(Foto: Dok. Ist Google/KM) |
Oleh: Beni Pakage
Pasca pengumuman hasil PEPERA 1969 yang penuh curang itu, mulai dari pagi hingga malam hari seluruh bangsa Papua menangisi dan meratapi masa depan hidup mereka. Ada yang bingung, ada yang marah dan yang buat aksi membakar Alkitab sebagai bentuk protes kepada gereja dan bangsa barat yang terlanjur mengajarkan kepada orang Papua Barat mengenai ajaran Cinta Kasih. Belanda dengan mudah angkat koper dan menyerakan orang Papua kepada Indonesia yang penuh napsu yang membara untuk menguasai tanah Papua.
Namun, dibalik tangisan dan ratap mayoritas orang Papua, di Arso menjelang tahun 1965 sebuah kelompok anak muda yang berani mulai membuat sebuah pelatihan militer untuk mempertahankan tanah pusaka mereka hingga titik darah penghabisan, setelah sebulan sebelumnya kelompok ini melebur dengan sebuah wadah yang luput dari perhatian UNTEA dan Indonesia yaitu “Papua Youth Movement” di rumah D Mallo di Abepura.
Kelompok kecil ini mengeluarkan ikrar, “Kami adalah Pemilik Negeri dan Tuan Tanah” kami tidak akan tunduk pada bangsa manapun dan kami akan berjuang hingga titik darah penghabisan.
Ikrar ini membuat kelompok anak mudah yang terdiri dari sekitar 78 anak ini melakukan latihan gerilya dan perang - perangan dengan semangat yang tinggi di daerah Arso Kerom sekarang. Dalam pelatihan yang dipimpin oleh Marthen Tabu ini terjadi penambahan orang menjelang pelaksanaan Pepera 1969.
Kemudian tahun 1968, sekelompok anak muda dari Sekolah Pengamat Pertanian (SPP) Kota Nikah Harapan, Jayapura-Papua dengan menggunakan 2 buah bus sekolah bergabung dengan pasukan perlawanan lain di daerah Nyunsu kecil Depapre dan kosongkan barak sekolah mereka bergabung dengan Audi B.
Di Arso pagi hari, sekitar pukul, 09.00 WIT, setelah pengumuman Pepera 1969, pasukan yang ada camp latihan di brifing tiba-tiba oleh komandan mereka Marthen Tabu.
Setelah personil di siapkan, Marthen Tabu menangis mencucurkan air mata tanda sedih yang luar biasa di depan anak buahnya dan katakan; Indonesia telah memenangkan Pepera dengan curang dengan penuh, intimidasi, teror dan pembunuhan.
Bangsa barat membiarkan kami dengan tangan mereka penuh berlumuran darah dan air mata, sehingga bagi yang mau menyerah, silakan kembali bergabung dengan Indonesia. Yang tidak mau bergabung dengan Indonesia silakan ke Papua Neuw Guinea. Dan yang mau berdiri dengan saya, tetap tinggal di tempat. Marthen kembali dengan tegas katakan; saya tuan tanah pemilik tanah ini. Bangsa lain tidak bisa menentukan masa depan hidup bangsa lain. Saya tidak akan tunduk pada penguasa manapun,baik Indonesia atau Belanda. Dan saya akan berjuang pertaruhkan nyawa saya buat tanah leluhur saya yang Allah beri.
Mendengar pesan yang disampaikan oleh Marthen itu, mereka sepakat membuat ikrar perlawanan dan mereka siap mempertaruhkan nyawa mereka buat tanah dan kemerdekaan bangsa Papua Barat.
Pasca kemenangan curang Indonesia dalam Pepera 1969, keadaan di Tanah Papua bukannya membaik,namun malah memburuk dengan hampir setiap hari orang ditangkap,di bunuh,di siksa, hilang melalui operasi-operasi militer yang terus dilancarkan Indonesia.
Dampak kekerasan Militer Indonesia itu, banyak orang terus datang untuk bergabung dengan kelompok perlawanan ini. Dan dalam kesempatan yang sama, datang juga Zet Rumkorem untuk bergabung dengan kelompok ini. Karena pada tahun 1961 saat diluncurkannya atribut negara Papua barat, yaitu bendera Bintang Fajar, Burung Mambruk dan Lagu Hai Tanahku Papua, Belanda janji akan memberikan kemerdekaan buat bangsa Papua Barat setelah 10 tahun, maka berdasarkan itu, pada pukul, 10.00 WIT saat itu langit bersih tanpa awan dan teduh tanpa angin, 01 Juli 1971, Zet Rumkorem yang sebelumnya telah diangkat sebagai Presiden Papua Barat mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Papua Barat di Kampung Waris di Markas Viktoria.
Saat pembacaan teks proklamasi dibacakan, terjadi sebuah peristiwa yang aneh, dimana alam raya bergemuruh, seakan terjadi teriakan sorak-sorai oleh seluruh makluk di atas tanah ini mulai dari Sorong di Barat - Samai Timur, Pulau Adii di Selatan - Pulau Mapia di Utara. Pasca Proklamasi 01 Juli 1971, hasilnya di kirim dengan sandi melalui kurir oleh OPM di hutan kepada Nicolas Jouwe di Belanda untuk di umumkan kepada dunia. Namun, proklamasih itu di tahan dan tidak di umumkan ke publik barat dan dunia.
Harapan dukungan atas proklamasi kemerdekaan itu hanya tinggal harapan. Di dunia OPM kalah perang akibat diplomasi dan propaganda Indonesia melalui berbagai media saat itu. Namun, tidak kalah di medan perang, walau Indonesia menggunakan peralatan perang moderen. Mereka terus berjuang tanpa lelah. Hasil dari perjuangan OPM terus menerus selama 51 tahun dengan menaiki gunug-gunung terjal, menyesuri lembah-lembah yang luas, menyusupi belantara rimba raya penuh duri, berenangi rawa payah, panjat tebing-tebing, menyebrangi pesisir laut pantai dan menempati dusun-dusun, mereka berhasil memenangkan hati mayoritas orang Papua hari ini dalam ketelanjangan diri mereka.
Mereka masih terus berjuang untuk memenuhi janji dan ikrar kepada Allah, Sang Pencipta dan tanah ini sampai datang Sang Bintang Fajar di Timur (Bintang Kejora), memberi tanda damai dan kebahagian di hati buat mereka.
(Penulis adalah Pemerhati Sejarah Perkembangan Bangsa Papua Barat)
Editor: Frans Pigai
0 thoughts on “ Marthen Tabu: Mengingat Kembali Perjuang Papua Merdeka”