Pelantikan beberapa Kepala Distrik oleh Bupati Paniai, Hengki Kayame belum lama ini. (Foto: Dok SP) |
Yogyakarta, (KM) - Marko Oktovianus Pekei, Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Wilayah Mee-Pago hari ini, Rabu, (20/04/2016) siang tadi lewat Via FB mengataan pada prinsipnya pemilihan apapun dalam struktur pemerintahan jelas mengedepankan prinsip demokrasi. Keterlibatan warga masyarakat sangat diharapkan dalam proses pengajuan calon hingga pemilihan. Demikian pula, dalam pemilihan Kepala Desa tentu melibatkan seluruh warga masyarakat.
“Apa yang terjadi di Paniai dalam pemilihan Kepala Desa Kompleks Pasar Enarotali justru sebaliknya. Bupati menentukan Siapa Kepala Desa Kompleks Pasar Enaro ialah merupakan arogansi kekuasaan yang mengintervensi kewenangan rakyat,” kata Pekei
Lanjut, Hal lain yang memang perlu dilihat ialah landasan UU no 21 Thn 2001 tentang Otsus sebagai pelimpahan kewenangan ke daerah yang tentu memberi banyak akses bagi Orang Asli Papua (OAP). Karena itu, keluhan warga pribumi di kompleks pasar termasuk RT seharusnya dipertimbangkan sebelum pelantikan Kepala Desa.
“Seharusnya Bupati Paniai limpahkan kewenangan kepada warga melalui perwakilan warga seperti RT-RT yang masuk dalam desa tersebut utuk menjaring aspirasi warga tentang mekanisme pengajuan dan pemilihan bakal calon,” lanjut tegas Pekei
Disanping itu, Ketua Yayasan Lembaga Swadaya Masyarakat (YLSM) Pengunungan Tengah Papua, Servius Kedepa juga mengatakan bupati jangan pilih-pilih, mana daerah yang sudah pilih saya suara, mana daerah yang pilih orang lain, atau melihat pada gereja dan hamba Tuhan mana yang setia mendoakannya. Jika kebijakannya dengan pertimbangan-pertimbangan itu, maka akan hancur pada daerah dan rakyat.
“Pelantikan kepala kampung Kompleks Pasar Enarotali untuk orang non Papua oleh bupati Paniai, Hengki Kayame, SH memancing emosi suku Mee di Paniai,” lanjut tegas Kedepa
Perlakuan demikian, lanjut Kedepa, salah satu bukti kegagalan implementasi uang Otsus Papua 2001 hingga 2016. OAP banyak terbunuh dengan biaya uang otsus Papua. Penduduk Indonesia asli didatangkan dari luar Papua juga menggunakan uang Otsus.
“Dua orang non Papua di Enarotali itu juga membuka peluang besar-besaran bagi migran untuk menggantikan orang pribumi setempat pada masa yang mendatang,” lanjut tegas Kedepa
Kemudian, menanggapi sikap bupati Paniai, Anggota Komisi I DPR Papua Bidang Politik, Hukum dan HAM Laurenzus Kadepa mengatakan, Saya bukan rasis, tapi saya heran dengan sikap bupati, saya tidak menerima sikap bupati itu, walaupun melantik seorang kepala kampung adalah hak dia.
“Atas pertimbangan apa bupati memilih orang pendatang sebagai kepala kampung ditengah perkampungan orang pribumi/orang asli. Sebenarnya Nabire, Jayapura, Timika, Merauke, Biak pun tidak boleh, apa lagi paniai yang masih kampung. Sikap bupati yang premanisme, bisa saja Paniai berdarah jilid 2 terjadi.” kata Kadepa
“Oleh karena itu, wajar jika Kepala Suku dan RT Setempat mengeluh dan merasa kecewa atas tindakan Bupati.” tutup tegas Marko Oktovianus Pekei, ketua Dewan Adat Mee-Pagoo.
Manfred Kudiai/KM
0 thoughts on “DAP : Wajar Masyarakat Kecewa Orang Non Papua Jadi Kepala Desa ”