Perdasus Lahir Tanpa Petunjuk Teknis, Satgas Pengawal Pergup Sudah Dibentuk KAPP
By Kabar Mapegaa 9:06:00 PM BERITA PAPUA , EKONOMI BISNIS
Ketua Umum, Merry Yoweni. (Foto: Ist@) |
Jayapura, KABAR MAPEGAA.com – Ketua
Umum Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP), Merry Yoweni menyatakan, Satuan Tugas
(Satgas) Pangawal Peraturan Gubernur (Pergub) telah dibentuk dari sejak awal 7
September 2017 hingga sekarang sudah terhitung satu bulan belum ada koneksi
dari Gubernur Papua.
Dikatakan,satgas
ini terdiri dari 40 orang yang memang peduli untuk mengawal pergub yang diterjemahkan
dalam bentuk visi dan misi Gubenur Papua bangkit, mandiri dan sejahtera.
Hal itu, hingga
kini belum mendapatkan koneksi, maka dirinya, bersama romboangan dari KAPP akan
terus datangi ke kantor Gubernur untuk mengawal surat pembentukan satgas
tersebut.
“Kami terus akan
kawal, karena begitu banyak perdasus yang lahir tanpa petunjuk teknis, sehingga
mandul,”Kata Yoweni, Selasa, (17/10/17) yang diterima press release yang
melalui kabarmapegaa.com.
Menurutnya, pengawalan
ini bukan saja terhadap pergubnya, tapi juga pengawalan terhadap nasib sekian
ribu orang pengusaha Asli Papua yang entah bergerak dari penjual pinang hingga
pemilik CV/PT. Lanjutnya, ini kesempatan
yang sesungguhnya harus diberikan Pemerintah, dimana pak gubernur mendukung dan
tinggal prosesnya saja.
Selain itu, kata
Yoweni, di surat resmi kami kepada Pemprov Papua bahwa kami berharap dapat
dieksekusi sebelum akhir bulan Oktober ini, kami berharap bisa mendengar
informasi yang jelas.
“Memang, kami mendengar
ada beberapa informasi yang harus disiapkan, namun kami sudah melakukan yang
terbaik, kami sudah usulkan membuat itu dalam bentuk draft, untuk mengusulkan kepada pemerintah,”katanya.
“Padahal, kami
punya surat legal sebagai pendiri Kamar Adat Pengusaha Papua,”Tambahnya.
Pewarta : Alexander
Gobai
Pernyataan Sikap Misi Solidaritas Internasional ke Indonesia
By Kabar Mapegaa 12:45:00 PM EKONOMI BISNIS , PT.Freeport
JAKARTA,KABARMAPEGAA.com – Para
pimpinan-pimpinan tingkat tinggi serikat pekerja dari berbagai serikat di
Australia (AWU dan CFMEU), Belanda (FNV), Amerika (USW) dan Afrika Selatan
(NUM) telah menyelesaikan misi ke Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 8-11
Agustus 2017 terkait PHK Massal dari pekerja yang melakukan mogok kerja di PT
Freeport dan PT Smelting.
Misi ini dilakukan oleh IndustriALL Global Union, mewakili
50 juta anggota di 140 negara-termsuk didalamnya 11 federasi afiliasi di
Indonesia- Untuk menyampaikan solidaritas kepada pekerja yang terkena dampak,
investigasi terkait PHK massal, dan menawarkan bantuan terkait para pihak yang
terkait untuk mencari penyelesaian yang adil dari perselisihan yang ada.
Misi ini telah bertemu dengan pimpinan-pimpinan dari serikat
pekerja di Indonesia, KEP SPSI (CEMWU), FPE SBSI dan FSPMI. Misi juga telah
bertemu dengan Pejabat Pemerintah dari Kementerian Ketenagakerjaan dan
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Misi juga telah bertemu dengan pimpinan Freeport –sebuah
anak perusahaan dari perusahaan Amerika Freeport McMoran yang merupakan
pemegang saham utama dan operator dari tambang Grasberg di Papua Barat- dan
dengan Rio Tinto, yang merupakan investor dalam tambang ini.
Misi ini menyampaikan penghargaan kepada serikat pekerja,
Kementerian, Rio Tinto dan PT Freeport untuk berpartisipasi dalam
pertemuan-pertemuan. Kami sangat menyesalkan bahwa PT Smelting- yang saham nya
mayoritas dimiliki oleh Perusahaan Jepang Mitsubishi dan PT Freeport juga
memiliki saham 25% atas Smelting- telah menolak permintaan kami untuk bertemu.
