|
Mahasiswa Papua sementara diskusi berlangsung, di Asrama Filanova, Amban-Manokwari, Senin, (20/03) siang. (Fhoto : Stepanus Pigai/BEKO) |
MANOKWARI ,KABAR MAPEGAA.COM – Beberapa organ perkumpulan
Mahasiswa Papua, Hari ini, Senin, (20/03), siang tadi, di Asrama Filanova,
Amaban, Manokwari, yakni Forum Indepeden Mahasiswa (FIM) cabang Manokwari,
Aliansi Mahasiswa Pemuda Papua (AMPP), Forum Legalislatif Mahasiswa Indonesia
Wilayah Manokwari (FLMWI), di Manowari, bersikap tegas agar PT. Freeport
Indonesia, di Timika, segera diberhentikan operasi penambangannya.
Beberapa organ kemahasiswaan cabang Manokwari, pada
momen tuntutan penolakan PTFI di Timika tersebut, mereka mengangkat Theme,
Tutup Freeport dan Seluruh Perusahaan Asing, yang merupahkan dalang kejahatan
kemanusiaan dan Kerusahkan Lingkungan di Papua. "Berikan kebebasan dan
hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi Bangsa Papua".
Ketua FIM, Geradus Tembut, saat jumpah pers menolak tegas penambangan Emas
PTFI di Timika itu.
Karena dirinya, menilai PTFI tidak memberikan dampak positif kepada orang
Papua seluruhnya, sejak pertama masuk sampai saat ini.
Selain itu,dalam pembacaan Surat
Pernyataan Sikapnya,Geradus menolak PTFI serta semua perusahaa asing yang
sedang bergerak diatas tanah Papua.
Saat diwawancara
media kabarmapegaa.com Koordinator Lapangan (Korlap) aksi ,Rusmaddin Kelkusa,mengatakan,kami dengan tegas menolak PTFI di Timika dalam bentuk
apa pun itu.
Sebab, menurut
Kelkusa, masuknya PTFI di
Papua membawa becana bagi Orang Asli Papua, maka, dirinya ingin Freeport
dihentikan.
“Freeport masuk diatas tanah Papua membawa persoalan,
bagi orang-orang Papua,”tegasnya.
Kata dia, dengan masuknya Freeport ditanah Papua,
membawa banyak dampak hingga berujung ke pelanggaran kemanusiaan terhadap orang
asli Papua itu sendiri,”bebernya.
Perwakilan Forum Legalislatif Mahasiswa Indonesia
Wilayah Manokwari (FLMWI), Pendi Marin, meminta kepada Pemerintah
Idonesia, terkait persoalan PTFI di Timika, harus membuka ruang dan duduk
di Papua untuk diperbincangkan bersama,"pintahnya.
“kami dari perwakilan FLMWI, persoalan di PT.Freeport,
meminta bahwa pemerintah Indonesia buka mata, untuk dibicarakan bersama,” katanya.
Pendi juga meminta, kepada Presiden Republik Indonesia juga Polda Papua untuk harus ditarik
kembali, pasukan yang telah dikirim ke Timika itu,” pintahnya dengan penuh berharap.
Disela-sela itu, Yohanes Aliknoe, mewakili
Mahasiswa asal Yalimo ini menilai, kehadiran PTFI di Papua sebagai suatu jalan
untuk membunuh masyarakat Papua,”ungkapnya.
“kita bicara PTFI adalah salah satu faktor besar
bagi masyarakat Papua untuk menindas,”
ujarnya Yohanes lelaki asal yalimo.
Dijelaskan Yohanes, sejak PTFI masuk sejak 1960an
sampai 2017 ini, banyak hal yang terjadi di Papua. Seperti, tidak ada
keadilan, tidak ada kesejateraan, tidak ada keberpihaka terhadap orang Papua,
sehingga seluruh masyarakat Papua dan Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua yang
ada di Kota Studi Manokwari, dengan tegas menolak tentang Kontrak karya dan
IUPK yang ditetapkan oleh Negara Indonesia itu, katanya dengan nada keras.
Kemudian, mewakili Mahasiswa Papua asal Maibrat,Yulianus Taa, mengatakan kita bicara PT. Freeport berarti kita
bicara Pulau Papua seluruhnya. Bukan saja, Provinsi Papua atau pun Provinsi
Papua Barat,"tuturnya.
Kata Yulianus, hasil dari Freeport, kami orang
Papua tidak merasakan hasilnya sedikit pun.
Maka itu, kata dia, kami Mahasiswa Dan
masyarakat Maibrat juga bagian dari persoalan PTFI itu sebagai hak untuk
bersuara dan kami menolak tegas untuk dihentikan,”tegasnya.
Selain itu, Kata, Yunus Yumara, mewakili Mahasiswa Universitas Papua,
mengatakan PTFI dan Perusahan Asing yang ada di Tanah Papua adalah
kepentingan Elit Politik, Imperialisme dan Orang Lain,"katanya.
Untuk Itu, kata Yunus, kami Mahasiswa Unipa Meminta, PTFI
Segera Tutup,"pintahnya.
Sejauh Pantauan wartawan kabar mapegaa.com beberapa organ kemahasiswaan cabang Manokwari, dengan puluhan massa
aksi, siap turun jalan menyampaikan aspirasi penolakan PTFI, namun, sayangnya,
rencana aksi dibatasi oleh hujan deras. Mereka hanya duduk disekret dan
mengadakan diskusi terbuka dan jumpah pers bersama.
Pewarta : Petrus Yatipai