Foto : Murid - Murid Sekolah Dasar di Papua/ ils |
Meski sudah 52 tahun Irian Barat (Papua) menjadi bagian dari Negara
kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kualitas pendidikan di daerah
tersebut masih tertinggal dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia.
Jakarta,(KM) – Meski sudah 52 tahun Irian Barat (Papua) menjadi bagian dari
Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kualitas pendidikan di daerah
tersebut masih tertinggal dibandingkan daerah-daerah lain di Indonesia.
“Jujur harus diakui, sudah lima dasawarsa kuantitas pendidikan di Papua sudah bagus. Namun, kualitas pendidikannya yang masih tertinggal. Papua memiliki sumber daya manusia (SDM) yang banyak, tetapi tidak bisa berkompetisi,” ujar Ketua LSM Papua Bangkit Hengky Jokhu kepada SH, Jumat (24/4).
Menurutnya, selama ini pemerintah Indonesia hanya fokus pada pengadaan sarana dan prasarana, tetapi tidak memperhatikan pada kualitas SDM. “Masih banyak orang Papua yang belum bisa menguasai iptek,” kata Hengky.
Program Wajib Belajar 12 Tahun yang digencarkan pemerintah juga belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan di pulau paling timur Indonesia ini. Hal ini disebabkan kurangnya tenaga guru.
Menurutnya, jangan bicara soal daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Di Kabupaten Jayapura yang relatif lebih maju, masih terjadi kelangkaan guru. “Ini fakta, jangan bicara pengadaan guru di daerah 3T, di Kabupaten Jayapura yang relatif lebih maju saja, guru masih langka. Di sana masih ditemukan satu guru mengajar di beberapa kelas. Kalau guru itu berhalangan, seperti sakit atau harus mengambil gajinya, praktis tidak bisa mengajar dan murid-murid diliburkan,” tutur Hengky.
Masalah pengadaan guru ini harus diimbangi infrastruktur dan keamanan yang baik. Menurutnya, guru akan betah menjalankan tugasnya di Papua bila akses menuju lokasi kerjanya mudah dijangkau. Ia merasa aman dan nyaman tinggal di sana serta kesejahteraannya terjamin.
Ia juga mengusulkan transmigrasi dihidupkan kembali. Menurutnya, transmigrasi membuat kehidupan masyarakat setempat lebih bagus, termasuk di bidang pendidikan. Ia mengatakan, pada 1969, ketika banyak orang dari luar daerah transmigrasi ke Papua, banyak pensiunan TNI/Polri yang mengajar di sekolah-sekolah.
Menurutnya, banyak tenaga pengajar profesional datang ke Papua lewat program transmigrasi. Mereka mampu menangani masalah keterbelakangan di Papua.
“Saat itu, penduduk lokal menjadi lebih maju baik dari segi pendidikan maupun ekonomi. Pendidikan harus diimbangi program-program pendukung seperti transmigrasi,” katanya. Ia berharap, ke depan pemerintah Indonesia dapat mengambil kebijakan monumental, merekonstruksi dan meredefinisi seluruh kebijakan pembangunan infrastruktur dan pembangunan SDM di Papua.
Koordinator Forum Komunikasi Masyarakat Papua di Jakarta, John Polly Manti mengatakan, sudah tujuh presiden yang memimpin Indonesia, namun mereka belum bisa membawa Papua keluar dari kemiskinan. (Sumber : Sinar Harapan).
“Jujur harus diakui, sudah lima dasawarsa kuantitas pendidikan di Papua sudah bagus. Namun, kualitas pendidikannya yang masih tertinggal. Papua memiliki sumber daya manusia (SDM) yang banyak, tetapi tidak bisa berkompetisi,” ujar Ketua LSM Papua Bangkit Hengky Jokhu kepada SH, Jumat (24/4).
Menurutnya, selama ini pemerintah Indonesia hanya fokus pada pengadaan sarana dan prasarana, tetapi tidak memperhatikan pada kualitas SDM. “Masih banyak orang Papua yang belum bisa menguasai iptek,” kata Hengky.
Program Wajib Belajar 12 Tahun yang digencarkan pemerintah juga belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan di pulau paling timur Indonesia ini. Hal ini disebabkan kurangnya tenaga guru.
Menurutnya, jangan bicara soal daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal). Di Kabupaten Jayapura yang relatif lebih maju, masih terjadi kelangkaan guru. “Ini fakta, jangan bicara pengadaan guru di daerah 3T, di Kabupaten Jayapura yang relatif lebih maju saja, guru masih langka. Di sana masih ditemukan satu guru mengajar di beberapa kelas. Kalau guru itu berhalangan, seperti sakit atau harus mengambil gajinya, praktis tidak bisa mengajar dan murid-murid diliburkan,” tutur Hengky.
Masalah pengadaan guru ini harus diimbangi infrastruktur dan keamanan yang baik. Menurutnya, guru akan betah menjalankan tugasnya di Papua bila akses menuju lokasi kerjanya mudah dijangkau. Ia merasa aman dan nyaman tinggal di sana serta kesejahteraannya terjamin.
Ia juga mengusulkan transmigrasi dihidupkan kembali. Menurutnya, transmigrasi membuat kehidupan masyarakat setempat lebih bagus, termasuk di bidang pendidikan. Ia mengatakan, pada 1969, ketika banyak orang dari luar daerah transmigrasi ke Papua, banyak pensiunan TNI/Polri yang mengajar di sekolah-sekolah.
Menurutnya, banyak tenaga pengajar profesional datang ke Papua lewat program transmigrasi. Mereka mampu menangani masalah keterbelakangan di Papua.
“Saat itu, penduduk lokal menjadi lebih maju baik dari segi pendidikan maupun ekonomi. Pendidikan harus diimbangi program-program pendukung seperti transmigrasi,” katanya. Ia berharap, ke depan pemerintah Indonesia dapat mengambil kebijakan monumental, merekonstruksi dan meredefinisi seluruh kebijakan pembangunan infrastruktur dan pembangunan SDM di Papua.
Koordinator Forum Komunikasi Masyarakat Papua di Jakarta, John Polly Manti mengatakan, sudah tujuh presiden yang memimpin Indonesia, namun mereka belum bisa membawa Papua keluar dari kemiskinan. (Sumber : Sinar Harapan).
0 thoughts on “Kualitas Pendidikan di Papua Masih Tertinggal”