SIARAN PERS DAP : Saksi dan Masyarakat Ingin Kasus Paniai dibawah ke Pengadilan
By Kabar Mapegaa 10:35:00 AM BERITA , Dewan Adat Mee , Siaran Pers
Siswa SMA yang ditembak mati oleh TNI dan Polri di lapangan Karel Gobay sedang ditangisi keluarganya, (08/12/2014). |
SIARAN PERS
DEWAN ADAT PANIAI ATAS KASUS PANIAI
Kasus Paniai telah sampai pada saat yang dilematis, disatu sisi masyarakat, saksi dan korban ingin agar kasus ini segera dibawah ke pengadilan namun disisi lain ada permintaan otopsi terhadap jenasah, korban penembakan, padahal ada saksi korban telah menyampaikan kesaksian bahwa pelakunya semakin jelas hal itu jika dikaitkan dengan Pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,disebutkan ada Sembilan perbuatan yang dikategorikan Pelanggaran HAM Berat.
Kesembilan perbuatan tersebut, yakni: Pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan dan penghilangan orang secara paksa.
Kesembilan perbuatan adalah bentuk-bentuk perbuatan yang disebut, masing-masing dalam Pasal 9 huruf a, b, c, d, e, f, g, h, dan i Undang-Undang No¬mor 26 Tahun 2000. Sekarang telah jelas bahwa salahsatu saja tindakan dalam pasal 9 jika dilakukan oleh aparat negara maka aparat negara telah melakukan Kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga disebut Pelanggaran HAM Berat.
Disatu sisi orang Papua juga sudah tidak percaya kepada penegak hokum Indonesia, sehingga mengharapkan intervensi asing, hal itu juga jelas sekali membias kepada masyarakat di paniai Dalam menyikapi kasus paniai dan upaya penuntasan yang dilakukan oleh KOMNAS HAM melalui Tim Ad hoc.. Dalam hal ini yang harus dipahami adalah mekanisme domestic biasanya lebih dinantikan oleh dunia internasional tetapi juga dunia luar hanya akan bias melakukan bentuk kepedulian dengan sorotan, melalui pub;ikasi, pernyataan,dll` sehingga mekanisme domestic yang independen sangat dibutuhkan dalam membuka kasus paniai.
Aksi Aparat Negara yang melanggar hak asasi warga sipil adalah tindakan yang melalaikan kewajiban utama dalam melindungi dan menjamin hak asasi warga negaranya. Sebagaimana, setiap Negara termasuk Indonesia diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban melaksanakannya pasca Deklarasi Umum HAM (DUHAM, 10/12/1948). Dengan demikian, dapat terlihat jelas bahwa serangan yang dilakukan aparat negara terhadap warga sipil di Paniai diduga dilakukan secara terencana atau sistematis dan meluas. Dua unsur terencana atau sistematis dan meluas dalam kasus ini dapat terpenuhi kriteria pelanggaran berat HAM yang diatur dalam hukum dan HAM. Terutama tentang kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM pasal 9 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM pasal 104. Sehingga telah dibentuk Tim Ad Hoc Kasus Paniai, HAM
Kesimpulan
Komnas HAM telah menyatakan kasus ini adalah Pelanggaran HAM berat, soal otopsi kalau dilihat dari keterangan saksi dan saksi korban kasus paniai ini, telah mengerucut ke beberapa diduga pelaku, sehingga tidak perlu otopsi, tetapi menjawab pertanyaan, Saat Kejadian Itu Oknum Anggota Siapa Brimob, Polsek, PASKHAS, KORAMIL,POLRES, TIMSUS Dan Ada Dimana Dan Komandan Siapa (Brimob, Polsek, PASKHAS, KORAMIL,Polres, Timsus) Perintahkan Apa, Ini Pertanyaan Kunci. namun pihak aparat terlihat sangat tidak jujur dan menghalangi penegakan HAM di Papua serta mereka sebenarnya punya data tetapi aparat melakukan sortir berita.
Tuntutan
- KOMNAS HAM agar meminta kepada semua Tim dr berbagai pihak baik Polri, ABRI, dan TNI AU agar mengumumkan hasilnya`
- KOMNAS HAM HARUS SEGERA MENGUMUMKAN SK TIM AD HOC YANG BARU HARUS ADA ORANG YANG INDEPENDEN DAN DIPERCAYA OLEH ORANG PAPUA, dan dibagikan terbuka atau dipublikasikan untuk mejadi pemberitahuan untuk semua pihak DAN SEGERA BEKERJA, karena kami tahu masa kerja Tim Ad Hoc Kasus Paniai yang lama telah berakhir,
Dikeluarkan pada tanggal 3 September 2016
JOHN NR GOBAI
Ketua Dewan Adat Paniai
Pewarta: Yoga/KM
Ini Siaran Pers Dewan Adat Papua: Kekerasan Terhadap Warga Sipil Di Biak
By Kabar Mapegaa 10:15:00 AM Dewan Adat Papua , Siaran Pers
Ilustrasi.Ist |
SIARAN PERS DEWAN ADAT PAPUA
KEKERASAN APARAT TERHADAP WARGA SIPIL ATAS NAMA SIMON WARIKAR DALAM TAHANAN POLRES BIAK NUMFOR
SIMON WARIKAR (43 Tahun) kristen, kejadian diduga pada Jam 08-09 pagi, 21 Agustus 2016 Tempat Kejadian Tindak Kekerasan Polres Biak Numfor (Ruang Tahanan) akibat Kekerasan Yang Dialami Korban; Dirawat opname di Rumah Sakit Umum Biak, Limpah pecah (telah dioperasi dan dikeluarkan), 3 tulang rusak patah, Pelipis bagian alis mata sobek, Memar dibagian tubuh lain TERDUGA PELAKU KEKERASAN Anggota Polres Biak Numfor (penyelidikan) Anggota saat piket jaga hari minggu pagi 21 Agustus 2016.