Misi ini menemukan banyak fakta-fakta yang cukup
mencengangkan. Lebih dari 4200 pekerja yang melakukan mogok di PT Freeport di
tambang Grasberg telah di PHK selama beberapa bulan terakhir, sementara itu 309
pekerja di PT Smelting di Gresik telah di PHK sejak bulan Januari karena
melakukan mogok. Keduanya baik itu PT Freeport dan PT Smelting telah
memperlakukan pekerja yang telah di PHK secara tidak manusiawi dan penuh
penghinaan.
PT Smelting telah menolak untuk membayar upah pekerjanya
atau tunjangan-tunjangan sementara itu mereka juga harus memperjuangkan kasus
PHK nya di pengadilan, berdasarkan anjuran dari Dinas Tenaga Kerja
Provinsi. PT Smelting telah secara berulangkali menolak untuk melakukan
negosiasi dengan serikat pekerja FSPMI agar bisa merundingkan solusi atas
perselisihan.
Berdasarkan laporan dari FSPMI, pekerja yang di PHK ini
telah diperlakukan dengan tidak baik di dalam ruang persidangan, dalam
penjagaan polisi yang membawa senjata tajam dan gas air mata. Hal mana
tindakan-tindakan tersebut merupakan pelanggaran serius dari hak-hak pekerja
untuk berserikat, berunding secara kolektif dan hak mogok, sebagaimana termuat
dalam konvensi-konvensi ILO.
PT Freeport menunjukkan penghinaan terhadap ribuan pekerja
yang telah dipecatnya, untuk keluarga mereka dan masyarakat mereka. Misi
tersebut telah mengetahui bahwa, setelah para pekerja menghentikan pekerjaan
mereka sebagai protes terhadap penolakan berulang perusahaan untuk
menegosiasikan masalah-masalah perburuhan dasar seperti kompensasi dan keamanan
kerja, PT Freeport memecat para pekerja dengan kepura-puraan yang luar biasa
bahwa para pekerja telah “mengundurkan diri secara sukarela.”
Misi telah mengetahui bahwa setelah memutuskan hubungan
kerja dari para pekerjanya, perusahaan tersebut secara paksa mengeluarkan
pekerja dari tempat tinggal perusahaan, menolak akses mereka ke rumah sakit
perusahaan dan sekolah perusahaan, dan telah bekerjasama dengan bank setempat
untuk membatasi akses pekerja terhadap kredit. Kami menerima informasi yang
mencengangkan bahwa beberapa pekerja dan anggota keluarga mereka yang ditolak
perawatan medis telah menyebabkan mereka meninggal. Banyak pekerja yang
kehilangan tempat tinggal mereka sekarang tinggal di tenda atau kantor serikat
pekerja.
Misi tersebut setuju dengan Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia Indonesia bahwa tindakan PT Freeport merupakan pelanggaran berat hak
asasi manusia. Orang-orang dipecat karena menjalankan hak-hak dasar mereka
karena para pekerja sekarang kehilangan hak asasi manusia mereka, termasuk akses
– untuk diri mereka sendiri, pasangan mereka dan anak-anak mereka – untuk
makanan, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan dasar.
Misi tersebut mengetahui bahwa perselisihan antara para
pekerja dengan PT Freeport berawal dari kebijakan sepihak perusahaan
terkait Furlough untuk mengurangi biaya tenaga kerja sebagai respon atas
larangan ekspor tembaga yang diberlakukan oleh perusahaan Pemerintah Indonesia
selama negosiasi awal tahun ini mengenai masa depan tambang. PT Freeport
mengakui bahwa furlough mengurangi kompensasi pekerja sekitar 30% dan
melemahkan kepastian pekerja, namun menegaskan bahwa pihaknya tidak
berkewajiban untuk bernegosiasi dengan perwakilan serikat pekerja yang terkena
dampak furlough.
Namun, kedua serikat pekerja Indonesia dan Kementerian
Tenaga Kerja mengatakan kepada Misi bahwa furlough tidak memiliki dasar di
dalam hukum Indonesia. PT Freeport mengatakan kepada Misi bahwa mereka tidak
ingin bernegosiasi dengan serikat pekerja selama furlough karena melakukan
negosiasi dengan serikat pekerja selama furlough akan memberi hak kepada
pekerja untuk mogok.
