Frater-Frater yang berasal dari Keuskupan Timika, Saat Bergandeng Tangan dan melakukan Yuu/Yu Waita di Halaman STFT, Padang bulan, Jayapura, Papua. (Foto : Dok/KM) |
Bisakah
Kemo Yuu digunakan sebagai lagu penutup dalam
liturgi katolik?
Oleh : Yosep Bunai
Ulang
Tahun Keuskupan Timika Ke-11,
dirayakan perayaan ekaristi di kapela Yesus bangkit “Seminari Tinggi
Interdiosesan Yerusalem Baru Abepura-Papua”,
pada 18/04/2015, jam 18.00 (sore) WIT.
Perayaan
Ekaristi dipimpin oleh pater pembina para frater keuskupan Timika Agustinus
Alua Pr dan pater Dominikus Hodo Pr sebagai dosen Kitab Suci Sekolah Tinggi
Filsafat Teologi “Fajar Timur”.
Dalam
perayan itu bersifat inkulturatif, lagu-lagu dalam perayan itu yang dibawakan oleh frater-frater
bersama, Komunitas
Mahasiswa Katoik Paroki Kristus Jaya Komopa
(KMK PKJK) dan Sekolah Tinggi Pastoral Kateketik (STPK) Waena. Lagu-lagi itu, dinyanyikan dalam versi budaya Papua
yakni Mee, Amugmee, Migani, dan Dani. Kemudaian, Mazmur
Tangapan juga dinyanyikan dalam versi budaya Mee, sekaligus doa umat disampaikan dalam 5
bahasa (bahasa Amugme, Dani, Migani, Mee dan bahasa Biak) oleh frater-frater itu sendiri.
Dalam
kotbah pada hari itu menjadi suatu kenyatan yang perlu dilakukan dan benar-benar diwujudnyatakan dalam realitas sosial masyarakat
keuskupan Timika.
Pater
Domin dalam kotbanya menegaskan kepada para calon-calon
imam di keuskupannya bahwa “ pewartaan kita tentang kebangkitan, tentang Yesus
adalah Gembala, Yesus adalah Mesias dll.
“sudah
tahu
seluruh umat di muka bumi jadi pewartaan kita haruslah bersifat memebebaskan
umat kita khusunya keuskupan Timika dengan tindakan yang nyata, seperti
membebaskan dalam hal aspek ekonomi dengan caranya adalah, buat kolam, piara
babi, buat kebun dan lain-lain, dan sebaliknya juga dalam asep-aspek lain”.
Hingga Ibadah diakhir dengan lagu penutup KEMO YUU, yang dinyanyikan serentak bersama-sama
umat yang hadir. Lagu itu,
memunyai arti khususnya yang sangat mendalam.
lagu
masing-masing orang diungkapkan bersama-sama secara teriak dan keras.
Akhirnya saat
itu, kapel seminari menjadi suasana lain dan orang-orang keuskupan lain yang ikut
dalam perayaan tersebut ,merasa
bingung dan terkagum karena sebelumnya belum
tahu dan melakukan KEMO YUU di keuskupan
mereka dalam gereja.
“tetapi
bagi umat keuskupan timika
adalah hal biasa maka yang sempat hadir merasa senang dan ikut terlibat dan
melakukannya.”
Kemo adalah bulat. Yuu adalah Lagu jadi lagu bulat atau lagu bersama. KEMO YUU
diangkat dalam perayaan ulang tahun ini dengan maksud tertentu.
Kenapa
tidak? Lagu syukur semacam ini
diperlukan dalam liturgi katolik. Lagu KEMO YUU yang diungkapkan oleh suku Mee
adalah mengungkapkan rasa terimakasih atas kerja sama dalam kegiatan bersama
yang mana menyelesaikan secara bersama kegiatan-kegiatan besar di
kampung-kampung.
Seperti buat pagar di hutan (Eda Wotayaga), dalam pengambilan bahan
rumah adat (Yuwopiya Mutiyaga), Membantu
angkat perahu dari tempat pembuatan (hutan) ke tempat penyimpanan di air (Koma Dokiyaga) dan lain sebagainya.
Kegiatan
yang sudah disebut di atas adalah membutukan tenaga sebanyak-banyak jadi perlu
adanya kerja sama antara mereka.
Lagu
KEMO YUU juga disebut lagu untuk kebersamaan. Maka, terciptalah
lagu KEMO YUU yang baik pula. Dengan demikian, dalam acara rekreasi bersama di pante
Holtekam pada minggu,
(19/02/15)
berkaitan dengan ulang tahun keuskupan timika,
dalam sambutan pater Domin,
diminta semua orang yang hadir, ikut
nyanyi KEMO YUU yang di buat sama seperti di kapela Seminari dalam perayaan
Ekaristi tersebut.
Jadi
KEMOYUU adalah suatu nilai yang bermakana maka kemoyu menjadi sambutan pater
Domin,”katanya.
Penulis :
Mahasiwa Sekolah Tinggi Filsataf Teologi (STFT) Fajar Timur, Padang Bulan,
Jayapura, Papua.
0 thoughts on “Peryaan Ekaristi Ulang Tahun Keuskupan Timika Ditutup Dengan Lagu Kemo Yuu Atau Yu Waita”