Ist@ |
“Apa jadinya, bila anak adat Papua korban ekonomi di
atas tanahnya sendiri…?”
Hari Rabu, (12/08) pukul 16.00 WIT kemarin Sore, satu pasukan
wartawan muda Kabar Mapegaa (KM) berjalan santai dari sekertariat KM, Silva
Griya, Kotaraja menuju Asrama Gaiya di
STFT Fajar Timur, Padang Bulan, Jayapura, Papua.
Selama dalam perjalanan, banyak hal yang dapat kami
bincangkan, salah satunya perkembangan masa lalu, masa kini, dan masa yang akan
datang. Hal itu, dilihat dari sisi Ekonomi, Politik, Pemerintahan, dan Sosila
Budaya.
Semua perbincangan dapat dirasakan dan menjadi kerinduan akan
peristiwa yang terjadi di tanah Papua.
Papua dilimuti dengan banyak macam ragam suka dan budaya dan
segalah kekayaan yang memang sudah ada. Tuhan sangat adil, memberikan susu dan madu untuk rakyat Papua.
Kira-kira perbincangan itu, diakhiri tepat di toko Saga,
Abepura, Papua.
Sekelilingi toko Saga, banyak hal yang menjadi kerinduan
tersendiri oleh penulis. Salah satunya, anak adat Papua yang hampir lamanya, melakukan
aktivitas antar jemput barang, setelah para pembeli membeli barang di toko Saga.
Dengan beraninya, mengambil barang yang dibawakan oleh petugas toko Saga, untuk
membawanya di mobil si pembeli barang itu agar diberikan uang seribu.
Kira-kira ia melakukan kegiatan itu, hampir tiap hari.
Tindakan yang dilakukan anak itu, menjadi sebuah kerinduan
yang berkelanjutan. Penulis juga meras
terpukul, dan berani menanyakan dalam hati, apa Papua adalah orang peminta?
Seakan-akan kekayaan alam Papua, menjadi sandiwara semata, dilihat
dan dipandang menjadi sahabat sepermain yang sudah habis. Tidak. Kita kaya akan
segalahnya,”tanyakan dalam hatiku.
Dengan demikian, penulis dapa melakukan sebuah rekomendasi
kepada pemerintah bahwa Papua butuh sebuah upaya untuk mengatasi anak Adat Papua
yang melakukan tindaka-tindakan yang kurang baik. Pemerintah perlu memerhatikan
hal demikian.
Admin/KM
0 thoughts on “Anak Adat Bikin Sedih”