Foto : Saat aksi di budaran HI untuk menutut kasus pelanggaran
(HAM) Paniai 8 Desember 2014 yang menewaskan 4 siswa smu Negeri Enarotali/Paniai dan lainya krisis.
|
Oleh: Frans Nawipa
"Hidup Perempuan Papua Barat! Hidup mama Papua Barat’’
Inilah dua kalimat yang sering teriakan dalam yel-yel atau orasi aksi demontrasi yang sering dilakukan oleh mahasiswa Papua Barat di Tanah se-Jawa Bali, Sulawawesi maupun Papua Barat.
Kedua yel-yel ini seakan menjadi perhatian yang penting dalam sejumlah yel-yel yang lainnya sering di teriakan oleh mahasiswa Papua Barat, baik oleh kaum laki- laki maupun perempuan sendiri. Terselipnya yel-yel yang berbau "Perempuan’’ adalah aksi demotrasi ini menjadi indikator adanya perkembangan perhatian terhadap Perempuan Papua Barat tidak begitu di perhatikan dalam hal apa saja, entah dalam kanca, budaya, ekonomi, politik kesehatan maupun bidang lainnya.
Sekilas memotret kebelakang, persoalan perempuan, terutama perempuan Papua Barat, tergambar secara jelas sebuah kerumitan yang multikomples dan multidimensional. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perempuan Papua Barat tidak perna lepas dari berbagai persolan yang menggeluti setiap langkah hidupnya. Persoalan hidup itu sendiri berasal dari nilai-nilai budaya tertentu bukan nilai budaya seluruhnya –yang menempatkan perempuan sebagai manusia kelas dua, dengan kaum laki-laki sebagai manusia kelas satu. Selain penderitaan karena faktor budaya, yang tidak kalah menarik bahkan lebih kejamnya adalah arena faktor lainnya, seperti kepentingan ekonomi, politik pembangunan, agama, dan kepentingan lainya yang menjurus pada munculnya penderitaan perempuan dalam bentuk kekerassan militer, kesehatan, ekonomi, Pembangunan, agama dan lainnya. Akumulasi antara berbaagai nilai budaya dan kepentingan ini menjerumuskan perempuan sebagai korban penderitaan yang seakan-akan tiada akhirnya.
Melihat kenyataan adanya nilai-nilai yang membuat membuat perempuan menderita dan adanya berbagi kepentingan diatas Tanah Papua Barat, maka tampa merasa ragu sedikitpun, sekaligus tampa mengurangi dan meremekan penderitaan di wilaya lainya, dapat dikatakan bahwa perempuan papua barat adalah korban penjajahan.
Penjajahan dalam arti ini bukan sekedar kekuasan eksploitatif dan hegomonis fihat luar Papua Barat, misalnya kepentingan Negara Indonesia dan Negara lainya, tetapi juga penjajaan dalam monteks kejahatan budaya yang menjadikan perempuan segabai korban. Artinya, perempuan Papua Barat menjadi mulitikompleks dan multimensional.
Lalu, pertanyaanya adalah bagaimana potret penderitaan perempuan Papua Barat? Sikap dan tindakan apa yang di ambil oleh perempuan Papua Barat-tentunya dengan kaum laki-laki yang peduli dengan nasib perempuan Papua Barat dalam menghadapi penderitan atas dirinya? Barangkali jawabanya dari pertanyan pertama telah berusaha dijawab oleh penulis, namun saya ingin menjawab kedua pertanyan dengan memotret perjalan perempuan Papua Barat, sekaligus memotret perjalanan perempuan Papua Barat, terutama yang terkai dengan penderitaan dan kebangkitan perempuan Papua Barat, sekaligus memotret dari mana sedang kemana ‘’bola emas’’ Perjungan perempuaan Papua Barat sedang gulirkan.
