Oleh : Petrus Yatipai
Duk.Penulis/KM |
Opini, (KM) --- Kita menganalisa kembali masalah Tambang
Raksasa, PT.Freport Indonesia, yang masuk pada beberapa puluhan tahun yang
silam. Sejak itu, Bangsa asing seperti, Belanda,Jepang dan Amerika serta
Negara-negara lainnya, terjadi persaingan yang berat hanya memperebut Tambang
Emas yang terkandung didalam Gunung Nemangkawi, Kini menjadi Gunung Dapur Dunia
ini. Ketika Negara-negara asing masuk survei menjelajahi diwilayah itu, Orang
Papua pada umumnya, Sumber Daya Manusia (SDM) boleh dikatakan sangat minim.
Maka, orang-orang asing ini merasakan suatu peluang yang tepat untuk beroperasi
tanpa melihat sebab akibat yang akan didapatkan nantinya. Dengan landasan
prinsip para penjelajah ini, kini membanjiri segala sumber kejahatan diatas
Tanah Papua yang dampaknya sangat berbahaya hingga persoalannya sangat mendunia
dan faktual yang terus melonjak.
Fundamen kasat mata penulis bahwa, berdasarkan sejarah
yang telah tertulis,sejak Bangsa Barat beroperasi Tambang Emas Timika, banyak
strategi yang dilakukan oleh penjelajah-penjelajah terhadap pemilik hak ulayat,
yang mendiami diwilayah sekitar Tambang Raksasa ini. Dengan omongan manis dan
bermunafik wajah pun telah mereka perlihatkan kepada masyarakat Adat yang
dijumpahinya. Atas kemunafikan dan tawaran-tawaran momental melahirkan segala
macam jenis dan bentuk kekerasan yang akhirnya, mengorbangkan hak-hak dasar
yang dimiliki anak Adat.
Jadi, hakikat semua kekerasan yang sedang menutupi Alam
di Papua, demi kepentingan, Ekonomi, Politik, Pendidikan, dan lainnya, oleh
kaum kapitalis, dan imperialisme maka kini menuju degradasi kekayaan secara
dasyat pula pemusnahan ras secara besar-besaran diatas haknya. Berbagai cara
pun terus dilakukan menguasai Negeri Surga kecil, tanpa melihat dasyatnya pengorbanan.
Inilah sebuah jalan sistematis dan terstruktur mencapai puncak akhir yang
diimpikannya.
Para investor-investor regional maupun mancanegara pun
ikut berlombah-lombah menanamkan modal di Papua dalam jumlah yang besar-besaran,
tanpa melihat semakin punahnya segala yang terkandung dalam perut Bumi Pulau
Cenderwasih itu. Karena kualiatas Alam Papua yang memadai, seakan pemilik hak
ulayatnya dipandang sebelah mata serta bertindak sewenang-wenang.
Situasi di Papua amat darurat, namun dibiarkan
berlarut-larut. Pemerintah Daerah disetiap pelosok Papua, belum pernah juga ada
kebijakan yang jelas, atas semua kekerasan yang dirasakan masyarakat kecil,
untuk diimplementasikan secara transparansi dan terbuka. Kasus-kasus pembunuhan
massal, pemerkosaan, penganiyaan, penculikan, serta pelanggaran-pelanggaran
jahat lainnya terhadap anak pribumi Papua, perlu ada intervensi aktif secara
tepat oleh lembaga-lembaga local maupun nasional yang berwenang, agar saling
berimplikasi, untuk bertindak secara keindependenan untuk mendamaikan situasi
ini dengan bernegosiasi bersama secara terbuka, untuk diketahui oknum-oknum
atau pelaku-pelaku yang masih saja operasi disana. Karena segala macam
pelanggaran yang terjadi di Papua, sejak bermula hingga kini, belum ada satu kasus
pun diselesaikan secara adil dan bermartabat hingga puncak.
Salah satu kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi pada
2 tahun yang telah berlalu, secara terang-terangan yang juga disaksikan dimata
public, namun proses penyelesaiannya masih dipertanyakan. Dalam kasus
pelanggaran HAM berat, pada 8 Desember 2014 adalah peristiwa Paniai berdarah
yang telah menewaskan, 4 Orang pelajar SMA, dan puluhan orang lainnya luka-luka
parah. Proses penyelesaiannya, pihak keluarga dan masyarakat Paniai pada
umumnya sedang menantikan, untuk diinvestigasi secara terbuka dibawah
pengawasan KOMNASHAM, bukan dari organ atau pergerakan-pergerakan diluar
KOMNASHAM ini. Masyarakat setempat di Paniai, menolak penuh jika, Tim yang
dipersiapkan untuk turun menyelidiki adalah diluar dari lembaga KOMNASHAM.
Kasus HAM berat yang diangkat pada alinea ke-6 diatas
adalah satu, dari sekian bagian kasus yang telah terjadi, sedang, dan akan
terus terjadi,bila kerinduan dan luka batin yang sedang orang Papua rinduhkan
tidak dikabulkan. Perspektif penulis, luka batin Orang Papua, yang belum
dipulihkan oleh Negara Indonesia adalah “Papua menjadi Negara sendiri”. Inilah
yang orang Papua mintah untuk memisahkan Papua dari Indonesia. Ketika hal ini
aman, barulah Pulau Papua dan Orangnya,akan terbebas dari kekejaman. Negara
Indonesia, pastinya melihat hak politik orang Papua. Dilihat dari konteks hukum
dan kenyataan berdasarkan pengakuan de jure dan de facto, Papua memenuhi syarat
menjadi sebuah Negara secara legalitas.
Penulis adalah
Mahasiswa Papua, Kuliah di Papua
0 thoughts on “Kekerasan di Papua Bermula Dari SDA”