Ibu kota Kabupaten Intanjaya, Papua. (Foto:tholeibrahim.wordpress.com/Ist) |
Oleh: Apeniel Sani
LMA
di kabupaten Intanjaya sampai saat ini lebih memikirkan uang ketimbang
melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya
sebagai pelindung masyarakat Adat. Untuk itu, kalau fokus LMA adalah uang LMA harus
di bubarkan.
LMA bukanlah lembaga politik yang harus
dinodai dengan kepentingan tertentu. Tetapi, LMA adalah representase dari pada masyarakat Adat di kabupaten Intanjaya, yang
setidaknya berfungsi untuk memperhatikan, mengatur dan mengawasi seluk beluk
dari pada kepentingan masyarakat Adat di kabupaten Intanjaya.
Disamping itu, masyarakat kabupaten Intanjaya
menilai bahwa sampai saat ini pengurusan LMA pun belum jelas, yang mana masih terkotak-kotak dengan kepentingan politik tertentu.
LMA tidak pantas untuk terjun dan
bergabung dengan lembaga lain. Salah satunya adalah masyarakat menilai tindakan
Julisu Wandagau, yakni ketua LMA yang ikut terlibat dalam tes Panwas di Kabupaten Intanjaya. Ini merupakan tidakan
tidak wajar.
Siapakah yang akan berbicara besok
sebagai perwakilan masyarakat Adat kalau suatu saat ada persoalan di kubu
lembaga-lembaga
yang lainnya yakni sala satunya kubu panwas atau KPU dan sebagainya. Sebab, Panwas bukanlah representase
masyarakat adat dan KPU juga demikian.
Yang membentuk Panwas adalah
oleh kelompok tertentu untuk mengawasi kepentingan tertentu dan dalam jangka
waktu tertentu.
Oleh sebab itu, masyarakat meminta agar
Julius harus fokus dengan LMA, jangan menodai harga diri masyarakat Adat dengan
kepentingan politik. LMA bukanlah lembaga kecil yang harus di permainkan tetapi
LMA adalah lembaga yang cukup besar dan memiliki ruang lingkup yakni seluruh
kabupaten Intanjaya.
Masyarakat juga menilai bahwa semenjak
LMA dibentuk dan ditetapkan di kabupaten Intanjaya, sudah ada banyak masalah
yang harus dikaji dan diselesaikan oleh LMA. Namun, nyatanya mereka tidak
pernah ada di tempat.
Banyak masyarakat
yang berpendapat agar LMA harus dibubarkan
karena mereka sendiri belum
mengerti apa tugasnya dan tanggungjawabnya sebagai perwakilan masyarakat Adat.
Karena watak dan tindakan mereka hanya bermodal ambisius, sehingga pada
akhirnya berujung mengorbankan kepentingan masyarakat Adat.
Tidak hanya itu, banyak masyarakat yang
kecewa dan mempertanyakan tentang harga diri masyarakat Intanjaya mau di bawah
kemana? Karena di Intanjaya sendiri ada banyak persoalan Adat yang harus diselesaikan
oleh lembaga LMA. Tetapi, nyatanya LMA
sendiri sering tidak ada ditempat.
Sala satunya
adalah ketika perang
marga antara suku Kum Joani dan Tipagau Kobogau beberapa waktu yang lalu, namun
anggota LMA tidak ada di tempat. Kalau
mereka berani dan saat itu hadir di tempat kejadian, tentunya konflik dapat dicegah dan dikendalikan dengan cepat
sehingga tidak banyak yang korban dalam konflik tersebut.
Ironisnya, ada pengakuan yang muncul
dari salah satu anggota LMA ketika ditanya
oleh masyarakat, anggota tersebut mengatakan “bahwa mereka punya keinginan
untuk turun ke tempat peristiwa namun bupati tidak anggarkan dana.”
Menurut masyarakat, hal ini adalah
perkataan yang keliru karena untuk amankan perang itu tidak perlu membutuhkan
modal yang besar. Karena ke tempat perang tidak butuhkan biaya yang besar. Yang
penting ada keberanian dan ada kaki untuk melangkah. Soal makan minum tentunya
tidak perlu di ragukan karena Intanjaya adalah kampung mereka.
Menjadi pertanyaan masyarakat kepada
LMA adalah apakah setiap persoaan Adat yang terjadi di tengah masyarakat LMA
harus menunggu bupati atau lembaga lain untuk menganggarkan dana. Sementara
daerah kabupaten Intanjaya
merupakan daerah yang cukup rawan konflik dan hampir setiap hari harus berhadapan
dengan berbagai macam konflik di tengah masyarakat Adat.
Dengan demikian masyarakat tidak ingin LMA
hadir berlagak seperti pemerintah dan DPRD. Karena dari sikap dan tindakan
mereka saat ini terkesan bahwa mereka menunggu anggaran yang besar untuk
menyelesaikan berbagai konflik di tengah masyarakat Adat.
Seharusnya, mereka bentuk tim dan turun
ke tempat kejadian. Kalau seperti itu pasti masyarakat akan senang dan dukung
seluk-beluk kinerja mereka.Tetapi, jika
kelakuan mereka seperti itu bagaimana masyarakat mau percaya dengan omongan
mereka. Tentunya, mustahil kalau kedepanya bisa terjadi komunikasi yang
intensif dan saling percaya antara lembaga dan masyarakat akar rumput di
kabupaten Intanjaya.
Penulis
Adalah Tokoh Pemuda di Kabupaten Intanjaya, Papua.
0 thoughts on “LMA Intanjaya Stop Mempertaruhkan Harga Diri Suku Moni ”