Jhon NR Gobai : Pergub Papua No 41 Tahun 2011 Produk Hukum Pesanan Investor
By Kabar Mapegaa 9:23:00 PM BERITA PAPUA , Dewan Adat Paniai
Jhon NR. Gobai, Ketua Dewan Adat Paniai (DAP). (Foto: SP) |
Jayapura, KABAR MAPEGAA.com – Ketua Dewan Adat
Paniai (DAP), Jhon NR Gobai menegaskan, Peraturan Gubernur (Pergub) Papua, No
41 Tahun 2011 adalah Produk hukum Investor.
Dikatakan, Biro Hukum Sekertaris Daerah (Sekda)
Papua dan Distamben Papua membuat Pergub yang bertentangan dengan Undang
undang. Hal ini menurutnya, ini oknum pejabat lebih berkarakter kapitalis
birokrasi pada Polemik Penerbitan Pergub 41 Tahun 2011 Dan Pemberian IUP PT. Pacifik
Mining Jaya di wilayah distrik Makimi hingga distrik uwapa, Nabire, Papua.
Lanjutnya, Tahun 2009 surat edaran gubernur No.
540/1260/Set tentang pencabutan KP (Kuasa Pertambangan) di Kabupaten Nabire, zaman
John Rumbiak beliau paham tentang surat tersebut.
“Surat ini berdampak besar terhadap kewenangan
Kepala Daerah (Bupati) Nabire dalam penerbitan rekomendasi, tapi juga izin atas
Kuasa Pertambangan, karena Sehubungan dengan surat edaran Gubernur Provinsi
Papua No. 540/1260/Set tersebut di atas tentang rencana pencabutan KP (Kuasa Pertambangan)
di Kabupaten Nabire,”katanya Kepada, kabarmapegaa.com,
Minggu, (22/10/17).
Lanjutnya, kata Gobai, Pada tanggal 28 Oktober
2009, Sekertariat Biro Hukum Provinsi Papua, membuat TELAHAN Staf, dengan Surat
No : 540/355.Guna memberikan pertimbangan karena sesuai Pasal 37 UU No. 4 Tahun
2009 Menyatakan Izin Usaha Pertambangan Diberikan oleh : (1) Bupati/Walikota
apabila WIUP berada di dalam suatu Wilayah Kabupaten/Kota, (2) Gubernur, apabila
WIUP berada pada lintas Wilayah Kabupaten/Kota, dalam 1 (satu) Provinsi setelah
mendapatkan rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan
“Walaupun telah diberikan telaan staf namun,
Pada Tahun 2011 Gubernur Provinsi Papua mengeluarkan Peraturan Gubernur
Provinsi Papua Nomor : 41 Tahun 2011 tentang; Usaha Pertambangan Mineral Logam
dan Batubara. dan disahkan oleh Biro Hukum Marthen Tuhulerew,”Ungkapnya.
Dikatakan, itu artinya John Rumbiak diganti dan
kami menilai peraturan gubernur ini
sangat bermuatan kepentingan investor, karena bertentangan dengan aturan ini
memasung kewenangan Bupati/Wali Kota karena bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi diatasnya.
Selain itu, Kewenangan ini juga berlakunya Pergub,
memasung hak dan kewenangan Kepala Daerah di setiap wilayah Provinsi Papua,
dalam hal Usaha Pertambangan Meneral dan Batubara.
“Telah menjadi jelas untuk kepentingan siapa
Pergub No 41 Tahun 2011 diterbitkan Pada tanggal 22 Juli Tahun 2011, Gubernur
Provinsi Papua mengeluarkan Surat Keputusan No : 065-42 Tahun 2011, Tentang
Pemberian Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Kepada PT.Pasific Mining Jaya, di
distrik Makimi hingga distrik Uwapa Kabupaten Nabir, Papua, dengan luas : 26.040 HA.
“Tapi juga Gubernur Provinsi Papua menerbitkan
sejumlah IUP di wilayah Kabupaten Kota di Provinsi Papua,”katanya.
Lanjutnya, “Ironisnya pemberian IUP-IUP
tersebut tampa sepengetahun Kepala Daerah diwilayah-wilayah tersebut tapi juga
tampa sepengetahuan Pemilik Ulayat Masyarakat Adat,”tutupnya.
