BREAKING NEWS
Search

Anak Adat Berjalan Tanpa Alas Kaki


Anak Adat Papua/KM
Pandangan mata meluluh dari arah jauh.Terlihat seorang anak Adat Papua sedang memegang sepotong karung kecil, yang berisiskan kaleng sambil memegang air botol aqua di sebalah tangan kanannya. Panas matahari yang begitu ganas, keringat bercucuran seperti air hujan yang membasahinya. “Aduh, aku panas sambil meminumkannya sebotol air aqua itu, lalu dikatakan “segar..!


Begini ceritanya :


Ada seorang anak Adat Papua, seorang anak Adat tanpa alas kaki, anak Laki-Laki, kira-kira dia masih berumum pelajar, SD kelas  2 di SD Bumi Wonerejo, Nabire, Papua. Dia masih berumur 8 tahun, namanya Lukas dan tempat tinggalnya di kompleks Wonerejo, Nabire, Papua.


Suatu saat,  karena tidak ada pekerjaan yang perlu dikerjakan di rumah. Ia mengambil sepotong karung kecil yang awalanya, masih belum berisi apa-apa. Ia mulai berjalan dari arah SMP Negeri 2 Wonerejo, Nabire, Papua sambil memegang karung itu, dan mulai menuju di arah bagian pasar karang Tumartis, Nabire.


Si lukas, memulai perannya, yaitu mencari kaleng. Entah kaleng, Fanta, Sprite, Coca-cola, dan kaleng-kaleng aluminiunm lainnya untuk diisi di karungnya.


Ia mulai start tepat, pada pukul 11.00 WIT siang. Siang itu, terlihat matahari yang sangat ganas. Melihat di langit, hanya terlihat kebiru-biruan. Tanpa, ada se-gumpal awan putih maupun hitam di atas langit itu. Dengan malas tahu, anak Adat tanpa alas kaki itu, mulai bergerak melangkah berfokus untuk mencari kaleng.  Juga tanpa melihat ke arah kanan-dan kiri. Tanpa terkecuali, panggilan orang-orang.


Kaki kecil itu, Aspal yang dianjak seakan-seakaran api barah yang dimakananya. Aduh, panas sekali,”katanya tiap kali  melangkah.


Mesikipun demikian, kefokusannya memanggilnya cepat untuk beristrahat di tempat somber untuk beristrahat selama 15 menit sambil melepaskan lelah.


Ketika ditanya, adik untuk apa adik mencari kaleng? Saya mau gunakan untuk berjajan di sekolah bersama teman-teman. Adik sekolah dimana? SD bumi Wonerejo. Adik sudah kelas berapa? Kelas 2 SD, kakak.  


Begitu mendengarkan perkataan itu, saya merasa terpukul. Anak Adat Papua yang satu-satunya masih menjadi seorang tukang kaleng,”tanyaku. Apalagi, anak-anak yang masih berumum sekolah kelas 2. Apakah orangtuannya jarang memperhatikan, kurang memperhatikan, atau tidak sama sekali memperhatikannya.


Secara mental, anak Adat ini, akan merasa tersisi dari ketidakperhatian dari orangtuanya. Dan pastinya, mentalnya akan terganggu pula.


Meskipun disisi lain, anak Adat itu, melatih kemandirian secara psikologi. Tetapi, melihat dengan situasi kondisi Papua, sebenarnya tak pantas dilakukannya.


Usai istrahat, anak Adat tanpa alas kaki itu, meneruskan perjalananya untuk mencari kaleng. Menuju di arah pantai MAAF, kini pantai Nabire, tepat di ujung Bandar udara Nabire.


Aspal, yang sangat meleleh, kaki kecil itu, dipukul aspal. Membuat jejak kakinya di aspal. “telapak kakinya, terbakar. Karung yang dipegangnya, hampir penuh dengan kaleng-kaleng”. 


Sepanjang jalur Yos sudarso, seperti jalur yang memang sudah disediakan dengan kaleng-kaleng. Ia tinggal mengangkat kaleng-kaleng yang dibuang. Seakan-akan kaleng-kaleng itu, sudah disajikan oleh manusia.


