaan yang sedang di alami oleh masyarakat myanmar etnis rohingya. Itu hal terbaik yang di lakukan oleh pemerintah Indonesia tetapi bagaimana dengan masalah yang di hadapi dalam negeri Indonesia (domestik) sendiri itu memang tidak sadar benar. Seharusnya kekerasan Militer NKRI sendiri kepada rakyat West Papua itulah yang harus fokus tuntaskan segera.
Krisis Kemanusiaan West Papua
Masih ada banyak masalah-masalah yang harus NKRI segera selesaikan dalam negaranya sendiri (domestik) yakni krisis kemanusiaan yang di alami masyarakat Papua. Kami mengutuk keras dan mendesak kepada pemerintah NKRI. Atas semua tindakan krisis kemanusiaan, pendekatan militer, operasi-operasi militer, pelanggaran HAM yang di lakukan oleh NKRI kepada masyarakat West Papua.
“Memaksa orang bangun, tetapi dirinya dirinya belum tentu bangun setiap hari pagi-pagi benar. Malah dirinya itulah yang paling lambat berangkat bekerja (paling sering siang benaran bangunnya)”.
Persepsi mirip demikianlah yang NKRI lakukan, masalah domestik seperti krisis kemanusiaan West Papua mirip seperti masyarakat rohingya. Tetapi, sampai saat ini NKRI belum membuka diri untuk menyelesaikan dengan baik krisis kemanusiaan yang di alaminya di West Papua. sehingga tindakan NKRI di Myanmar adalah tindakan ada-ada saja.
NKRI lakukan upaya hulu dan hilir untuk demi perdamaian atas krisis kemanusiaan yang di alami oleh etnis rohingya. Namun, sampai saat ini kami belum pernah menemukan upaya yang di lakukan oleh pemerintah NKRI untuk mengatasi krisis kemanusiaan yang di alami oleh masyarakat Papua demi kemanusiaan.
NKRI masih mempertahankan upaya pembiaraan krisis kemanusiaan yang di alami oleh masyarakat West Papua. intinya NKRI mengejar dan kerinduan mengelola kekayaan alam Papua berlimpah ini.
Kekerasan Negara dan Pembunuhan Kilat Saat Ini
Baru-baru ini semakin genjar dan di kejutkannya mayat orang mati dan terdampar di pelabuhan Aikai Enarotali Paniai. Serta pembunuhan kilat lain yang semakin hari semakin menoreh dan mengoreskan pada pendataan HAM semakin bertambah pula. Sebelumnya menjelang tanggal peringatan kemerdekaan NKRI saja sudah di kejutkan Penembakan yang dilakukan dengan peluru kaliber PIN 5,56, bukan peluru karet.
Di Kabupaten Dogiyai, 20/1, 2017, beberapa oknum polisi melakukan penyiksaan dan penganiayaan terhadap Ferdinand T., Desederius Goo (24), Alex Pigai, Oktopianus Goo, dengan menggunakan potongan kayu balok berukuran 5x5 cm dan pangkal senjata di Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Moanemani.
Pada 10/1, Otis Pekei meninggal dunia karena dipukul hingga babak belur oleh oknum polisi di Mapolsek yang sama.Di Wamena, Kabupaten Jayawijaya,10/1, Edison Matuan (21) ditangkap beberapa oknum polisi, kemudian dipukul, disiksa, dan dianiaya, baik di Mapolsek maupun di Rumah Sakit Umum Daerah, hingga meninggal dunia pada keesokan harinya.
Dalam tahun 2016, SETARA Institute mencatat 68 kasus kekerasan terhadap orang Papua di Provinsi Papua dan Papua Barat. Di antaranya, di Kabupaten Dogiyai, 23/12, dua oknum brimob melakukan penganiayaan terhadap Melkias Dogomo yang meninggal beberapa hari kemudian.
