Martinus Nakapa. (Foto : Dok Prib/KM) |
Oleh : Martinus Nakapa
Dunia hubungan internasional penuh
dengan tantangan dan kepentingan.
Opini-opini berikut merupakan tanggapan terhadap kepentingan-kepentingan
tersebut.
Hubungan Internasional apa bila di brake down menjadi unit
yang lebih kecil pada dasarnya adalah hal-hal mengenai interaksi antar
individu. Interaksi antar individu muncul karena adanya
kebutuhan dasar manusia. Bagi beberapa manusia, kebutuhan tidak hanya seputar
kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan,biologis, melainkan juga kebutuhan akan kekuasaan. Kekuasaan adalah suatu hal yang mempengaruhi orang lain
untuk melaksanakan apa yang ia inginknya.
Definisi
kekuasaan tidak jauh dari bagaimana usaha mempengaruhi orang agar melakukan atau
tidak melakukan hal-hal sesuai yang kita inginkan. Kekuasaan tidak memiliki
tepi, ibarat air laut yang semakin diminum maka akan semakin haus, ibarat orang
dikasih hati minta ampela.
Negara dalam persepsi
hubungan internasional sering dianalogikan sebagai entitas yang sama dengan
manusia. Seperti halnya manusia, negara memiliki hak untuk diperlakukan sebagai
entitas yang otonom. Otonomi negara, seperti yang diungkapkan Pufendorf,
merupakan elemen penting dalam moralitas negara yang terdiri atas dua prinsip
utama yaitu prinsip non-intervention dan prinsip self-determination.
Prinsip non-intervention secara harfiah diterjemahkan sebagai prinsip tidak mencampuri urusan
negara lain, sedangkan prinsip
self-determination diartikan sebagai hak negara untuk menentukan
‘nasib’nya sendiri. Berdasarkan pengertian diatas, maka kedua prinsip tersebut
secara implisit menunjukkan negara sebagai entitas yang otonom yang merdeka
yaitu merdeka dari sesuatu dan merdeka untuk ‘melakukan’ sesuatu. Oleh karena
itu, segala bentuk intervensi, kolonialisasi dan imperialisme dianggap sebagai
tindakan yang melanggar hak otonomi negara dan equal liberty.
Dalam perkembangan
hubungan internasional selanjutnya, muncul pula isu interdependency yang
secara harfiah diartikan sebagai hubungan saling ketergantungan. Isu tersebut
semakin berkembang sejalan dengan makin banyaknya negara modern dan aktor-aktor
hubungan internasional baru yang melakukan interaksi dengan negara lain dalam
rangka mencapai kepentingannya masing-masing. Interdependensi secara harfiah
merupakan perwujudan manusia (negara) yang saling membutuhkan sebagai makhluk
sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan dari manusia lain. Untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya, maka ia akan berinteraksi sesamanya. Negara, seperti halnya
manusia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya melakukan interaksi dengan
negara lain. Intensitas interaksi itulah yang kemudian memunculkan
interdependensi (ketergantungan) asing.
Permasalahan yang
timbul kemudian adalah banyak negara yang seakan mengorbankan hak otonominya
dalam berinteraksi dengan negara lain terutama ketika negara tersebut telah
terjerat dalam arus ketergantungan. Dalam kasus regionalisme misalnya,
negara-negara yang tergabung dalam organisasi regional tersebut seakan dipaksa
untuk meratifikasi kepentingan regional yang mungkin saja berbeda atau bahkan
bertentangan dengan hukum dan kepentingan nasional. Dalam kasus lainnya,
organisasi regional bahkan menjelma menjadi organisasi supranasional. Akibatnya,
dalam penyelenggaraan pemerintahan misalnya, negara tidak dapat menerapkan
prinsip self-determination secara penuh mengingat adanya keharusan untuk
mengakomodasi kepentingan dari pihak asing. Organisasi internasional bahkan
secara nyata melakukan intervensi terhadap suatu negara dengan dalih
bermacam-macam misalnya dalam kasus pengelolaan resolusi konflik dan
sebagainya.
Interdependency dalam hubungan internasional kontemporer merupakan kondisi yang tidak
dapat dielakkan.
Pertanyaan yang timbul kemudian adalah dimana letak otonomi negara
(self-determination dan non-intervention) dalam kondisi saling ketergantungan
tersebut?
Baik
self-determination maupun non-intervention, keduanya merupakan simbol
kedaulatan negara. Artinya, ketika negara kehilangan prinsip tersebut, maka
bersiap-siaplah menghadapi kehancuran.
Secara harfiah, prinsip self-determination
diartikan sebagai prinsip hak untuk “menentukan nasib sendiri” dan bertindak
sesuai kepentingannya sendiri.
Prinsip self-determination merupakan salah satu prinsip paling penting
dalam praktek dan hukum internasional kontemporer terutama pasca hancurnya
imperialisme barat dan selesainya Perang Dunia II.
Sebagai hasilnya, prinsip
self-determination diterima sebagai prinsip utama dalam hukum internasional.
Pada perkembangan selanjutnya, prinsip self-determination menjadi justifikasi
bagi negara-negara terjajah untuk merdeka dari kolonialisme dan diperlakukan
sama seperti negara lainnya sebagai entitas yang otonom. Hal tersebut dapat
dilihat dari digunakannya semangat self- determination dalam setiap deklarasi
kemerdekaan semua negara di dunia.
Sedangkan prinsip
non-intervention, secara harfiah, diartikan sebagai prinsip tidak ikut campur
terhadap sesuatu. Bila mengacu pada prinsip self-determination diatas, maka
prinsip non-intervensi dikategorikan kedalam prinsip self-determination yang
negatif yaitu bebas dari campur tangan asing.
Penulis Mahasiswa Papua, Kuliah di Jayapua,
Papua
0 thoughts on “Human Relations Of Opinion Word”