Misi tersebut sepenuhnya menolak gagasan ini bahwa PT
Freeport atau perusahaan manapun dapat mengurangi hak fundamental pekerja untuk
mogok hanya dengan menolak untuk bernegosiasi dengan serikat pekerja. Ini akan
menjadi pelanggaran yang jelas terhadap Konvensi ILO 87 dan 98 yang mencakup
hak pengorganisasian dan perundingan dasar pekerja, yang telah diratifikasi
oleh Indonesia.
Misi tersebut memuji Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian
Sumber Daya Mineral dan Energi untuk intervensi mereka guna mencari
penyelesaian perselisihan PT Freeport dan PT Smelting. Kami menyadari bahwa
lingkungan peraturan dari kedua perselisihan itu rumit, dengan tanggung jawab
dibagi antara tingkat kabupaten, provinsi dan nasional, dan dengan kedua
perusahaan yang dimiliki oleh perusahaan multinasional besar yang menerapkan
sumber daya mereka dalam upaya membuat perangkat peraturan melayani kepentingan
mereka.
Sambil mengakui upaya Kementerian, Misi tersebut juga dengan
hormat mendesak mereka untuk melipatgandakan usaha mereka untuk memfasilitasi
resolusi perselisihan. Misi tersebut menyimpulkan bahwa sumber fundamental dari
kedua perselisihan tersebut, dan akibat penderitaan manusia dan pelanggaran hak
asasi manusia, adalah keputusan oleh PT Freeport dan PT Smelting untuk terlibat
dalam konflik dengan serikat pekerja yang mewakili pekerja mereka, dan bukan
untuk bernegosiasi dengan mereka. Kami mendesak kedua perusahaan untuk memilih
jalan negosiasi, yang pada akhirnya akan melayani kepentingan semua pemangku
kepentingan mereka.
Misi tersebut mendesak PT Freeport dan PT Smelting untuk
segera mempekerjakan para pekerja yang telah di PHK, kemudian menegosiasikan
keputusan yang adil mengenai hal-hal yang memancing pekerja untuk melakukan
mogok kerja.
IndustriALL dan serikat pekerja afiliasi yang berpartisipasi
dalam Misi ini tetap bersedia membantu para pihak sebaik mungkin untuk
memfasilitasi penyelesaian terhadap perselisihan ini. Kami berdiri dalam
solidaritas dengan serikat pekerja anggota afiliasi kami yang memimpin
perjuangan penting yang telah menarik perhatian gerakan serikat buruh global.
Kami juga berkomitmen untuk terus menarik perhatian pada pelanggaran hak asasi
manusia dan penderitaan manusia akibat sengketa ini, dengan harapan bahwa ini
akan meningkatkan tekanan untuk mencapai solusi yang tepat.
Pewarta: Eki
Gobay/KP
Joni Haluk Merintis Kekuatan Pengusaha Asli Papua
By Kabar Mapegaa 8:39:00 PM Ekonomi , EKONOMI BISNIS , Opini
Entrepreneur Foto : Ist |
Opini--Joni Haluk Putra
Asal Baliem ,Wamena,Papua lahir sebuah kampung di Pugima pada tahun197.ia
adalah anak Dani Balim yang biasa-biasa. Dia merantau ke Jayapura sejak SMA.
Setelah lulus SMA, pada 1991-1992 dia mengaku kuliah di Fakultas Hukum
Universitas Cenderawasih tapi beberapa bulan saja. Dia lebih memilih bekerja di
PT Nindya Karya di Mamberamo sebagai operator excavator. Pada 1994 dia pindah
kerja di Freeport yang bergaji lebih tinggi. Namun empat tahun kemudian dia
kecewa karena perbedaan perlakuan Freeport antara terhadap pekerja pendatang
dengan pekerja lokal. Misalnya, pekerja pendatang mendapatkan fasilitas cuti
dengan tiket pesawat sedangkan yang lokal tidak. Selain itu, dia merasa karir
pekerja lokal tidak berkembang dibandingkan pendatang. Belum lagi gaji yang
dirasakannya kecil, yaitu kurang dari Rp 2 juta. Oleh karena itu si Dani Joni
Haluk bersama si Batak Yasmin Manurung bekerjasama menggalang protes yang
diikuti dengan pemogokan.
