Oleh : Methu Cs
Badii
Nikodemus Kadapa, Fasilitator Pemberdayaan Tujuh Suku.Ist |
Artikel, (KM)--Di
Area Kerja PT. Freeport Indonesia dikenal dengan istilah “tujuh suku” dalam
bahasa gaul disebut “seven tribes” yakni karyawan yang berasal dari masyarakat local yang mendiami di wilayah
kerja perusahan raksasa yang berada di timika, tujuh suku yang dimaksud
diantaranya yaitu suku Amungme, Kamoro, Mee, Moni, Dani, Damal, Nduga, mereka
adalah 7 dari 300san suku yang mendiami
di tujuh wilayah adat papua.Suku kamoro berada
dibagian pantai selatan papua, kalau masuk diarea perusahan yaitu
pelabuhan Amamapare “tempat pengapalan emas dan tembaga yang diambil dari
underground dan Grasberg, kemudian drop ke pabrik peleburan mile 74 dan alirkan
melalui pipa tambang, keluar di portsite dan ekspor keluar negeri sesuai
kebutuhan lebih dari 33 Negara yang
mendapatkan barang menta dari freeport Indonesia” kalau masuk diwilayah
pemerintahan, pelabuhan itu disebut Paumako,
tempat ini tampak rumah masyarakat kamoro berjejer ditepian pantai,
derasnya ombak tiap hari menghantam tiang rumah panggung yang berdiri diatas
pasir, mereka hidup tanpa penghasilan tetap, tidak banyak yang kerja di PTFI
dan PNS, kalaupun ada bisa hitung dengan jari.
Sedangkan Suku Amungme termasuk lima suku kerabat
lainnya, berada dibalik gunung Nemangkawai yang perusahan katakan “Grasberg”
sementara pemerintakan sebut
“tembagapura” ini melintang luas di pegunungan tengah papua, papua yang orang
lain biasa juluki “surga kecil yang jatuh ke bumi” karena berlimpah akan
kekayaan alam yang Tuhan berikan kepada
orang papua umumnya dan khusus tujuh suku.
soal tujuh suku
bukan nama ejekan dan bukan juga
sindiran pihak tertentu, menurut pencetus istilah tujuh Suku, Nikodemus Kadepa,
mengatakan tujuh suku adalah nama sebuah identitas karyawan yang berasal dari
masyarakat local yang kerja di PTFI, dan mereka juga adalah pemegang hak ulayat
gunung yang mengandung “emas dan tembaga” yang Indonesia klaim “dapur” yang
memberi makan puluhan negara di dunia ini.
“Tujuh suku”
tidak hanya sebatas identitas dari sejumlah suku yang berada di daerah operasi
pertambangan, namun tujuh suku memiliki sebuah status khusus yang sudah diakui
dalam pedoman kerja Freeport-McMoRan sebelum nasionalisasi menjadi Freeport
Indonesia, “status 7 suku sudah terdaftar dalam pedoman dasar freeort Mcmoran
melalui kebijakan ijin operasi perusahan asing di Indonesia dengan nomor (FM-2003.05) yang diperbaharui
oleh Freeport Indonesia dengan nomor (
FM-2003.16) dan disetujui dewan direksi freeport MCMoran dan Dewan Komisaris
PTFI pada tanggal 1 April 2003 disahkan
7 Desember 2004).
“Dalam pedoman
dasar tersebut, tercatat lima bidang, salah satunya diatur mengenai “Status
khusus karyawan tujuh suku” sedangkan empat program lainnya “urusan karyawan dan perusahan, perlindungan
hak asasi manusia dan hubungan kerja perusahan dengan pemerintah serta
pengembangan ekonomi Masyarakat tersebut sudah dijalankan oleh perusahan, namun
“perekrutan, pelatihan dan promosi untuk karyawan tujuh suku sesuai dengan
rangkuman yang ada dalam pedoman kerja PTFI hingga sekarang belum dijalankan.
Perusahan
terkesan melakukan pembiaran terhadap status 7suku di tengah kebijakan
perusahan yang dipukul rata semua karyawan dengan karyawan papua dan karyawan
nonpapua, pada hal aryawan tujuh suku
sudah diatur khusus dalam pedoman tersebut, namun menjadi pertanyaan adalah
kenapa Freeport Indonesia belum jalankan pedoman tentang status khusus tujuh
suku yang ditetapkan freeport McMoran hingga sekarang memakan puluhan tahun ini?
Bagaimana untuk
menjawa pertanyaan ini?
Menase Degei, Sekjen Pemberdayaan Tujuh Suku.Ist |
Untuk menjawab
pertanyaan ini,penulis telah melakukan wawancara khusus bersama Sekretaris
Jendral Tim Pembedayaan, Menase Degey. Ia mengatakan, “Tim Pemberdayaan Tujuh Suku
hadir di lingkungan perusahan untuk
menjalankan dua tujuan Utama. Pertama: Untuk menutupi kekuranagn perusahan, kedua
untuk memproteksi harga diri tujuh suku.