Pewarta : Alexander Gobai
Prinsip FPIC Dalam Kontrak Tanah di Papua
By Kabar Mapegaa 7:21:00 PM Dewan Adat Paniai , Opini
Jhons NR Gobai, Ketua Dewan Adat Kabupaten Paniai (Foto: FB) |
Oleh : John NR Gobai
Pengantar
Kelompok
orang yang disebut Suku atau Fam dalam adat yang terlebih dahulu menempati satu
daerah atau wilayah disebut Pemilik Hak Datuk atau Ulayat, Hak Penggarap adalah
orang yang kemudian datang atau dibawah sebagai tawanan perang oleh orang yang
terlebih dahulu menempati sebuah wilayah adat. Dalam pengalaman hari ini
kelompok masyarakat yang adalah tawanan perang atau datang mencari perlindungan
atau datang kepada keluarga tertentu di sebuah wilayah adat merasa dirinya
lebih berhak dan menyebut dirinya pemilik hak adat atau hak ulayat disebuah
wilayah adat. Ada juga kelompok masyarakat yang adalah turunan perempuan yang
ingin menguasai sebuah wilayah adat padahal sesungguhya dia hanya akan
memperoleh hak dari pemilik hak yang adalah turunan laki-laki. Dalam pembebasan
lahan kadang kala juga kedua kelompok ini yang sering melakukan pelepasan,
kadang kala juga tanah seluas ribuan hektar dilepaskan oleh satu atau dua orang
tanpa persetujuan bersama.
Pemilik Tanah dan Organisasi Adat
Pembentukan
organisasi adat baik itu LMA,Dewan Adat, BMA juga telah membawa suasana yang
lain, hal itu ditandai dengan kadangkala sebuah lahan dilepaskan oleh
organisasi adat ini, dengan surat pelepasan tanah adat, seakan-akan tanah ini
adalah milik Organisasi adat. Kenyataan inilah yang menjadi tugas kita untuk
dibetulkan kepada yang sesungguhnya, mulai dengan membuat peta wilayah adat
atau menetapkan wilayah adat suku; misalnya suku mee, mulai dari makataka sampai
kegata. Suku-suku juga harus melakukan itu supaya jelas kekuasaan atas tanah
dan SDA dari semua Suku yang ada di Papua, agar kita tidak gampang mengklain
wilayahnya suku yang lain, kami tau siapa yang lebih berhak atas kompensasi hak
atas tanah dan SDA dari pihak pengguna tanah dan pengelola SDA. Pengguna tanah
baik itu pemerintah dan swasta juga seringkali tidak memperhatikan kepemilikan
yang sesungguhnya atas sebuah tanah tetapi lebih menginginkan sesuatu yang
cepat sehingga lebih berurusan dengan penngurus pengurus organisasi atau elite
lit yang mengatasnamakan masyarakat adat, seakan akan mreka lah yang adalah
tuan tanah padahal bukan mereka tetapi sesungguhnya komunitas yang terdiri dari
marga.fam dan keluarga.
Prinsip FPIC
Dalam
melakukan musyawarah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip FPIC (Free, Prior,
Informed, Consent)” dimana keputusan seharusnya dicapai dengan proses-proses
yang saling meghormati kepentingan masing-masing pihak tanpa ada intimidasi,
ancaman, penyuapan, dan pemaksaan tidak boleh ada hasil yang bersifat pura-pura
atau tipuan, “Mendahului” setiap negosiasi harus berlangsung sebelum
pemerintah, investor dan perusahaan memutuskan apa yang akan mereka laksanakan
kegiatan, “Menginformasikan” informasih yang mereka miliki tentang rencana
investasi atau proyek kepada masyarakat, hal ini berarti membrikan waktu untuk
membaca dan mempelajari, nilai dan mendiskusikan tentang rencana pihak luar
tersebut, “Persetujuan” berarti setiap keputusan atau kesepekatan yang dicapai
semestinya dilakukan melalui sebuah proses yang terbuka dan bertahap yang
menghormati hukum adat dan otoritas-otoritas masyarakat yang dipilih.
Penutup
Pasal
43 ayat 4UU No 21 Tahun 2001, surat izin perolehan dan pemberian hak,
diterbitkan sesudah diperoleh kesepakatan dalam musyawarah antara para pihak
yang memerlukan tanah dengan masyarakat adat. Dengan perkataan lain, masyarakat
dilibatkan dalam mekanisme pengelolaan tanah termasuk sumber daya alamnya.
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam dalam skala besar oleh
pihak swasta, bentuk-bentuk manfaat yang diberikan dapat berupa: pajak
(diberikan pada PEMDA), royalty (diberikan kepada masyarakat adat yang
terkait), sewa tanah (diberikan kepada masyarakat adat sekitar dan masyarakat
yang terkena dampak), kompensasi (bagi masyarakat adat dan masyarakat yang
terkena dampak), saham (diberikan kepada masyarakat adat dan juga Pemda
Propinsi/Kabupaten), Gaji (diberikan kepada masyarakat sekitar), Kontrak bisnis
(diberikan bagi masyarakat sekitar) dan donasi Bentuk kompensasi lainnya
Penentuan atas bentuk dan besarnya kompensasi dan masa kontrak (lamanya
kontrak) ini harus didiskusikan dalam musyawarah dan harus diputuskan
berdasarkan kesepakatan dengan Prinsip FPIC.
Ketua
Dewan Adat Kabupaten Paniai