Yogyakarta, (KM)--Keadaan mahasiswa Papua, sangat memprihatinkan. Hal ini dimulai sejak peristiwa 15 Juli lalu yangmana Ormas reaksioner dan gabungan kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengepun Asrama kamasan I, masalah kenyamanan mahasiswa dan warga Papua tidak aman.
Penyelesain peristiwa ini, DPRP Papua, Komisi, bidan Polhukham dan Gubernur Papua kunjungi mahasiswa Papua di Yogya. Dalam kedatangan tersebut DPRP, Laurenzus Kadepa gandeng beberapa perwakilan mahasiswa Papua bertemu tatap muka bersama Gubernur dan Kapolda DIY untuk meminta pertanggungjawaban atas pernyataan Gubernur DIY terhadap mahasiswa Papua, dan pengepunan asarama kemasan I serta meminta rekomendasi berupa surat tertulis atas kenyamanan mahasiswa Papua di Yogyakrta secara bertatap muka. Namun tuntutan mahasiswa tersebut tidak dijawab oleh gubernur dan kapolda DIY.
Kemudian, DPRP Papua mengeluarkan pernyataan singkat, bahwa DPRP tidak akan pulang sebelum gubernur Papua kunjungi mahasiswa Papua di Yogya. Penyataan tersebut dikabulkan oleh Gubernur Papua, Luks enembe dan rombongannya mengunjugi mahasiswa Papua di Yogya.
Rombombongan gubernur tersebut, stelah bertemu mahasiswa Papua di asrama Kamasan I, melanjutkan bertemu Gubenur DIY. Dalam pertemuan tersebut sangat tertutup. Perwakilan dari mahasiswa, beberapa Bupati, serta rombongan bersama gubernur Papua itu pun tidak diizinkan masuk bersama gubernur.
Apa pembicaraan gubernur Papua dan Gubernur DIYa tidak satupun yang didengar. Setelah pertemuan itu dilakukan, Gubenur Papua kepada beberap awak media meneruskan apa kata gubernur DIY terhdap Mahasiswa Papua di Yogya, bahwa Gubenur DIY tidak memberikan surat kenyamanan tertulis sesuai permintaan mahasiswa Papua. Soal kebebasan ruang demokrasi bagi mahasiswa Papua, Gubenur DIY menentang keras dan tidak memberikan izin untuk demo terkait masalah Papua. “Menetukan Nasib Sendiri bagi Papua,” dengan alasan, karena yang memerdekakan negara ini dimulai dari Yogyakarta.
Kedatangan rombongan gubernur Papua dinilai tidak membuahkan hasil, karena tidak adanya pernyataan tertulis dari Gubernur DIY atas kenyamanan mahasiswa Papua di Yogya, serta tidak memberikan ruang demokrasi bagi mahasiswa papua di Yogya. Sehingga pertemuan Gubernur Papua dan Gubernur DIY itu tidak membawa hasil yang positif bagi mahasiswa Papua.
Waktu berjalan, beberapa tempat jalur masuk ke asrama mahasiswa Papua milik kabupaten bagi mahasiswa dari daerah kabupaten asal di Yogyakarta terus dipantau.
Kemudian Polisi Lalu Litas melakukan sweeping tiba-tiba di sepanjang jalan Timoho, depan Kebun Binatan jalan Kusumanegara. Selain mengamankan lalu lintas jalan, diduga mereka mengadakan ini sasarannya kepada mahasiswa Papua. Karena kedua jalur ini, biasanya dilewati mahasiswa Papau, tujuan ke asrama Kamasan I dan jarang bahkan tidak pernah Polisi lakukan sweeping di dua tempat tersebut.
Menurut pantauan media ini, Keluar masuk mahasiswa Papua, masih dalam pengawasan sehingga mahasiswa Papua merasakan ketidaknyaman untuk melakukan aktivitas mereka seperti biasanya.
Kabar lainya datang dari mahasiswa-mahasiswi yang sebelum kejadian 15 Juli tersebut, telah berangkat ke Papua untuk belibur bersama keluarga di Papua untuk mengisi waktu kosong yang panjang ini, “libur akhir semester”.
Dikabarkan mereka sulit untuk mendapatkan tiket kapal maupun pesawat tujuan sejawa-Bali. Begitupun juga bagi mahasiswa Papua yang ingin pulang berlibur ke Papua.
Salah satu mahasiswi dalam diskusi yang berlangsung di asrama Pania Jln. Santan DIY, Jumat, (12/08) mengaku, mereka sulit mendapatkan tiket Kapal tujuan tanjung Priuk, Makasar dan sekitarnya.
“Kami, yang mau ke Jawa, sangat sulit mendapatkan tiket, setiap agen tiket Kapal, katakan sudah Full,” katanya.
Ada pengumuman yang ditempel depan kantor Pelni Nabire, bahwa “Tiket kapal Nabire dan Tanjung Priuk full”, Pengumuman ini ditulis di Dermaga Nabire.
Lanjut, Dalam kapal kami sempat berunding denga petugas –petuga kapal. Kami tanya kepada awak-awak Kapal “Kenapa samapi tiket kapal habis. Kenapa peraturan di Kantor Pelni dan dalam Kapal Berbed?” jelasnya didepan 35 peserta diskusi.
Sama halnya dialami oleh mahasiswa Papua yang hendak pulang ke Papua, sebelum jadwal tibahnya kapal di dermaga Tanjunng Priuk, Tiket kapal online maupun di kantor Pelni sudah habis. Bahkan dari tempat jua tiket online mengatak bahwa, sistem telah diblokir dari kantor Pelni Pusat.
“Ada adik-adik yang ingin melanjutkan kuliah di Jogja, mereka bertanya-tanya tentang keadaan di jogja. Hal ini menghambat untuk melanjutkan bagi pendidikan perguruan tinggi bagi anak-anak Papua di luar Papau. Tapi ada juga yang tidak diizinkan ole orangtu amereka karena keadaan jogja tidak aman” ujar salah satu mahasiswi Papua yang baru tiba di Yogya beberapa hari lalu itu menceritakan pengalamannya selama berlibur di Papua.
Dalam diskusi tersebut anggota Ipmanapandode Yogyakarta-Solo menukar pendapat bersama. Juga mebicarakan terkait situasi tekini Papua dan Yogyakarta. Banyak persoalan yang mengganjal dalam kehidupan orang Papua. Salah satunya kenyaman mahasiswa dan warga Papua di Yogyakarta serta penyataan exous mahasiswa Papua ke Papua.
(Manfred/KM)
0 thoughts on “Peristiwa 15 Juli 'Kamasan I' Simpang-siur Sampai saat Ini”