Oleh : Kudiai M.
Ilustrasi : B.K @google./KM |
Tanggal
01 Desember 2000, kira-kira pukul 10 : 00 WPB, aku dari belakan rumah dipanggil
ayahku. Aku bergegas meninggalkan semua permainanku yang sedang aku mainkan.
Aku
langsung menghampiri ayahku.“Bapa tadi panggil Ssa kaaa ?” tanyaku.
“Ioooo,
ko mandi sudah kita dua ke kota”. Kata ayahku.
Waktu
itu, kalau ayahku bilang kalau kita ke kota, yang ada didalam pikiranku adalah
kita akan pergi jalan-jalan mengelilingi kota, membeli ini, itu, dan lain-lain.
Aku
langsung menuju kamar mandi dan mandi. Setelah mandi aku lanfsung menunggu
ayahku datang didepan rumah.
Beberapa
menit kemudian, ayahku datang, setelah itu aku dan ayahku pergi mengikuti arah
depan rumah.
Hari
itu, aku dan ayahku, langsung menuju ke arah mobil taxi, setelah kami berdua
naik, aku dan ayahku menuju Oyehe.
Didalam
perjalanani, banyak sekali masyarakat Papua yang sedang berlari-lari pada saat
itu. Aku melihat ke arah luar taksi dan melihat di sepanjang jalan, seperti ada
kekacauan di jalanan itu.
Hingga
tiba didepan terminal Oyehe. Sesampai didepan Oyehe, aku dan ayahku bergegas
turun dari taksi lalu menuju pasar.
Suasana
pada hari itu, cukup menekamkan pada saat itu, aku berdiri di sebelah terminal
pasar Oyehe, bersama ayahku, banyak sekali tentara dan Polisi yang berlarian ke
arah kami.
Aku
karena ketakutan, langsung aku mengajak ayahku untuk kembali ke rumah.
“Bapa
kita balik sudah, ini ada kacau nii,” kataku sambil menarik tangan ayahku untuk
pulang.
“Ioooo,
tunggu saja. Sedikit lagi kita pulang,” kata ayahku.
“Ioooo,
cepat eee, kita pulang”.
Suasananya
makin mencekam, siang itu. masyarakat Bangsa Papua mengelilingi taman bunga,
tetapi aku tahu, ayahku menyuruhku ikut untuk bersama-sama mengikuti acara itu.
Aku
dan ayahku berdiri di sebuah tembok kecil di sebelah pasar Oyehe, sambli
melihar ke arah taman bunga, ribuan masyarakat apapua ada pada saat itu.
Aku
bingung, dan bertanya-tanya kepada ayahku,
“Bapa,
mereka buat apa itu ?”
“Itu
mereka acara besar untuk orang Papua,” jawab ayahku sambil mengangkatkan
tanganku.
“Ooooooo”.
Beberapa
jam sudah berlalu, didalam taman bunga, di tutupi masyarakat Papua, dan
dikelilingi ribuan gabungan TNI dan Polri.
Perasaan
takutku semakin muncul karena melihat banyak makhluk yang berbaju loreng.
Tak
lama kemudian, setelah aku dan ayahku menikmati panasnya pada siang hari itu,
suara seruan dengan pengeras mike, yang berbunyi di depan taman bunga,
“Hormatttttttt,
grak”.
Suatu
bendera selebar 1x2 meter bendera besar berkibar didepan mata kepalaku. Secara
wajar mata, aku sangat kaget ketika melihat itu. Hatiku tergerak cepat,
memandangi sang bendera berkibar depanku, sungguh mempesona.
Cepat-cepat
aku mengangkat tangan ayahku dan beritahukan kepada ayahku,
“Bapa,
itu bendera apa,”
“Itu
Bendera Bintang Kejora,” kata ayaku sambil tersenyum.
“Ooooooooo”.
Setelah
bendera itu, berkibar beberapa menit.
Suara
tembakan besar, bunyi di depanku. Aku tidak menyangka pada saat itu. secara
spontan aku langsung menangis pada saat itu.
Ribuan
masa yang hadir disitu, berhamburan, rentetan beribuan kali di tembakan keatas
langit. Bendera kebanggaanku itu, di tembak berkali-kali ke atas tiang, hingga
tiangnya patah di tenga-tenga masyarakat.
Kekacauan,
para masa berlarian tanpa melihat jalan yang benar. Banyak yang berlarian
sembarang, hingga menelan korban jiwa.
Aku
dan ayahku berlari menuju arah kampus Akper, sambil menunggu siapa yang akan
menjemput kami.
Beberapa
mentit kemudian, taksi menuju arah karang menghampiri kami. Kami pun mesuk dan
menuju kea rah karang.
Sungguh
mempesona, kisah ini, ketika Sang Bintang Fajar berkibar didepanku. Rasa
terpesona melihat bendera itu, sangat mendalam. Untuk pertama kalinya aku
melihat bendera kebanggaan ku. Sang Bintang Kejora.(@kudiaim/KM)
0 thoughts on “Cerpen: "Itu Bintang Kejora".”