Perjalanannya masih panjang, tertik matahari masih begitu memancar. Memukul di kepalanya, rasanay sakit sekali. Masih dalam perjalanan. 


Ada seorang anak perempuan, yang namanya Meri. Ia, seorang anak SMA YPK Tabernakel, kelas 2, dengan penuh rasa kasihan, memberikan uang sebesar Rp.20.000 (Dua Puluh Ribu) pada anak adat itu.


Uang itu, ia membeli air aqua sedang yang dingin untuk diminum sekaligus membasahi kepalanya. 


Perjalannya udah hampir tiba di pantai Nabire, tepat di Lampu Merah pantai Nabire.


Ia mengatakan, kakak kelas berapa? Kakak sudah menyelesaiakan SD, SMP, dan SMA. Kini, kakak kulia di Universitas Sains dan Teknologi Jayapura. Kampus itu ada di Jayapura. Kakak, di sana sekolahnya baguskah? Sangat bagus, sama seperti adik bersekolah di sekolahnya, adik. Menerima pelajaran dari Ibu dan Bapak Guru di kelas. Juga sama persis, ada tugas dll.


“jadi, antara sekolah dan kampus sama saja. Menerima mata pelajaran.  Hanya ada perbedaan nama gedungnya, yaitu sekolah dan kampus. Tapi, intinya, dua-duanya gedung tempat belajar.


Perbincangan itu, dimulai di pantai Nabire. Tepat pukul 16.45 WIT hingga berakhir tepat pukul 17.20 WIT. 


Anak adat Papua itu, merasa penasaran dengan kampus. Ia mengatakan saya punya cita-cita ingin menjadi seorang pilot. Adik, kakak sangat bangga dengan mempunyai cita-cita yang tinggi itu. “untuk mencapi cita-cita itu, harus belajar dan belajar banyak. Jangan pernah lupa akan doa kepada Tuhan,”kata saya kepada adik Lukas.


Dengan memunyai impian yang setinggi langit itu, apa jawaban dari berbagaia komponen Rakyat dan Pemerintah akan pernyataan yang dikatakan anak itu.


Semua anak dan bahkan manusia pada umumnya memunyai harapan dan cita-cita yang setinggi-tinggi langit. Meskipun, ada uang dan tidak ada. Secara spontan bisa mengeluarkan secara berat hati. Apakah cita-cita bisa disampaikannya atau tidak.


Untuk mewujudkannya, semuanya ada di tangan orangtua sebagai pihak pertama yang mengetahui isi hati seorang anak-anaknya. Sementara yang lainnya, seperti keluarga dan pihak pemenerintah adalah pihak pelengkap dari sebuah keluarga.


“Saya sangat menyesal, anak adat Papua yang memunyai cita-cita yang sangat besar. Tetapi, kadang tidak perhatikan. Entah mengapa.


Kadang masalah-masalah itu, menjadi perbincangan serius, yang seharusnya ditangani dengan kasat mata, untuk mencipatakan perubahan dalam Sumber Daya Manusia (SDM)nya.


Jika, memang merasakan SDM yang sangat penting, yang nantinya mengatur bangsa ini, maka, perlu melakukan pemberdayaan kepada anak-anak Adat Papua. anak-anak Adat Papua, seperti cerita di atas itu. Yang mengajak untuk orangtua dan pemerintah harus membuka mata untuk pentingkan SDM Papua. karen SDM sangatlah penting.


Meningkatknya pendidikan adalah membangkitkan SDM Papua. karena Papua saat ini, sangat membutuhkan SDM yang berkualitas bukan berkuantatif. Bila, Papua dilihat hanya kuantitafnay saja. Maka, pembanguan di Papua akan sama persis seperti yang kita lihat, saat ini. Dan bila, dilihat secara kualitasnya, saya yakin, Papua akan berubah. Karena bobotnya membuat nyaman dalam pembanguan di Papua adalah SDM yang berkualitas.


Admin/KM


TAG

nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “Anak Adat Berjalan Tanpa Alas Kaki