Oleh, Kelompok Belajar Perempuan Papua, Yogyakarta (KBPPY)
Suasana saat diskusi berlansung pada 22 Januari 2017 alu, bertempat asrama mahasiswa Baliem, Contat, Yogyakarta.(Foto: Yulia/KM) |
Yogyakarta, (KM)-- Minggu, 22 Januari 2017 lalu, Kelompok Belajar Perempuan Papua, Yogyakarta (KBPPY) mengadakan diskusi bersama, bertempat asrama mahasiswa Baliem, Condong Catur. diskusi tersebut dimulai pada pukul 18.00 WIB. Dalam dikusi kali ini dihadiri mahasiswa/i Papua sedikitnya 31 orang dan diskusi tersebut yang mejadi pemateri adalah Yusuf Kossay.
Pada awal kegiatan perwakilan dari KBPPY menjelaskan secara singkat profil dan beberapa diskusi yang sudah dilakukan oleh KBPPY. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan tentang permasalahan yang dari dulu sampai sekarang dihadapi oleh perempuan Papua, dimana budaya patriarki masih sangat tinggi berpengaruh terhadap aspek lain.
Dalam penjelasannya jika dilihat dari aspek sosial Perempuan Papua selalu di nomor duakan dan juga dalam berbagai hal menyangkut sosial ketidakadilan selalu dialami oleh perempuan Papua, bahkan yang lebih parahnya sampai perempuan sendiri dengan sudah pasrah menerimanya sebagai suatu keharusan takdir.
Jika ditinjau dari kaca mata ekonomi, perempuan harus bersusah payah bekerja di kebun untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, bahkan sampai memaksa anak perempuannya untuk dipaksa kawin agar dapat membantu perekonomian keluarga perempuan tersebut. Dalam hal berpolitik tidak terlepas dari masalah sosialnya, sehingga perempuan diharuskan ataupun lebih banyak diintervensi oleh laki-laki.
Seusai beberapa penjelasan, pemateri mengelompokkan perempuan dalam empat kelompok untuk membahas tentang empat aspek yang menjadi sorotan dalam diskusi kali ini, yaitu: Social, Ekonomi, Budaya dan Politik.
Suasana saat diskusi berlansung pada 22 Januari 2017 alu, bertempat asrama mahasiswa Baliem, Contat, Yogyakarta.(Foto: Yulia/KM |
Dalam kelompok ini perempuan berdiskusi tentang berbagai masalah ataupun pengalaman yang pernah dihdapi bersinggungan dengan empat aspek tersebut kemudian solusi yang diinginkan oleh perempuan Papua.
Aspek budaya
Dalam kehidupan masyarakat Papua, khususnya Lembah Baliem, memiliki beberapa budaya yang dipandang merugian perempuan Baliem. Beberapa budaya itu berkaitaan dengan kehidupan sosial masyarakat. Sosial masyarakat misalnya; Perkawinan, kerja domestic.
Budaya-budaya tersebut masih dianggap mengutamakan kaum laki-laki dan menomorduakan kaum perempuan, sehingga dapat dikatakan patriarki.
Hal ini merupakan fenomena saat ini, dimana perempuan selalu menjadi suborbinat dari laki-laki. Serta laki-laki salah mengartikan kodrat perempuan. Laki-laki kebanyakan menjadikan perempuan sebagai pekerja domestic yang mengurusi dapur, ternak, serta anak.
Aspek social
Kehidupan sosial di Papua masih menjunjung tinggi sistem patriarki, stigmatisasi yang tinggi terhadap tingkah laku perempuan Papua, Perempuan selalu dinomor duakan dalam hal kasih sayang dalam keluarga, pembagian harta waris karena tidak mewariskan marga terhadap keturunannya.
Dengan adanya konstruksi sosial yang dilakukan oleh kaum laki-laki , mengatasnamakan budaya, menjalankan pemikiran-pemikiran yang merugikan kaum laki-laki. Sehingga dalam kehidupan sosial pun perempuan susah mendapat posisi-posisi yang strategis, seperti sebagai pengambil keputusan dalam musyawarat adat. Inilah adalah salah satu bentukpenindasan terhadap perempuan.
Aspek Ekonomi
Secara tidak lagsung perempuan selalu dijadikan sebagai tulang punggung keluarga atau pencari nafkah. Khususnya terjadi di daerah Lembah Baliem, perempuan diberikan bekerja domestic sekaligus menjadi pelaku pasar, menjual hasil kebun mereka.
Begitupula dengan memelihara ternak babi, biasanya perempuanlah yang memelihara namun, laki-laki yang akan mengambilnya untuk keperluannya. Sedikit laki-laki sekarang yang paham akan penidasan di bidang ekonomi ini.
Aspek Politik
Perempuan akan susah mendapat kesempatan di dunia politik , karena budaya yang menguntungkan kaum laki-laki. Sehingga quota perempuan di bidang politik yang seharusnya 30 % , untuk mencapai 5% pun masih sangat susah, hal ini disebabkan oleh dominananya laki-laki di partai poitik dan ruang politik sehingga mengatasnamakan budaya untuk menggeserkan posisi-posisi perempuan Papua.
Ditambahkan lagi oleh pemateri, sebenarnya musuh utama perempuan Papua yaitu dirinya sendiri dimana penilaian yang selalu keliru terhadap kemampuan yang dimilikinya, perempuan juga selalu pada umumnya menganalisis setiap persoalan dengan menggunakan perasaan. Pemateri menambahkan, inilah yang dilihat sebagai peluang bagi kaum laki-laki untuk melakukan penindasan terstruktur. Hal lainnya adalah susahnya relasi antara perempuan dan perempuan , yakni ego yang dimiliki setiap perempuan untuk menjatuhkan atau merendahkan perempuan lainnya.
Sehingga solusi-solusi yang penting adalah: perempuan harus tegas dalam mengambil keputusan, perempuan juga harus kuat alam bidang Ekosob (Ekonomi ,Sosial ,Budaya) sehigga tidak menganggap laki-laki sebagai pemenuh hal ini. Memutuskan rantai ketergantungan, memutuskan rasa tidak berdaya serta merasa lemah yang diciptakan oleh budaya.
Perempuan juga harus ikut serta dalam mendidik anak-anaknya dalam hal pembebasan Perempuan papua. Dalam hal-hal di atas perempun diminta terus berjuang hingga kesetaraan gender (konstruksi social) bisa berakhir. Sehingga satu sama lain saling memahami dan mendukung dalam hal pekerjaan dmestik dan carir.
Liputor: Manfred/KM
Liputor: Manfred/KM
0 thoughts on “Diskusi Lepas: Persoalan Perempuan Papua Lembah Baliem ditinjauh dari Ekosob”