Foto: Dok Prib Ancotek/KM |
Oleh : Mateus Tekege
OPINI, KABARMAPEGAA.COM – Masa kini menjadi sesuatu yang menarik membahas konsep revolusioner, karena berkaitan erat dengan konsep perkembangan, perubahan, dan berkelanjutan dalam ilmu sejarah yang mengonstruksi realitas sosial dan penjalanan hidup.
Di sini saya akan membahas bagaimana konsep revolusioner akhirnya menjadi sebuah gerakan yang membangun sebuah peradaban. Sang revolusioner berarti individu atau suatu kelompok yang memegang teguh nilai-nilai manusiawi tanpa penindasan oleh para penindas. Sang revolusioner juga adalah orang yang mementingkan sisi dialog bagi konstruksi dunia yang lebih baik.
Sifat revolusioner yang keluar dari hakikatnya, yakni revolusioner yang merasa dirinya adalah peramu realitas sosial, yang memainkan simbol-simbol kosong demi sebuah kekuasaan.
Lalu pertanyaanya, bagaimana sifat revolusi yang digerakan oleh sang revolusioner dalam konteks Papua ?
Bisa dikatakan ini adalah masa membangun identitas nasional bagaimana sebuah wilayah yang luas, etnis, ras, dan agama yang multikultural disatukan oleh para revolusioner untuk menumbangkan kekuasaan asing yakni pemerintah kolonial Indonesia. Fase ini bisa dikatakan sang revolusioner menjalankan hakikatnya sebagai pejuang sejati tanpa sesuatu untuk membujuk materialistik.
Bagimana sifat revolusioner pada masa ini? Menurut saya meninjau dari kacamata Paulo Freire sebenarnya sudah baik bahkan fase ini diibaratkan menaikkan lagi level hakikat dari revolusioner itu sendiri. Sekarang kemana warga Negara bisa menyampaikan aspirasi, apa yang dirasakannya, pengalamannya, keluhanya dan seterusnya. Jika dapat disampaikan lewat media sosial, itu merupakan kemajuan besar
Bagaimana kemudian hakikat sifat revolusioner itu bermuara. Ke tangga kekuasaankah atau sebagai jalan pembebasan fikiran serta tindakan yang berpijak pada nilai-nilai luhur bangsa?
Saya tentu harus mengatakannya, itu tergantung kepada dinamika sosial elite penguasa serta rakyat umum. Keduanya harus memainkan strategimemeriksa dan menyeimbangkan.
Kehidupan terjangkit oleh budaya yang sakit niscaya akan menghasilkan keluaran kehidupan yang sakit pula. Kesadaran fikiran tentang kemanusiaan itu sendiri adalah pangkalnya, kemudian dia harus mengarahkanya pada kebijakan bangsa untuk menciptakan sebuah masyarakat yang hidup bebas diatas tanahnya sendiri.
Dasar dari kepemimpinan otentik adalah kebebasan di dalam diri. Dengan kebebasan di dalam diri ini, orang bisa menjaga jarak dari hal-hal yang ada di sekitarnya, lalu membuat keputusan-keputusan yang terkait dengan hidupnya.
Kebebasan bukan berarti, orang bisa berbuat seenaknya. Kebebasan berarti orang bisa mengambil jarak dari dunia sekitarnya, lalu hidup sesuai keputusannya. Kepemimpinan revolusioner juga harus datang dari kebebasan personal untuk menggerakan seluruh masyarakat yang sedang dalam tekanan militerisme
Pemimpin revolusioner bukanlah kepemimpinan yang reaksioner, melainkan kepemimpinan yang berwatak solutif, mampu melihat akar persoalan untuk kemudian mencari solusinya. Siap adalah kata kunci.
Karena kesiapan dalam perubahan pada dasarnya menuntut fleksibilitas, inovasi dan tanggapan dari seorang revolusioner yang memiliki visi besar bersama- sama dalam organisasi kiri untuk membebaskan Bangsa secara totalitas. (FP/KM)
*) Penulis adalah Mahasiswa Papua, Kuliah di Jawa Barat
0 thoughts on “Revolusioner Menuju Jalan Pembebasan”