Pemogokan diikuti oleh pekerja non-staf
dalam jumlah besar. Joni dan Yasmin mampu bertahan memimpin pemogokan hingga
satu minggu meskipun tawaran jabatan baru di Freeport serta tekanan dan
intimidasi. Karena tawaran manajemen pada satu sisi dan intimidasi pada sisi
lainnya, satu demi satu para pimpinan mogok mengundurkan diri. Tinggal Joni dan
Yasmin yang bertahan. Untungnya, Freeport akomodatif dan pemogokan berakhir di
meja negosiasi. Sebagian besar tuntutan karyawan dipenuhi. Tapi Joni dan Yasmin
bernasib lain. Keduanya dipaksa mengundurkan diri oleh pejabat Human Research
and Development (HRD) Freeport Indonesia. Meskipun mencoba bertahan, dia
akhirnya tidak tahan menerima perlakuan intimidatif yang dialami ketika kembali
bekerja pada masa pasca negosiasi. Pada tahun yang sama dia akhirnya keluar
dari Freeport.
Beberapa saat Joni menganggur. Lalu dia mendirikan PT Hawali, perusahaan kontraktor dan leveransir. Target utamanya adalah proyek-proyek pemerintah. Proyek pertama diperolehnya pada 1998, senilai Rp 7 juta saja. Jumlah itu terus naik secara bertahap. Joni tahu bahwa Pemerintah Kabupaten Mimika sudah memiliki ‘langganan’ perusahaan yang ternyata milik pendatang atau non-Papua. Menyadari peluang yang sulit, Joni menggunakan cara lain. Dia memobilisasi pengusaha dan massa orang asli Papua pada 2002 untuk menyatakan protes pada Pemkab Mimika. Beberapa proyek bangunan fisik milik Pemkab yang sedang dikerjakan, dirusak sebagai tanda intimidasi. Alasan Joni, beberapa proyek itu tidak diproses dengan benar karena proyek yang sedang dikerjakan itu sebenarnya DIPA-nya belum turun.
Intimidasi aksi massa Joni berhasil. DPRD dan Pemerintah Kabupaten Mimika merespons dengan memberi jatah proyek ‘pembinaan’ dengan nilai sekitar Rp 2,5 milyar untuk Joni dan pengusaha asli Papua lainnya. Di antara Joni dkk, ada yang membawa kabur uang proyek, ada yang selesai tetapi mutunya buruk, tetapi ada juga yang selesai dengan kualitas baik. Yang terakhir ini jumlahnya sekitar 5 dari total 70 pengusaha. Beberapa yang bagus itu di antaranya adalah Norman Karukukaro (Kamoro), Philipus Waker (Dani), dan Joni Haluk (Dani). Para pengusaha yang kinerjanya dianggap buruk oleh pemerintah kabupaten akan ‘dibina’. Namun jika tidak ada harapan, tidak akan diberi proyek lagi.
Selain bagi-bagi proyek, dibuat pula program ‘bapak angkat’ dengan dua model kerjasama. Pertama, satu pengusaha besar bersama dengan sejumlah pengusaha kecil asli Papua mendapatkan proyek bersama. Yang besar membina yang kecil dengan mendapatkan fee sekian persen dari penerima proyek. Kedua, satu pengusaha besar mendapat proyek besar dan sejumlah pengusaha asli Papua menerima proyek kecil. Dalam prosesnya, yang besar harus membantu segala kesulitan dan mengarahkan pekerjaan agar berhasil. Kesulitannya, yang besar lebih konsentrasi pada proyek-proyeknya, sedangkan pengusaha asli Papua juga cenderung resisten jika diingatkan atau diarahkan oleh staf dari perusahaan bapak angkat lainnya. Entah karena aksi massanya atau keberhasilan lobinya, pada 2004, perusahaan Joni, PT Hawali, kembali mendapat proyek pembangunan fisik besar pertama senilai Rp 600 juta. Tapi karena belum pengalaman, dia mengaku hanya mendapat untung Rp 27 juta saja. Dia menduga, stafnya melakukan kecurangan.
