Frans Yube Pigai (Dok. Prib/KM) |
Oleh: Frans Yube Pigai
Di
malam hari yang cerah pertama kali aku menginjak kaki di tanah Surabaya, aku
melihat dan merasakan bahwa, sepertinya aku mengahapi dengan kehidupan yang
baru. Pada saat itu di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Aku dan kakakku
berdiri di suatu tempat sambil berkomunikasi dan bersalaman.
Namun,
pada saat itu ada seorang perempuan berumur 12 tahun yang datang dan memberikan
tangan kanannya dan meminta sesuatu, dan pada saat itu aku berfikir bahwa ia
meminta uang kepada saya, tetapi aku menolak dan tidak memberikan, bukan karena
aku rasa takut terhadap seseorang perempuan itu dan saat itu aku rasa juga aku
menghadapi dunia baru, semunya ini bukan karena aku tidak mempunyai sesuatu
berupa barang maupun uang, tetapi saat itu, aku membawah barang maupun uang.
Dengan
demikian, uang yang saya bawah bukan bernilai kecil, tetapi barnilai besar.
Ketika itu saya berfikir bahwa, bagaimana caranya supaya saya bisa menukarkan
uang tersebut dan memberikannya, tetapi saya rasa bahwa saya juga baru pertama
kali menghadapi dunia baru, maka dari itu, saya tidak berusaha untuk mengambil
tindakan dalam situasi tersebut. Dan pemikiranku muncul bahwa akhirnya saya
rasa kasihan terhadap seorang perempuan tersebut.
Pengalaman
tersebut bukan karena ia adalah seorang pemingis, tetapi kebutuhan hidup
sehari-hari sebatas dan tidak mencukupi, maka terpaksa ia melakukan dengan
meminta-minta kepada orang lain. Keterpaksaan yang di lakukan oleh seorang
perempuan, boleh di katakan karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari, yang dibutuhkan untuk kebutuhan diri pribadi sendiri maupun dalam
keluarganya. Kebutuhan seseorang tergantung pada yang lain.
Hidup
manusia selalu diutamakan dengan kebutuhan yang harus di butuhkan oleh
seseorang, entah itu keperluan pribadi, keluarga maupun dalam kehidupan
masyarakat, demi memuaskan kehidupannya. Kisah pengalaman tersebut ini menjadi
pelajaran dan motivasi bagi diriku, untuk mempelajari dalam kehidupan
sehari-hari yang akan datang. Entah itu dalam pengalaman-pengalaman, kisah diri
pribadi dengan dengan orang lain maupun kisah pengalaman yang terjadi jauh dari
diri pribadiku.
Pengalaman
Menjadi Motivator
Pengalaman
adalah guru terbaik dalam hidup manusia. Pengalaman yang terjadi secara sengaja
maupun tak sengaja, yang benar-benar terjadi dalam kehidupan manusia. Manusia
selalu berhadapan dengan berbagai masalah mengenai pengalaman hidup, entah itu
pengalaman suka/duka, senang/gembira dan susah maupun sedih. Nilai-nilai ini
menjadi motivator bagi pengembangan diri manusia untuk menghadapi berbagai
persoalan yang terjadi dalam kehidupan.
Keterkaitan
dengan pengalaman yang saya hadapi, pertama kali saya menginjak kaki di tanah
Surabaya, menjadi suatu pelajaran dan motivasi bagi pengembangan dan menjadi
kekuatan bagi diri pribadiku dan pengalaman ini juga menjadi sesuatu yang akan
merubahkan ketidakadilan dan yang terjadi dalam pengalaman-pengalaman hidup
yang akan datang.
Ada
beberapa para ahli mengatakan bahwa, “hidup manusia tergantung pada pengalaman
hidupnya, tanpa pengalaman hidup, hidupnya tidak memuaskan dan mencapai pada
tujuan hidup dengan baik dan benar”.
Hidup
manusia tergantung dengan yang lainnya dan hidupnya selalu berdampingan, entah
itu manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, dan manusia dengan tumbuhan,
bahkan juga hewan dan tumbuhan, tanpa itu hidupnya tidak memuaskan, karena
Tuhan menciptakan segalanya di muka bumi ini, supaya hidupnya saling
bergantungan satu dengan yang lainya.
Nilai-nilai
ketergantungan yang terdapat dalam dalam kehidupan manusia, hewan, dan
tumbuhan, antara lain adalah membantu/kasih dan merawat/memelihara. Nilai
tersebut menjadi dorongan hidup dalam ciptaan-Nya.
“Pengalaman
Adalah Guru Terbaik”
Frans
Yube Pigai, Penulis di Media Online Kabar Mapegaa (KM)
0 thoughts on “Kisah Pertama Menginjak Kaki Di Tanah Surabaya”