BREAKING NEWS
Search

Kantorku, Warnet Anugrah Net

Foto: communications-newss.blogspot.com
Dogiyai,KM---Tiada hari tanpa absen. Dari pagi hingga malam. Orang selalu berkunjung ke  Warung Internet (warnet) Anugerah Net, yakni warnet satu-satunya yang ada di kabupaten Dogiyai, Papua. Karena di Dogiyai hanya ada warnet itu, maka berbagai elemen masyarakat Dogiyai yang berkepentingan dengan akses internet selalu memadati warnet itu. Tak hanya masyarakat Dogiyai, tetapi masyarakat dari kabupaten Deiyai maupun Paniai juga sering berkunjung ke warnet itu.

Warnet Anugerah Net yang terletak di jantung kota Moanemani telah menjadi tempat yang ramai dikunjungi orang, dari masyarakat biasa hingga para pejabat. Pokoknya dari berbagai profesi yang berbeda sering bahkan selalu berkunjung ke sana. Tetapi di sana, di warnet itu profesi mereka menjadi satu dan sama, yakni sebagai pungunjung warnet atau pengguna internet.

Walau banyak pengunjung yang selalu mengeluh bahwa akses internetnya lama, tapi apa boleh buat. Mereka harus menerima kenyataan itu, sebab warnet itu hanya menyediakan voucher. Para pengunjung seakan diwajibkan untuk harus ke sana, apalagi warnet satu-satunya di daerah itu. Dan diwajibkan pula bahwa mereka harus membayar voucher 1 jam Rp. 15.000, 2 jam Rp. 25.000, 4 jam Rp. 50.000 dan 8 jam Rp. 100.000.

Jika dibandingkan, akses internet di Jawa dan Papua pada umumnya, memang amat beda jauh. Kalau di Jawa kita bisa akses internet sepuasnya di hotspot hanya cukup memesan segelas kopi hitam. Tetapi di Papua, khususnya di daerah-daerah pedalaman seperti kabupaten Dogiyai maupun kabupaten-kabupaten yang baru dimekarkan selain sulitnya akses internet, biayanya juga cukup mahal.

Malam itu, sekitar 8 laptop dalam ruangan warnet diisi oleh para pengguna internet. Voucher-voucher dari 1-8 jam berserakkan di atas meja bahkan ada yang berhamburan di lantai. Asap-asap rokok memenuhi ruangan warnet itu. Dua buah meja di luar ruangan yang telah disediakan pun telah dipenuhi orang. Botol-botol teh pucuk, aqua dan teh kotak berhamburan di atas meja. Ya, inilah suasana yang selalu terjadi di warnet Anugrah Net.

Aku duduk di sebuah kursi karet berwarna merah, di bagian sudut sebagaimana biasanya. Laptopku yang tergeletak di atas meja bundar itu masih menyala. Malam itu tampak sepi, tak sama seperti di siang hari. Beberapa pemuda menyibukkan dirinya dengan handphone sambil mengakses internet, pemuda yang lainnya sibuk memainkan jemari di atas keyboard laptopnya masing-masing.


Ada pula yang asyik bermain gim (game). Bagiku dan bagi beberapa teman yang berprofesi sebagai wartawan media online menjadikan warnet ini sebagai kantor kami. Selalu saja kami mampir kesana. Lambat dan mahalnya akses internet tak menjadi soal bagi kami.


Tetapi jujur saja, kami pun sering mengeluh jika memposting berita atau tulisan dan mengirim email dalam kondisi akses yang berjalan lamban. Terkadang pula waktunya habis ketika kami tengah muat (posting) ataupun mengirim email.


“Seharusnya pemerintah menyediakan wi-fi bagi wartawan,” kata Martinus yang duduk di sampingku. “Wartawan kan biasanya mengangkat nama baik daerah lewat media,” lanjutnya sembari memandangiku seakan meminta tanggapan. Aku hanya menghembuskan napas panjang sambil menatap layar laptopku.


“Ya…yaa. Itu memang benar. Bisa saja kalau pemerintah sadar akan betapa pentingnya peran media,” kataku walau aku yakin kalau hal itu tak mungkin terjadi. Aku lalu meneguk sisa kopi hitam.


“Kita angkat nama daerah ke publik, jadi paling tidak pemerintah perhatikan wartawan. Apalagi kita bayar voucher mahal-mahal,” kata Philemon memperlihatkan kerutan di dahinya.


“Ya, tunggu saya jadi bupati.” Agus bergurau sembari tersenyum. “Saya akan perhatikan nasib wartawan,” lanjutnya sekedar bergurau walau dalam hati kecilnya ia juga menyetujui perkataan teman-teman yang lain. Gurauan itu muncul karena ia tak yakin kalau pemerintah akan memperhatikan nasib wartawan. Mendengar gurauan itu, kami semua tersenyum hingga tertelan dalam ketawa selama beberapa menit.


Aku teringat kembali kata Pak Herman, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Bagian (Kabag) Hubungan Masyarakat (Humas) kabupaten Dogiyai beberapa waktu lalu. Bahwa wartawan itu hanya menang gaya, tapi miskin harta. Perkataannya itu memang benar adanya.


Biasanya wartawan menang gaya dengan tas dan kamera yang selalu setia menemaninya, tetapi tak ada yang peduli dengan mereka, apalagi soal harta. Andai saja ia ditempatkan kembali menjadi Kabag Humas, pikirku. Ia pasti memperhatikan wartawan-wartawan lokal di kabupaten itu, sebab rupanya Pak Herman memahami seluk-beluk kewartawanan.



Malam kian berlarut. Para pengunjung mulai pulang ke rumah masing-masing. Suasana warnet kian sunyi dan aku pun pulang dari kantorku, warnet Anugerah Net. ‘Terima kasih kantorku, kau telah membantuku banyak dalam mengakses informasi dari daerah yang jauh dari akses internetan ini’. Begitulah kata hatiku ketika aku meninggalkan warnet malam itu.

Penulis Vitalis Goo Novelis Papua



nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “Kantorku, Warnet Anugrah Net