Dari aksi massanya 2002 itu, lahirlah Forum Pengusaha Putra Daerah (FPPD) dan Joni diangkat sebagai ketua. FPPD adalah ‘embrio’ dari Asosiasi Pengusaha Anak Adat Papua (ASPAP) yang kemudian didirikan pada 29 Mei 2005. Pada saat Sidang IV Dewan Adat Papua (DAP) di Sentani Indah Jayapura (26 Juni - 1 Juli 2006), ASPAP diubah menjadi Kamar Adat Pengusaha Papua (KAPP). Wacana dasar kelahiran KAPP adalah penilaian para pengusaha orang asli Papua bahwa selama 5-6 tahun implementasi Otsus, orang asli Papua belum pernah mendapatkan bantuan atau pun perlakuan khusus dalam mengembangkan bisnis. Jika harus mengikuti aturan main yang normal, mereka merasa akan selalu kalah. Menanggapi hal ini, pihak pemerintah berdalih bahwa bantuan untuk pengusaha asli Papua belum bisa dijadikan kebijakan karena belum ada perdasus atau perdasi yang mengaturnya. Meskipun masuk akal, alasan ini, menurut KAPP, tidak adil karena pada praktiknya dana Otsus sudah dicairkan dan dimanfaatkan. Dana-dana tersebut sebagian besar hanya dinikmati oleh pejabat atau elit Papua.
Setelah KAPP berdiri, diselenggarakan konferensi pada 26-29 September 2006 di GOR Jayapura, untuk membuat payung hukum perlindungan keberadaan KAPP. Organisasi ini bertujuan “mengakomodir, melindungi dan memproteksi pengusaha anak adat Papua di bawah UU Otsus”. Menyadari pentingnya perdasi dan perdasus, maka program utama KAPP adalah menghasilkan raperdasi dan raperdasus berdasarkan UU No 21 tentang Otsus. Pembuatan draft akademik Raperdasus kemudian disusun dengan melibatkan DPRP dan MRP serta para pakar semacam Dr. Agus Sumule, Drs. Frans Apomfires, MSi., dan Anum Siregar, SH. Di konferensi tersebut, John Haluk terpilih sebagai ketua. Raker pun dibuat dan hasilnya diserahkan kepada pemerintah. Sayangnya, menurut Joni, Gubernur Papua kurang menanggapinya sehingga KAPP mengadakan demo di Jayapura.
Joni, melalui KAPP, berobsesi ingin mengangkat usaha mikro orang asli Papua. KAPP ingin membina mama-mama penjual sayur, pinang, dll, dengan cara diberi tempat jualan yang layak supaya tidak berjualan di pinggir saluran air atau jalan aspal. KAPP juga ingin membina usaha nelayan orang asli Papua. Pada prinsipnya, Joni merasa orang asli Papua belum diberi kesempatan yang cukup untuk berkembang. Dia menolak stereotipe bahwa orang asli Papua tidak mampu. Meskipun demikian, dia mengakui bahwa ada orang asli Papua yang kerja proyek asal-asalan dan tidak bertanggungjawab. Tetapi itu tidak boleh digunakan sebagai generalisasi dan alasan yang menghalangi pengusaha asli Papua untuk berkembang. Pasti di antara mereka, kata Joni, ada minimal lima yang terbaik.
Joni kenyatannya memang termasuk pengusaha kontraktor asli Papua yang relatif sukses. Rumahnya di Jalan Sosial Timika cukup bagus, terawat, dan bersih. Dia punya satu mobil pribadi keren, merknya KIA Sportage. Perusahaannya tergolong kelas menengah. Alat-alat berat seperti grader, bomat, dan excavator sudah dimiliki sendiri dari hasil akumulasi modalnya. BRI dan Bank Papua di Timika bahkan sudah percaya dengan kredibilitasnya. Dia bahkan mengaku selalu ditawari kredit oleh bank-bank tersebut. Operasional kantornya mencapai 50 juta sebulan. Gajinya sebagai direktur sebesar 11 Juta sebulan. Karyawannya berjumlah 15 orang.
Aset perusahaannya sekarang sekitar Rp 5-6
milyar.
Perjuangan Joni perlu disikapi secara positif oleh pemerintah provinsi dan kabupaten. Kebijakan yang lebih terarah jangka menengah dan panjang harus dibuat. Tentu kebijakan ad hoc membagi proyek-proyek pemerintah bukanlah solusi menyeluruh. Apalagi hal itu dilakukan karena adanya intimidasi massa. Pemerintah harus melakukannya demi penguatan pengusaha asli Papua dengan atau tanpa aksi massa. Gaya intimidasi massa, kalau diteruskan hanya akan membuat mekanisme tata pemerintahan yang baik menjadi tidak jalan. Harus dibuat kebijakan yang lebih mendorong para pengusaha asli Papua mengembangkan profesionalisme. Kalau sudah ada sejumlah pengusaha asli Papua yang kuat dan mampu bersaing, bagi-bagi proyek bisa dihentikan.
