(Foto: Dok. Ist, Google/KM) |
Oleh: Frans Pigai
Religio - (KM). “Sebab itu berkata kepadamu yang benyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih.” Luk. 7:47.
Umat manusia yang terkasih, bacaan injil Lukas 7:36-50 berbicara mengenai kasih Yesus yang diurapi oleh perempuan bedosa. Di akhiri kisah, Tuhan berkata, “Dosamu telah diampuni... Imanmu telah menyelamatkan engkau, ... (ayat 48,50).
Bagi orang yang menyadari dan mengakui dosa-dosa-Nya sudah diampuni, dan penghargaan akan pengampunan itu akan berbuah kasih yang besar pula pada sesama. “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap orang yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” (Efesus 4:32).
Sebagai manusia Papua, bangsa Melanesia, perlu kita sadar dan bangkit bahwa sejauh mana kita bertobat dari keinginan sesaat, atas penghinaan manusia dan tanahnya sendiri dari kekelaman yang berbahaya, dan jangan sekali-kali kita memihak pada orang lain ingin menjatuhkan kita dalam kejahatan, artinya dosa. Maka, di lihat dengan perkembagan situasional Papua, Tuhan selalu bertindak dan memihak padanorang yang bertindak atas kebenaran dan keadilan bagi menyelamatkan orang lain. Tuhan juga selalu memberikan kasih keselamatan bagi magi yang merindukan bangkit, yang tertindas dan jatuh dalam belengguh mautnya.
Hal yang diperlukan adalah pengakuan dan pertobatan kita, disertai sebuah komitmen untuk tidak lagi mengulangi hal yang sama. “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan kau pandang hina, ya Allah.” (Mazmur 51:19). Artinya, Tuhan tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban bakaran tetapi Dia berkenan kepada hati yang hancur. Hati yang disentuh atau dijamah dalam suatu pertobatan, penyesalan, kerendahan hati, kesungguhan hati datang kepada Tuhan, itulah yang menjadi syarat untuk datang kepada Tuhan bagi setiap umat manusia di muka bumi ini.
Sukacita sejati digambarkan oleh Maria Magdalena yang bertekad untuk membalas kesih dan kebaikan Tuhan itu dengan turut ambil bagian dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Bahkan ia relah berkorban dengan memberikan apa yang dimiliki sebagai wujud kasihnya kepada Tuhan. Dengan demikian, sukacita sejati adalah memberikan diri dan mengasihi. Bentuk kasih yang hendaknya kita wujudkan kepada Tuhan dan sesama? Persoalan adalah beranikah atau maukah setiap kita manusia menghadapi tentangan itu dan tetap melakukan tindakan kasih bagi setiap diri kita masing-masing?
Oleh karena itu, Tuhan selalu menganugrahkan banyak karunia istimewa kepada kita. Diantaranya kemampuan untuk menyembuhkan orang-orang yang jatuh dalam dosa dan membengkitkan orang-orang yang selalu berada dalam bahaya kejahatan kekuatan penggoda Iblis. Tetapi jika kemudian kita meminta kepada Tuhan agar memberikan kemampuan lain yang tidak berbahaya karena saja Tuhan menyelamatkan dan mengabulkan permintaannya.
(Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Tanah Colonial Indonesia)
Editor: Frans Pigai
Religio - (KM). “Sebab itu berkata kepadamu yang benyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih.” Luk. 7:47.
Umat manusia yang terkasih, bacaan injil Lukas 7:36-50 berbicara mengenai kasih Yesus yang diurapi oleh perempuan bedosa. Di akhiri kisah, Tuhan berkata, “Dosamu telah diampuni... Imanmu telah menyelamatkan engkau, ... (ayat 48,50).
Bagi orang yang menyadari dan mengakui dosa-dosa-Nya sudah diampuni, dan penghargaan akan pengampunan itu akan berbuah kasih yang besar pula pada sesama. “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap orang yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” (Efesus 4:32).
Sebagai manusia Papua, bangsa Melanesia, perlu kita sadar dan bangkit bahwa sejauh mana kita bertobat dari keinginan sesaat, atas penghinaan manusia dan tanahnya sendiri dari kekelaman yang berbahaya, dan jangan sekali-kali kita memihak pada orang lain ingin menjatuhkan kita dalam kejahatan, artinya dosa. Maka, di lihat dengan perkembagan situasional Papua, Tuhan selalu bertindak dan memihak padanorang yang bertindak atas kebenaran dan keadilan bagi menyelamatkan orang lain. Tuhan juga selalu memberikan kasih keselamatan bagi magi yang merindukan bangkit, yang tertindas dan jatuh dalam belengguh mautnya.
Hal yang diperlukan adalah pengakuan dan pertobatan kita, disertai sebuah komitmen untuk tidak lagi mengulangi hal yang sama. “Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan kau pandang hina, ya Allah.” (Mazmur 51:19). Artinya, Tuhan tidak berkenan kepada korban sembelihan dan korban bakaran tetapi Dia berkenan kepada hati yang hancur. Hati yang disentuh atau dijamah dalam suatu pertobatan, penyesalan, kerendahan hati, kesungguhan hati datang kepada Tuhan, itulah yang menjadi syarat untuk datang kepada Tuhan bagi setiap umat manusia di muka bumi ini.
Sukacita sejati digambarkan oleh Maria Magdalena yang bertekad untuk membalas kesih dan kebaikan Tuhan itu dengan turut ambil bagian dalam pelayanan pekerjaan Tuhan. Bahkan ia relah berkorban dengan memberikan apa yang dimiliki sebagai wujud kasihnya kepada Tuhan. Dengan demikian, sukacita sejati adalah memberikan diri dan mengasihi. Bentuk kasih yang hendaknya kita wujudkan kepada Tuhan dan sesama? Persoalan adalah beranikah atau maukah setiap kita manusia menghadapi tentangan itu dan tetap melakukan tindakan kasih bagi setiap diri kita masing-masing?
Oleh karena itu, Tuhan selalu menganugrahkan banyak karunia istimewa kepada kita. Diantaranya kemampuan untuk menyembuhkan orang-orang yang jatuh dalam dosa dan membengkitkan orang-orang yang selalu berada dalam bahaya kejahatan kekuatan penggoda Iblis. Tetapi jika kemudian kita meminta kepada Tuhan agar memberikan kemampuan lain yang tidak berbahaya karena saja Tuhan menyelamatkan dan mengabulkan permintaannya.
(Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Tanah Colonial Indonesia)
Editor: Frans Pigai
0 thoughts on “Sukacita Sejati ”