Kerinduanku akan keceriaan kampung halamanku.(Foto: Doc.Prib. Waimaga.Ist) |
Karya: Kadepa Waiimaga Idha
Saat alam gelap gulita, ku mengingatmu
saat wajah zaman berlumuran debu hitam, masih ku mengingatmu.
saat fajar menjelangkusebut namamu dengan lantang ,
dan fajar pun merekah seraya menebar senyuman indah.
Sebuah senyuman tulus ikhlas
saat melihat pesona alam teroancar senyum tulus
senyum yang bersumber dari hati terdalam,
hati yang terselimuti oleh mutiara-mutiara keimanan,
memancarkan sejuknya cahaya rahmat,
oh… alangkah mempesonanya sahabatku,
rupa hati yang begitu menakjubkan itu.
dalam alam semesta yang teramat luas ini,
beraneka ragam perasaaan kita temukan
dirasakan tiap-tiap makhluk yang hidup disana.
ada perasaan bahagia,
ada riang gembira,
ada senang, ceria,tenang dan damai,
yang senantiasa menerangi hati-hati kecil
dibawa alam pikiran mereka.
tetapi...
ada juga yang merasa sedih,
ada juga juga yang merasa tertekan,
juga bingung,galau, resah,
panik dan perasaan-perasaan sejenis lainnya.
sedikit berfikir sederhana,
begitulah rentetan cerita kehidupan di kolong langit ini
bagai Bak sebuah roda yang selalu berputar selaras,
seirama dan sejalan dengan berputarnya waktu.
Ada saat-saat di mana tiap jiwa yang hidup,
sedang berada di bawah,
dan juga ada pula saat-saat sedang berada di atas.
Begitulah sahabatku,
semua itu datang silih berganti,
menutup lembaran lama dengan lembaran baru
dengan indahnya alam negriku.
Penulis adalah Mahasiwi Papaua, kuliah di Jayapura, Papua.
0 thoughts on “Alam, Senyum Tulus”