Untuk Joni dan kawan-kawan, kalau mau menjadi pengusaha yang tangguh hendaknya tidak bergantung terus pada proyek-proyek pemberian pemerintah. Proyek-proyek itu hanya akan membuat ketergantungan pengusaha pada pemerintah. Joni dan kawan-kawan, melalui KAPP, perlu memikirkan pengembangan bisnis yang berbasis produksi dan penguasaan pasar-pasar potensial yang masih terbuka di Timika khususnya dan Papua pada umumnya. Bisnis itu, kalau di Timika misalnya, bisa mengembangkan produksi ikan asap, pembuatan kerupuk ikan atau udang, dan usaha-usaha lain yang bahan bakunya melimpah di Timika. Dengan demikian ikan atau hasil tangkapan laut nelayan Papua bisa mendapatkan nilai tambah dan yang terpenting menciptakan lapangan kerja baru.(Admin/Lipi)
Harga Cabe dan Lombok Meranjak Naik Sebesar Rp 180 Ribu Perkilo
By Kabar Mapegaa 4:16:00 PM BERITA PAPUA , EKONOMI BISNIS , KABAR PAPUA , Mamta
Beberapa Menu Bumbu Yang Dijual di Pasar Youtefa, Abepura. (Foto: Alexander Gobai/KM) |
JAYAPURA,
KABARMAPEGAA.COM – Harga cabe dan lombok meranjak sebesar Rp 180 Ribu Perkilo
dari harga normal sebesar Rp 80 Ribu
Perkilo. Kenaikan harga ini akibat cabe dan lombok minim di pasarkan.
“Harga cabe dan lombok sudah meranjak naik sebesar Rp 180-200 Ribu perkilo dari harga normalnya,”Kata Pedagang Cabe dan Lombok,
Anton, Kamis, (23/03/17) Kepada kabarmapegaa.com
dari Pasar Youtefa, Abepura.
Lombok (Foto: Alexander Gobai/KM) |
Kata
dia, Kenaikan harga cabe dan lombok sudah naik dari sejak 2 minggu lalu hingga kini.
“Hari
senin-kamis, peminat pembeli sangat kurang sekali. Tapi, hari jumat dan sabtu,
cukup banyak,”ungkapnya.
Selain
itu, kata dia, cabe dan lombok yang
dipasarkan ini dibeli di Arso dengan besaran harga Rp 150 Ribu Perkilo dan
dijual di pasar dengan besaran harga Rp
180 Ribu.
Secara
terpisah, salah satu pembeli cabe dan
lombok, Anastasia di Pasar Youtefa,
menyatakan harga cabe dan lombok sudah sudah mahal, kini membuat para
pembeli jarang belanja.
“Karena cabe
dan lombok memang sudah mahal,”bebernya.
Cabe dab Bunjis. (Foto: Alexander Gobai/KM) |
Liputor : Alexander Gobai
Harga Masih Normal, Daging Babi Sekilo RP 120 Ribu
By Kabar Mapegaa 7:53:00 PM BERITA PAPUA , EKONOMI BISNIS , Mamta
Ras Nero (Baju Singlet Putih) Bersama rekannya sedangh berjualan daging babi di Pasar Youtefa. (Foto: Alexander Gobai/KM) |
JAYAPURA,
KABARMAPEGAA.COM – Salah satu pedagang daging babi di Pasar Youtefa, Abepura,
Ras Nero menuturkan, harga daging babi untuk sementara ini masih normal dengan harga
sekilo Rp 120 Ribu.
“Harga sekilo untuk daging babi seharga Rp
120 Ribu. Itu sudah harga yang paling
rendah dan normal,”kata Nero, Rabu,
(22/03/17) Kepada kabarmapegaa.com.
Daging
babi yang dijual ini, dikatakan, dibeli di penjual-penjual daging babi, seperti
di orang-orang toraja yang berada di sekitar
Abepura dengan harga yang berbeda-beda melihat dengan ukuran dan umur seekor babi.
“Kami
beli daging babi di orang-orang toraja dengan harga 3-5 Juta untuk dipasarkan,”katanya.
