Foto Korban Paniai Berdarah,Doc Ylsm/KM |
Paniai,(KM)-Permohonan keluarga korban telah mendapatkan dukungan positif dari seluruh orang asli Papua Barat di Paniai dan sekitarnya agar kasus paniai berdarah, 8 desember 2014 lalu yang telah ditetapkan sebagai kasus pelanggaran HAM Berat oleh KOMNAS HAM RI Jakarta segera akan dijadikan topik pembahasan utama dalam pertemuan tingkat Pasific Island Forum (PIF) di PNG percepat proses dekolonisasi bagi bangsa Papua barat Melanesia sesuai mekanisme PBB yang berlaku.Hal ini disampaikan oleh Ketua YLSM Pengunungan Tengah Papua (Meepagoo) , Servius Kedepa. Selasa 25/08 melalui telpon sellurel.
“Tempat, tanggal, hari, waktu, pihak korban, para pelaku dan saksi-saksinya sudah jelas dan diketahui publik sejak terjadinya peristiwa Penembakan Kilat Terencana seperti tersebut diatas. Karena peristiwa itu telah terjadi pada pagi hari Senin, 8 Desember 2014 di tengah-tengah orang banyak. Operasi Penembakan Kilat Terencana Paniai telah dilakukan pasukan gabungan TNI/POLRI selama kurang lebih hanya 15 menit.” Tegas Servius.
Lanjut, Lapangan sepak bola Karel Gobay (TKP Paniai Berdarah, 8 Desember 2014) telah ditetapkan Taman Makam Pembunuhan/Penembakan TNI/POLRI Paniai di Enarotali. Pemerintah Kabupaten Paniai termasuk Pasukan Gabungan TNI/POLRI dilarang melakukan semua aktivitas di atas lokasi tersebut dengan alasan apapun juga. Tetapi Pemerintah Daerah Kabupaten Paniai dan KAPOLRES Paniai diduga telah melanggar keputusan keluarga korban dengan cara PEMDA dan TNI/POLRI memaksa keluarga POLPP dan para pemegang SKPD untuk mereka dihadirkan di lapangan Karel Gobay tanpa dihadiri seluruh Orang Asli Papua Barat Melanesia di Enarotali. Seluruh Orang Asli Papua Barat Melanesia di Paniai tidak mengikuti upacara HUT RI KE-70 TAHUN, 17 Agustus 2015.
Servius menilai bahwa, Tim Kerja KOMNAS HAM RI terlambat diturunkan ke Enarotali untuk mengumpulkan data dan keterangan saksi-saksi dan pihak korban yang masih hidup.
Sementara itu, berdasarkan data dan keterangan yang dikumpulkan oleh DPRP dan KOMNAS HAM RI, maka kasus Paniai Berdarah, 8 Desember 2014 lalu telah ditetapkan menjadi kasus pelanggaran HAM berat. Selanjutnya KOMNAS HAM RI telah membentuk Tim Adhoc di Jakarta untuk kasus Paniai Berdarah.
Menurut isu yang sedang berkebang tentang penanganan kasus Paniai Berdarah, 8 Desember 2014 lalu, pihak KOMNAS HAM RI belum diberikan REKOMENDASI oleh presiden Republik Indonesia Jokowidodo untuk melanjutkan proses pengungkapannya di Enarotali. Dengan pertimbangan demikian presiden Indonesia Jokowi diduga kuat melindungi para pelakunya (PASUKAN GABUNGAN TNI/POLRI) yang tewaskan 4 siswa SMA Paniai di Enarotali, 8 Desember 2014. Pasukan gabungan TNI/POLRI yang telah ditugaskan di Enarotali, 8 Desember 2014 diperintahkan masing-masing komandan di tengah-tengah orang banyak untuk menwaskan 4 siswa SMA dan 17 orang lainnya luka-luka tembak.
Mengapa hingga saat ini pihak berwajib tidak mampu mengungkap para pelakunya untuk mengobati "LUKA HATI KELUARGA KORBAN" di Paniai? Tanya servius
Oleh karena itu, Kasus Paniai Berdarah, 8 December 2014 lalu ini dinilai telah memenuhi syarat untuk dijadikan materi Pendidikan dan Promosi Pelanggaran HAM berat yang telah dilakukan PASUKAN GABUNGAN TNI/POLRI Paniai di Enarotali. Materi Pendidikan ini sangat penting untuk dipelajari dan diperhatikan oleh publik, baik masyarakat dalam maupun luar negeri terutama di negara-negara anggota PBB yang peduli pelanggaran HAM berat demokrasi dan kontra TERORIS. Ungkap Servius
Melalui pertemuan PIF ini, PBB diminta segera akan kirimkan Misi Pencari Fakta, Komisi HAM PBB Urusan Pembunuhan Kilat Terencana dan Pasukan Perdamaian PBB ke Enarotali untuk percepat proses pengungkapan para pelaku terhadap 4 siswa SMA dan 17 lainnya yang luka-luka karena hingga saat ini para pelakunya diduga mendapatkan perlindungan Panglima TNI, KAPOLRI dan Presiden Jokowidodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pinta servius.(Manfred Kudiai/KM)
0 thoughts on “YLSM Minta : Kasus Paniai 8 Desember 2014 lalu, Melalui pertemuan PIF ,PBB diminta segera kirimkan Misi Pencari Fakta”