Kronologis:
Pada hari Minggu tanggal 21 Agustus 2016, korban dalam keadaan mabuk dirumah kos samofa, Biak, saat itu korban mau istirahat namun ada keributan ditetangga (bunyi musik keras), sehingga korban terganggu, karena marah korban memecahkan dua kaca jendela kos korban, setelah itu korban dan salah satu saudara di rumah duduk sambil bercerita, sementara itu ibu kos melaporkan kejadian tersebut kepada Polisi agar korban diamankan, saat itu polisi datang dan mengamankan korban untuk dibawa ke kantor Polisi (Polres Biak Numfor) salah satu adik korban (Zet Koba Warikar) meminta kepada polisi untuk ikut serta ke Polres menjaga Korban.
Polisi tidak mengizinkan kawan korban untuk ikut bersama ke kantor Polisi. “ Cuma mau diamankan saja, dan pada saat baik nanti kami pulangkan," kata salah satu Polisi kepada Kawan korban itu.
Sampai tiba disana korban didorong ke dalam sel, saat itu korban terjatuh dan menginjak Kursi sehingga patah sehingga perlakuan tersebut tidak diterima oleh korban, korban saat mau menentang, langsung dipukul oleh beberapa anggota Polisi lebih dari dua orang (Pengeroyakan di dalam Sel).
Saat itu tahanan lain juga ikut menyaksikan kekerasan tersebut, akibatnya tiga tulang rusuk korban patah, limpah pecah (Telah Dioperasi), pelipis pecah dan memar dibagian tubuh.
Saat itu juga ada salah satu anggota Polisi berkata “ko ganti kursi yang ko kasih patah.” Bicara dari luar jeruji, korban membalas “saya akan ganti kursi, tapi seandainya ada bagian tubuh saya yang rusak ko bisa ganti atau tidak? kalau kursi saya bisa ganti satu konteiner, tapi tubuh ini ko tidak bisa ganti.”
setelah itu korban tidur sampi sore dan ada salah satu polisi (Lintar) datang dan berkata korban diantar oleh Polisi tersebut dari rumah kos untuk diamankan disitu, dan polisi tersebut berkata “saya yang antar ko ke sini coba kamu tenang ka? Polisi tersebut berkata kepada korban tidak mengenal siapa-siapa yang pukul korban” polisi tersebut memaksa korban mandi saat itu korban menangis karena kesakitan, saat itu korban tidak bisa mengangkat tangan lagi.Setelah itu korban dibawa ke Rumah Sakit Umum Biak.
karena keadaan darurat limpah korban pecah sehingga korban langsung dioperasi (dikeluarkan limpahnya) pada tanggal 23 Agustus 2016.
Pada tanggal 25 Agustus 2016 keluarga korban didampingi Lembaga Bantuan Hukum Kyadawun Biak membuat Laporan Polisi NOMOR : 364/VIII/2016/PAPUA/RES BIAK di Polres Biak Numfor.
Analisa
Indonesia telah menandatangi Konvensi menentang Penyiksaan (UN Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) pada Oktober 1998. Namun dalam implementasi komitmen Indonesia terhadap Konvensi menentang Penyiksaan, Komite menentang Penyiksaan (Committee Against Torture).
Polisi adalah pelayan masyarakat yang harus memberikan pelayanan simpatik, termasuk saat menyelidiki sebuah kasus. Jika ada kekerasan dan penyiksaan yang menimpa tersangka atau tahanan, berarti penegak hukum tidak memahami Keputusan Kapolri dan KUHAP.
Tersangka atau tahanan termasuk dalam subjek yang harus dilindungi hak azasinya. Bahkan ketika mereka melakukan tindak kriminal, lalu dikeroyok masyarakat, polisi harus segera mengamankan pelaku kriminal itu.
Sebenarnya sebagai warga Negara Simon Warikar mempunyai hak untuk dilindungi Negara dan Kepolisian, Simon Warikar tetap dilindungi Hak Azasi Manusi (HAM) nya, tidak pantas seorang polisi menyiksa tahanan An. Simon Warikar.
Apa yang dilakukan oleh anggota Polres Biak Numfor ini jelas bertentangan dengan KEPKAPOLRI No 8 Tahun 2009, tentang Implementasi Pelaksanaan Hak Asasi Manusia Pasal 11 (b) selanjutnya menetapkan bahwa polisi “tidak boleh melakukan (…) penyiksaan” kepada tahanan dan tersangka.
Permintaan Korban Dan Keluarga Korban :
Polres Biak Numfor Memproses Hukum Tegas Pelaku Secara Terbuka Dan Jujur:
Pertama, Secara pidana umum (menindaklanjuti laporanNomor 364/VIII/2016/PAPUA/RES BIAK
Kedua, Secara kode etik dalam institusi kepolisian (pemecatan dengan tidak hormat):
- Menolak seluruh biaya pengobatan yang akan diberikan oleh polres biak numfor untuk korban
- Menindak tegas pelaku sesuai aturan hukum yang berlaku
Kesimpulan
Sesuai UU No 26 Tahun 2000 dan Pasal 11 (b) KEPKAPOLRI No 8 Tahun 2009, tentang Implementasi Pelaksanaan Hak Asasi Manusia selanjutnya menetapkan bahwa polisi “tidak boleh melakukan (…) penyiksaan” kepada tahanan dan tersangka, oleh karena itu sesuai dengan tindakannya Oknum Anggota POLRES BIAK telah melakukan Pelanggar
Pewarta : Yoga