Lebih
lanjut, omset perhari kadang didapatkan Rp 300-500 Ratus Ribu. Tapi, hari jumat
dan sabtu adalah hari keberuntungan kami, daging babi kadang laris dan laku
karena pembeli banyak yang minati.
“Kami
beruntung, kalau di hari jumat dan sabtu, apalagi di hari-hari besar seperti
acara wisuda, daging babi laku,”tuturnya.
Sementara
itu, salah satu pedagang penjual Bawang Putih dan Merah, Wisli mengatakan,
harga bawang merah dan putih sementara ini masih normal dengan harga sekilo Rp.
80 Ribu.
“Harga
bawang merah dan putih kadang naik dari harga normal, itu pun kalau adanya
kenaiakan harga bahan Bakar Minyak (BBM),”katanya.
Liputor : Alexander Gobai
Plt Bupati Dogiyai Panen Raya Kentang Bersama Petani
By Kabar Mapegaa 9:27:00 PM BERITA PAPUA , Ekonomi Rakyat , EKONOMI BISNIS , Meepago
Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kabupaten Dogiyai Herman Beserta Jajaranya Panen Raya Wortel dan Kentang di Kampung Makidimi Foto : Agus Tebay/KM |
Dogiyai,Kabarmapega.Com-- Pelaksana
Tugas (Plt) Bupati Kabupaten
Dogiyai Herman Auwe bersama Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan
Emanuel Dogomo, Kadia Disperindakop, Andreas Gobai, para petani, dan para tamu
undangan lainnya melakukan panen raya Wortel dan Kentang sawah di Kampung
Makidimi, Distrik Dogiyai, Kabupaten Dogiyai, Rabu (01/03/2016).
Panen
Raya Wortel dan Kentang kali ini juga Dalam rangka
kunjungan kerja , Pelaksana Bupati Kabupaten Dogiyai, Herman Auwe, S.Sos ,
bersama dengan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Emanuel Dogomo.
Bupati memberikan
apresiasi kepada kepala dinas
pertanian Dogiyai dan dan semua kelompok tani yang telah berupaya
mengembangkan tanaman wortel dan kentang di
daerahnya. Karena menurutnya dapat meningkatkan ekonomi masyarakat itu sendiri.
Orang
Nomor Satu Dogiyai ini,
berharap juga kedepannya program pertanian agar akan
berjalan dengan baik dan bertambah maju.sehingga kedepan bisa meningkatkan
kesejahteraan masyarakat Kabupaten Dogiyai.
‘’saya meminta kedepannya juga tanam wortel dan kentang sehingga pertanian di Kabupaten
Dogiyai ini menjadi penggerak kesejahteraan masyarakat,’’ungkap Bupati
Selain itu, ia
meminta kepada masyarakat agar menanam dengan berpola lokal. 'Kalau bisa coba
menanam berpola lokal. Hasil panen inikan pelatihan dri dinas. Saya harap para
petani menanam gaya lokal "kata Herman.
Herman Auwe juga
mengajak kepada kelompok -kelompok petani agar mengajukan proposal untuk membantu dana.
"Bapak dan ibu sesuai dengan kelompok yang ada buat proposal lalu ajukan
ke saya. Saya akan bantu, ada dana bantuan masyarakat,"ucapnya.
Kepala Dinas
Pertanian Kabupaten Dogiyai Emanuel Dogomo dalam kesempatan itu juga
mengatakan, masyarakat terus menggerakkan hortikultura sayuran di daerah ini,
berbagai jenis komoditas terus dikembangkan, misalnya bawang putih, wortel,
kentang, kubis, tomat, cabe, dan kacang panjang.
Disini melihat
langsung aktivitas yang dilakukan petani, melakukan panen di lahan petani,
berdialog dengan petani, bahkan memberikan bantuan kepada petani untuk pengembangan
pertanian di wilayah dogiyai.
Yosias Adii, salah
satu warga Kampung Makidi meminta kepada Pemda Dogiyai agar segera membantu
armada mobil transpotarsi. Sebab, kata dia, selama hasil panen selalu
mengeluarkan biaya besar hanya mengeluarkan ongkos bayar.
"Kami setelah
panen biaya untuk ongkos jual ke Nabire banyak yang keluar. Disini produksi
sayur banyak maka kebanyakan pegawai tidak pernah beli mak, kami sering jual ke
kota. kami harap para pegawai kedepan bisa beli hasil panen ini,"kata Adii.
Liputor
: Agus Tebai
Editor : Martinus Pigome