Korban Penjajaan
Tidak salah jika di katakana bahwa Perempuan Papua Barat telah, sedang dan tidak diakhiri akan mengeluti penderitaan dalam hidupnya. Atau dengan kata lain korban perempuan Papua barat telah, sedang dan akan terus berjaktuhan ironisnya, wajah kekerasan terhadap prempuan papua barat seakan-akan menjadi sebuah sebuah pemandangan lazim’’ yang indah, yang hanya enak di tontong tampa merasa gelih sedikitpun oleh berbagai sifat yang menontongnya, baik sebagai individu, kelompok, organisasi, bangsa, maupun Negara. Artinya, penderitaan papua barat tidak menarik perasahan kasihan bagi siapapun, mala berbagi sifat menjadi pelaku langsung dan tidak langsung, bagi penderitaan perempuan papua barat.
Jika pelaku kekerasaan terhadap perempuan papua barat di lihat kebelakang dari saat sekarang ini, maka ada dua kategori pelaku kejahataan terhadapa perempuan papua barat, yang dapat dapat dikategorikan dalam priodik waktu,. Pertama, pelaku kejahatan terhadap perempuan papua barat pra-pengaruh luar masuk ke papua barat, yaitu indetik dengan kekerasann budaya yang berland=sung hingga sekarang. Kedua, pelaku kejahatan terhadap perempuan papua barat pasca-pengahru luar masuk ke papua barat, terutama sesaat dan setelah papua barat dianeksasi oleh klonial Indonesia lewat proses penentuan pendapat rakyat (PEPERA) yang cacat hukum dan moral.
Kekerasan Ekonomi
Di bidang ekonomi, perempuan papua barat mengahadapi sebua situasi yang sulit. Bukan semata karena susah menghadapi himpitan ekonomi, tetapi lebih-lebih karena dua situasi yang bertolak belakang.
Di satu sisi, secara budaya perempuan papua barat telah menjadi tulang punggung ekonomi keluarga.
Kekerasan kesehatan
Di bidang kesehatan, kekerasan tehadap perempuan Papua Barat telah, sedang dan-jika tidak di akhiri-akan terus berlangsung pada sistematis. Walaupun di satu sisi Pemerintah klonial Indonesia, terutama lewat terpangan tangannya di Papua Barat berusaha membuat berbagai kebijakan mengenai peningkatan mutu kesehatan, tetapi disi lain perlu di sadari bahwa banyak penyakit di Papua Barat di tularkan secara sistematis dengan motif politik. Artinya, pemerintah daderah di Papua Barat menggenai peningkatan derajat kesehatan orang Papua Parat sama saja dengan membunu niat pemerintah pusat atau cita-cita colonial. Mengapa demikian ?
Ada dua hal yang ,enjadi indikator dosa pemerintah klonial bagi penularan penyakit terhadap orang papua barat. Pertama, kebijakan Negara dengan upaya genosida (pemebasmihat atnis malanesia secara sistematis oleh klonialme Indonesia). Kedua, pembiaran orang papua barat dalam bidang kesehatan. Dua hal yang saling melengkapi dan sistematis.
Kebijakan Negara Indonesia, yang cenderung saya sebut kebijakan penyakit berkaitan dengan berbagai kebijakan kesehatan yang membuat penyakit oaring papua barat adalah program keluarga berencana, HIV/AIDS, minuman keras, narkotika, obat-obat terlarang dan lainnya. Dari yang disebut ini hanya program kelurga berencana yang dilancarkan dan diterapkan secara terselubung dengan mngandalkan kekuatan militer dan intelejen. Semunya mempunyai tujuan yang sama, yaitu kepentingan kebasmian etnis malanesia di papua barat.
Penerapan keluarga berencana di papua barat dilakukan secara membabi buta. Artinya, dalam prakteknya memakan banyak korban jiwa perempuan papua barat karena proses sosialisasi dan prakteknya dilakukan secara membabi buta. Kebanyakan pegunan alat kontrasepsi KB tidak sesuai dengan kondisi diagnosa kesehatan si pemakai, sehingga mengakibatkan banyak perempuan papua barat yang sakit, dan meningal dunia.
Penulis adalah Mahasiswa Papua yang sedang Kuliah di Jakarta
0 thoughts on “Kekerasan Terhadap Perempuan Papua Barat”