![]() |
Foto : Dokumen Pribadi, Yulianus Pugiye/Ist |
"Berdasarkan keputusan yang dikeluarkan oleh Gubernur Papua, Lukas Enembe, pemekaran yang dilakukan di Papua tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Dengan melihat hal-hal tersebut, Enembe pun dengan tegas mengatakan pemekaran tidak boleh ada lagi di Papua. Enembe berkeinginan untuk menjadi Warga Negara Australia (WNA), jika Pemerintah Pusat meloloskan permohonan pemekaran sejumlah daerah otonom baru (DOB) di Provinsi Papua. Hal itu diungkapkan Gubernur Papua, ketika melakukan pertemuan terbatas dengan para Bupati/Walikota se-Provinsi Papua, yang berlangsung di kota Jayapura, Hotel Aston, pada Rabu (15/04/15) lalu.
Kutip Yulianus, dari kata-kata gubenur Papua “Kalau sampai terjadi banyak pemekaran di Provinsi Papua, maka saya memutuskan lebih baik menjadi warga negara Australia, karena saya tidak ingin melihat persoalan dan dampak yang terjadi dari pemekaran itu. Saya tidak mau dengar dan ikuti perkembangan BURUK yang di lakukan oleh TNI/POLRI Indonesia di Tanah Papua terhadap Rakyat kecil. Lebih baik saya pindah warga Negara Australia,” kata Enembe.
Gubernur Papua, kata dia, terlihat cukup prihatin dengan banyaknya usulan pemekaran DOB yang diperjuangkan oleh orang-orang Papua dari sejumlah daerah di Papua, bahkan dirinya tidak habis pikir, sampai daerah yang sudah tidak layak dimekarkan, masih saja diperjuangkan oleh penjabat daerah alias birokrasi daerah tersebut untuk tetap dimekarkan.
Menurut Gubernur, jika melihat kondisi rakyat Papua saat ini, usulan pemekaran daerah otonom baru di Papua akan mengancam eksistensi orang asli Papua di atas tanahnya sendiri. Pemekaran itu sama dengan kematian dan penindasan rakyat, sehingga bapak-bapak bupati bisa terjemahkan sendiri bahasa saya ini,” ungkap Enembe.
Maka itu, kami, Pemuda/I Tota Mapia yang ada di kota Timika juga sangat mendukung dengan sepenuh hati atas penolakan pemekaran daerah otonomi baru (DOB) di Papua. Terlebih khusus, kami, Pemuda/I Tota Mapia juga menilai bahwa dalam pemekaran Mapia Raya tersebut akan mengundang berbagai macam permasalahan di daerah pemekaran tersebut, entah itu terkait HAM di daerah Tota Mapia, seperti yang baru-baru ini terjadi penembakan di Paniai, Senin (08/12/14) lalu yang sampai pada saat ini belum ada proses penyelesian yang jelas. ujar Yulianus
lanjut dia, Selain itu, dengan adanya pemekaran tersebut, semua tanah sejarah yang dimiliki di Tota Mapia akan hilang. Tentu hal seperti ini akan terjadi.
Pemekaran DOB Mapia Raya cacat hukum alias tidak memenuhi syarat terbentuknya sebuah kabupaten baru, seperti yang termuat dalam UUD 129 Tahun 2011 Bab III Pasal 3, yakni: 1. Kemampuan Ekonomi 2. Potensi Daerah 3. Soal Budaya 4. Sosial Politik 5. Jumlah Pendudukan 6. Luas Daerah. UUD di atas telah berbicara tentang syarat-syarat untuk berdirinya suatu kabupaten. tegasnya
Dalam undang-undang tersebut juga, belum menjamin berdirinya Kabupaten Dogiyai itu sendiri sebagai kabupaten induk. Dalam hal ini, poin ke 4 tentang kebutuhan sosial sebagai suatu contoh di Kabupaten Dogiyai itu sendiri, apalagi dalam pemekaran DOB Mapia Raya nantinya.
Berdasarkan latar belakang dan masalah tersebut, maka kami, Pemuda/i Tota Mapia yang ada di kota Timika dengan tegas menyikapi pemekaran DOB Mapia Raya yang tertuang dalam 3 poin berikut:
- Mengapa Bupati Dogiyai, Drs. Thomas Tigi bisa membentuk Tim Pemekaran Kabupaten Mapia Raya, tanpa mengindahkan instruksi Gubernur Papua, Lukas Enembe?
- UUD No.129 Tahun 2011 Bab III Pasal 3 tidak menjamin agar pemekaran DOB Mapia Raya yang dibuat oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab itu.
- Pemekaran bukan solusi untuk merubah nasip segalanya, tetapi pemekaran merusak Sumber Daya Alam (SDA) dan Sumber Daya Manusia (SDM).
Sehingga, dengan tegas, kami, masyarakat Mapia menolak Mapia sebagai kota “Jasusu” (Jawa, Sumatra, Sulawesi).tegasnya.(Manfred/KM)