Di Kabupaten Boven Digul,1/12, Oktovianus Guam (16) diduga ditembak mati oleh oknum polisi.Di Manokwari, 26-27/10, aparat kepolisian melakukan penembakan, penyiksaan, dan penganiayaan terhadap orang Papua.Di Kabupaten Merauke, 14/9, dua okum polisi melakukan pemukulan dan penembakan terhadap Melky Balagaize (19).Di Kabupaten Intan Jaya, 27/8, Otianus Sondegau (15) ditembak mati oleh oknum Brimob.
Sedangkan dari Oktober 2014 hingga Desember 2015, menurut SETARA Institute, terjadi 16 tindakan kekerasan negara. Misalnya di Jayapura, 27/8, tiga pemuda Papua atas nama Wilhelmus Awom (26), Soleman Yom (27), dan Yafet Awom (19) diculik dan dianiaya hingga babak belur oleh oknum polisi.Di Kabupaten Yahukimo, 19/3, oknum polisi menembak mati Intel Senegil (16).
Semua kasus kekerasan di atas memperlihatkan bahwa orang Papua masih dipandang sebagai musuh Negara Indonesia. Maka kekerasan dilakukan untuk menghancurkan musuh Negara. Karena itu, hanya orang Papua yang menjadi korban dari kekerasan.Rangkaian kekerasan aparat negara itu di peroleh dari http://www.satuharapan.com/read-detail/read/penembakan-di-papua-menambah-antipati-terhadap-ri. (Muyepimo/KM)
Penulis adalah Intelektual Kab. Dogiyai
Jiwa Raga Orang Papua Merebut Negerinya Sendiri
By Kabar Mapegaa 10:48:00 AM ARTIKEL , artikel papua , Ham
Jiwa Orang Papua Merebut Negerinya Sendiri, Ilustrasi/KM |
Artikel, KABARMAPEGAA.Com - Benarkah! Memang itu wajar. Kalau arena pertaruan pertandingan atlet, kedua regu/Tim, siap berlawan di lapangan, pada momen itu juga biasa terjadi bahwa Penonton lebih pintar dari pada pemain itu biasa. Seharusnya, adalah kedua tim berlawan bertaruan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Jadi hal luar biasa rakyat Papua harus menjadi aktor utama untuk berkarya diatas negerinya.
Maka itu, jadilah pribadi yang gagah lawan dilapangan bukan penonton ketika pemain sedang bermain di lapangan. Sebab, sebuah indicator special pokok menyatakan “orang Papua telah mencoba lalu gagal itu luar biasa. Tapi, orang papua gagal mencoba adalah tolol, dan intimidasi diatas intimidasinya.
Sama hal juga, selagi kita masih bernafas memperjuangkan hak-hak orang Papua. Agar jejak perjuangan kita tetap akan terukir dan bergulir sampai pada generasi anak dan susu kita nantinya. Jika selagi kita mampu menyuarakan dan membelah kaum lemah tetapi biarkan kenyatakan dimata kita, atau bertipu menipu orang kemudian diabaikan kenyataan lalu menyatakan bukan kenyataan. Maka karakter orang papua seperti ini adalah kategori manusia papua kanibalisme.
Jika Kita sadar akan menghadapi semua itu dengan netralitas! Maka mustinya kitapun akan memahami dalam kemenangan dan kekalaan. Ini adalah akan selalu ada di posisi tengah perlawanan. Namun, rebutan antagonisme. Maka dini kita pandai ciptakan jiwa raga orang papua berkakter agresif yang mampu juangkan harkat dan martabatnya sendiri bukan memunafik hak dan martabat bangsa dan Negara lainnya.
Jangan penakut ketika orang melihat kesuksesan orang pendatang di Papua dan jangan terjadi pada orang Papua bermoral menjatuhkan satu sama lainnya ketika orang Papua berkarya sesuatu pada negeri sendiri. Maka orang Papua wajib memiliki kesopanan tingkat kedewasaan dan karakter orang Papua Pandai mencuri metode meraih kesuksesan orang pendatang di Papua, dan mampu memberikan apresiasikan dan beri motivasi kepada karya dan prestasi orang Papua itu sendiri.
