Frans P (Foto: Dok. Prib/KM) |
Oleh : Frans Pigai
Artikel, (KM). Salah satu hal yang sangat penting dan berharga ditemukan kembali oleh para perintis dan penghayatan teologi serta spiritualitas kemerdekaan ialah kesadaran bahwa kita sebut para miskin itu hanya miskin dalam hal uang, materi, kesempatan maju, perumahan dan segala yang konvensional disebut kenikmatan jasmani.
Namun, bila kita langsung menghadapi dan menghayati para miskin di tanah Papua dalam praktik sehari-hari (dan justru praktik inilah yang selalu menjadi pangkal tolak teologi kemerdekaan dan perkembangan di tanah Papua), maka sangat mencocoklah bahwa dalam banyak perkara mereka yang Salam disebut miskin itu sungguhlah kaya. Penulis juga berpendapat bahwa kekayaan di tanah Papua, kaum miskin secara nyata ada di tanah Papua bahwa Papua disebut alam dan segala bentuk moralitas kekayaan manusia Papua yang sangat kaya dan kekayaan tersebut tersebar di berbagai negara bahkan di dunia. Tetapi, dibalik kekayaan itu seakan kita menjadi jatuh miskin dari berbagai bentuk kekayaan tersebut.
Kaya dalam sikap dan keuletan, kaya dalam sifat-sifat yang benar-benar memanusiakan manusia, kaya akan sikap dan penghayatan keadilan, pengorbanan, dan pertolongan kepada sesama senasib, kaya dalam peradaban dan budaya manusia sejati dan kaya dalam bentuk kekayaan alam yang terdapat di tanah Papua.
Kaum miskin punya bentuk-bentuk kekayaan yang kita tidak punyai dan yang sering membuat mereka berstatus mahaguru untuk kita, diibaratkan tanah Papua menjadi mahaguru bagi seluruh dunia demi kekayaan yang ada di atas tanah Papua.
Memanglah ada aspek-aspek perjuangan untuk dan demi kaum miskin dari pihak kita, akan tetapi ada aspek lain juga, yakni lewat dialog eksistensial dengan mereka bertujuan untuk mempertahankan kekayaan yang ada di tanah Papua dari perbagai segi yang kita dapat belajar banyak dari kekayaan mereka berupa kemanusiawian sejati yang adil dan beradab, yang ulet, yang sabar dan kokoh bertahan dalam situadi-kondisi yang begitu berat sehingga boleh jadi membuat kita sudah amat pagi berputus asa seandainya kita digilas seperti mereka digilas.
Dalam situasi kemiskinan bagi kaum miskin di tanah Papua bukan menjadi ukuran untuk putus asa di tangah jalan. Tetapi, aspek yang berupa miskin segera akan jelas bahwa permasalahan sebenarnya tidak terlekat pada soal kekayaan Papua atau kaum miskin dari kekayaan yang ada di Papua, akan tetapi dalam soal serakah atau penyembahan terhadap benda-benda ajaib.
Sebab, kekuatan utama bagi kemerdekaan bagi kaum miskin di atas tanah Papua adalah perjuangan yang harus diperjuangkan untuk memenuhi segala bentuk aspek kebutuhan bahkan eksistensi dari berbagai macam kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan hidup di atas tanah Papua.
(Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Tanah Kolonial Indonesia)
Artikel, (KM). Salah satu hal yang sangat penting dan berharga ditemukan kembali oleh para perintis dan penghayatan teologi serta spiritualitas kemerdekaan ialah kesadaran bahwa kita sebut para miskin itu hanya miskin dalam hal uang, materi, kesempatan maju, perumahan dan segala yang konvensional disebut kenikmatan jasmani.
Namun, bila kita langsung menghadapi dan menghayati para miskin di tanah Papua dalam praktik sehari-hari (dan justru praktik inilah yang selalu menjadi pangkal tolak teologi kemerdekaan dan perkembangan di tanah Papua), maka sangat mencocoklah bahwa dalam banyak perkara mereka yang Salam disebut miskin itu sungguhlah kaya. Penulis juga berpendapat bahwa kekayaan di tanah Papua, kaum miskin secara nyata ada di tanah Papua bahwa Papua disebut alam dan segala bentuk moralitas kekayaan manusia Papua yang sangat kaya dan kekayaan tersebut tersebar di berbagai negara bahkan di dunia. Tetapi, dibalik kekayaan itu seakan kita menjadi jatuh miskin dari berbagai bentuk kekayaan tersebut.
Kaya dalam sikap dan keuletan, kaya dalam sifat-sifat yang benar-benar memanusiakan manusia, kaya akan sikap dan penghayatan keadilan, pengorbanan, dan pertolongan kepada sesama senasib, kaya dalam peradaban dan budaya manusia sejati dan kaya dalam bentuk kekayaan alam yang terdapat di tanah Papua.
Kaum miskin punya bentuk-bentuk kekayaan yang kita tidak punyai dan yang sering membuat mereka berstatus mahaguru untuk kita, diibaratkan tanah Papua menjadi mahaguru bagi seluruh dunia demi kekayaan yang ada di atas tanah Papua.
Memanglah ada aspek-aspek perjuangan untuk dan demi kaum miskin dari pihak kita, akan tetapi ada aspek lain juga, yakni lewat dialog eksistensial dengan mereka bertujuan untuk mempertahankan kekayaan yang ada di tanah Papua dari perbagai segi yang kita dapat belajar banyak dari kekayaan mereka berupa kemanusiawian sejati yang adil dan beradab, yang ulet, yang sabar dan kokoh bertahan dalam situadi-kondisi yang begitu berat sehingga boleh jadi membuat kita sudah amat pagi berputus asa seandainya kita digilas seperti mereka digilas.
Dalam situasi kemiskinan bagi kaum miskin di tanah Papua bukan menjadi ukuran untuk putus asa di tangah jalan. Tetapi, aspek yang berupa miskin segera akan jelas bahwa permasalahan sebenarnya tidak terlekat pada soal kekayaan Papua atau kaum miskin dari kekayaan yang ada di Papua, akan tetapi dalam soal serakah atau penyembahan terhadap benda-benda ajaib.
Sebab, kekuatan utama bagi kemerdekaan bagi kaum miskin di atas tanah Papua adalah perjuangan yang harus diperjuangkan untuk memenuhi segala bentuk aspek kebutuhan bahkan eksistensi dari berbagai macam kemanusiaan untuk memenuhi kebutuhan hidup di atas tanah Papua.
(Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Tanah Kolonial Indonesia)
Editor: Frans Pigai
0 thoughts on “Kekayaan Papua, Kaum Miskin ”