Pemberdayaan 7suku hadir untuk menutupi kekurangan perusahan karena pihak lain
yang selama ini kontra dengan PTFI
sedang persoalkan apa yang belum dilakukan oleh perusahan terhadap karyawan
tujuh suku. Pihak-pihak tersebut biasa layangkan tuduhan miring dengan
mengancam eksistensi perusahan yakni isu lingkungan, Isu Hak Asasi dan isu
sentitif lain yang berkaitan dengan masyarakat local. Kedua: tim pemberdayaan hadir untuk memproteksi harga
diri tujuh suku karena, Menurutnya, selama ini
karyawan tujuh suku terkesan diabaikan oleh perusahan dan dinilai sedang
manfaatkan pihak lain atas nama tujuh suku hinggsa saat ini memakan
puluhan tahun, oleh karena itu tim pemberdayaan siap merebut kembali statuta tujuh
suku dan akan menerapkan konsep yang ideal dengan memperbaharui system.”
Kemudian, menurut
Inisiator tim pemberdayan, Nikodemus Kadepan di Dampingi Jeky Amisim, kepada
media ini menjelaskan untuk perekrutan karyawan 7 suku akan terapkan “satu
pintu” baik prekrutan karyawan nonstaff atau karyawan staff harus masuk melalui
“pintu pemberdayaan”, tidak seperti
selama ini perekrutan besar-besaran dilakukan oleh perusahan melalui berbagai pintu tanpa mempertimbangkan tenaga
kerja local, terbukti karyawan tujuh suku tidak banyak bahkan tidak sama sekali
juga ada disetiap departemen (coba lihat, berapa karyawan papua? Berapa
karyawan Tujuh suku yang ada?
Sekalipun ada
hanya mengembang jabatan clerk, jabatan Kuli atau teknisi, sedangakan jabatan
foreman atau Officer hingga Manajer dan Vice Presiden di kuasai oleh orang
amber dan lainnya.tidak sadar perusahan ini ada dimana? Tidak sadar perusahan
sedang menguras kekayaan Papua? Tidak sadar diarea kerja ini ada Tujuh suku? Justru
dinilai belum kompoten atau belum mampu tanpa memberikan kesempatan untuk
mencoba, dan dianggap belum mampu tanpa
melihat sejauh mana diberikan kesempatan untuk pelatihan.
Itu sebabnya tim
pemberdayaan akan bergerak memperbaharui system pelatihan yang sebelumnya
pengembangan akan rubah menjadi pemberdayaan, dengan konsep pemberdayaan akan
membuat karyawan merasa memiliki perusahan besar ini, yang mana selama
ini,karyawan dikembangkan dari apa yang dia miliki, dikembangkan dari apa yang
dia pahami namun bedah dengan konsep pemberdayaan, dimana karyawan diberdayakan
dan mampu melakukan, diperdayakan sehingga menjadi cerdas dan diperdayakan
untuk siap melakukan apapun tanpa ada arahan dari pihak lain.dengan demikian
karyawan tersebut merasa bahwa pribadinya dirubah oleh system bukam merasa ditindas
oleh system, maka karyawan yang dimaksud merasa memilik perusahan ini sebagai
tempat diamana dia mencari nafkah yang dia mesti memproteksi, bukan dianggap
sebagai tempat dimana dia merasa diperlakukan bukan sebagai pemilik negeri.
Oleh karena
itulah tim pemberdayaan bertindak sebagai mediator antara karyawan tujuh suku
dan perusahan untuk sama-sama melihat masalah yang ada dan membenahinya, bahkan
melihat ancaman dari luar yang dialamatkan kepada perusahan dengan
memamnfaatkan salah satu dari dua yang dijelaskan diatas yakni ”promosi” untuk
karyawan tujuh suku. dinilai belum berjalan maksimal oleh pimpinan dari
masing-masing departemen, dimana dalam penilian semua karyawan (papua dan non
papua) disamakan tanpa ada kekhususan untuk karyawan tujuh suku, sehingga ketika
dilakukan uji kompotensi belum mampu
mencapai target yang tetapkan oleh perusahan sehingga terkesan hanya untuk
menekan karyawan tujuh suku suku agar tidak promosi.
Tindakan ini
dinilai diskriminasi dalam hal promosi dimana karyawan papua dan non papua
berjalan lancar dan bahkan diberikan pengecualian sementara karyawan tujuh suku
berjalan ditempat alias macet. Pengecualian juga jarang ada bahkan nasip
karyawan tujuh suku terkesan dipatok hanya sebatas status karyawan dan tidak harus
naik level dan grade.
Dengan demikian,
kembali bertanya, kepada perusahan dan karyawan tujuh suku, apakah kita bersatu
loloskan perusahan ini dari ancaman yang
datang dari luar yang tidak pro dengan kebijakan perusahan terhadap karyawan
tujuh suku? Atau kita bersama mengatasi persoalan yang pihak lain menjadikan
tujuh suku sebagai objek untuk menyerang Freeport? Sebagiamana yang diharapkan
oleh perusahan, menjaga perusahan ini, soal ini kita sepakat, tapi perusahan
juga harus memahami, keluhan dari
karyawan tujuh suku yang ingin memproteksi harga diri yang tersirat dalam
pedoman dasar Freeport Mcmoran yang belum dijalankan oleh freeport indonesia.
diperusahan ini semua sama, tidak melihat kamu dari mana? Tidak melihat apa
jabatan kamu? Kita sama karyawan yang harus menjalankan aturan, perusahan juga
mematuhi kewajibannya, karyawan juga mendapatkan apa yang menjadi haknya,
termasuk hak karyawan tujuh yang sedang menuntut ini.
Penulis adalah
Mahasiswa Papua Kuliah Di Bandung.
0 thoughts on “Tujuh Suku dan Freeport”