Menemukan ciri khas orang Papua secara hakiki. Adalah langka pertama dimana Tuhan menempatkan orang papua, Yakni diatas teritorinya west papua. Kemudian itu, percayalah bahwa Ras Malanesia adalah paten anak putra bangsa Papua bukan ras melayu. Sebab itu, Namun dipercayai oleh bangsa-bangsa lain pada bangsa Papua. Maka, dini kita harus percaya pada diri pribadi lalu percaya pada sesama manusia agar mendapat Kehormatan Tuhan akan merealisasikan diatas anak bangsa Papua dan di berkati diatas negerinya.
Utusan sebagai pejuang bukan dipilih dan memilih melalui musyarah formalitas. Tetapi, diutus sebagai pejuangan adalah gerakan atau kontak batin pribadi artinya pangilang jiwa. Sehingga, dalam proses perjuangan Jangan melihat kiri kanan dan dibalik muka belakang dengan aspek merugikan, kepentingan segelintir orang. Walaupun jejak pejuang begitu banyak menimpa hambatang dan telusuri jalan kemiringan. Tetapi maju dan melangka dalam mengikuti, berliku-liku jalan, berpandang jauh, menatap kedepan bersama tujuan perjuangan kita jelas bahwa raihnya berkibar sang bintang di surga berpijar mestinya sendiri. Itulah entitas politik hati nurani rakyat.
Jangan takut katakan hal benar. Tetapi jangan timbulkan menakuti dengan pelaku pembohong, penipu, dan penindas. itu adalah sebuah factor pengalan dalam medan pejuangan dan bentuk Perjuangan secara individual maupun kelompok, sementara merebut hak personalia maupun hak-hak bangsa dan negaranya musti ada melintasi pengalan besar pun juga lawan adalah hidup sejati. Mati adalah pahlawan sejati, terukir jiwa dan raga dalam bangsanya.
Orang Papua tinggalkan salah gunakan dengan alur argument pesimis bahwa orang Papua tidak punya hak, orang Papua belum memiliki ruang demokrasi, dan orang Papua belum mampu membentuk suatu ketata negaraan sendiri. Bukan! Orang Papua itu bijak, orang Papua harus tinggalkan persepsi dangkal. Karena semua itu terjadi pada Papua orang karena Papua ini merupakan wilayah rebutan oleh pra kaum kapitalis, kaum imprealis, dan militelis, untuk bertujuan merampas dan menjajah diatas Papua.
Simpulkan dengan topik diatas bahwa budaya muda-mudi Papua bukan penonton pada pemain oleh pendatang itu. Tetapi mari kita sebagai Tuan tanah leluhur negerinya maka harus berkarya diatas Negerinya sendiri dengan ijinkan kearifan Tuhan yang telah diberikan bagi orang Papua.
Jikalau kita ciptakan budaya penonton, Dia bilang kebebasan. Lalu kebebasan itu kapan akan hadir kalau anak putra negerinya lipat tangan dan diam. Jadi dengan landasan optimis kekuatan Orang Papua adalah jalan menuju restorasi bangsa Papua Barat. Yang telah bungkam oleh pra-manipusi politik papua atas deklarasikan kemerdekan bangsa Papua pada beberpa decade lalu. Untuk rebutkan kembali dan memperjuangkan nilai-nilai keadilan atas pengakuan manipulasi kemerdekaan bangsa Papua dari Negara Republik Indonesi. (Muyepimo/KM)
Salom Revolusi
Penulis addalah Mahasiswa Papua, Kuliah Jayapura
Kehadiran Perusahan-perusahan Besar di Papua Mengakibakan Pelanggaran HAM
By Kabar Mapegaa 7:27:00 PM ARTIKEL , artikel papua , Perusahaan , PT.Freeport
Foto: Dok, Prib, Frans P.KM |
Nyatakan Sikap Oleh Mahasiswa/i "DITOME" Peduli Pendidikan
By Kabar Mapegaa 6:11:00 PM ARTIKEL , MAHASISWA , PENDIDIKAN , suara mahasiswa
Foto saat Mahasiswa/I asal DITOME menyikapi pernyataan sikap Peduli Pendidikan di Jawa Barat, (Foto: Dok, Mahasiswa DITOME/KM) |