Bunga Merah. Foto : Alexander Gobai/KM |
Kerinduan akan
satu hal, terlukis pada bunga merah.
bunga merah yang penuh dengan sebuah cerita tersendiri.
bunga merah yang dengan sejarahnya.
itulah dia yang kupandang saat dia layu, yang hidupnya sendiri
tepatnya, di kediamanku, bukit Botok 88, Silva Griya, Jayapura, Papua.
bunga merah yang penuh dengan sebuah cerita tersendiri.
bunga merah yang dengan sejarahnya.
itulah dia yang kupandang saat dia layu, yang hidupnya sendiri
tepatnya, di kediamanku, bukit Botok 88, Silva Griya, Jayapura, Papua.
ketika ku pandang dia, dia terlihat elok dan
indah di semua penjur sudut kota Abe, Jayapura.
ketika kutiup dia, dia terlihat bermekar menerangi warna-warna dunia
ketika ku sentuh dia, dia terlihat tersipu dan tertutup pada mahkotanya.
wauh, ini rasanya bunga merah yang punya imajinais yang kuat.
ketika kutiup dia, dia terlihat bermekar menerangi warna-warna dunia
ketika ku sentuh dia, dia terlihat tersipu dan tertutup pada mahkotanya.
wauh, ini rasanya bunga merah yang punya imajinais yang kuat.
Bunga yang
terpencil.
hidupnya, seperti tak ada ibunya (akarnya) dan kawan lainya (bunga lainya) dari banyaknya rantai
bingun ketika ku melihat bunga itu.
rasanya ku ingin ku kupas dia.
tapi, hati terasa berat untuk ku pungkas dia.
Bunga merah yang terpencil.
kau saja yang selalu ku lihat sebelum aku keluar dari rumah dan pulang ke rumah.
kau akan kuhormati tiap hari dan memberikan salam tiap pagi.
selamat bunga terpencil.
kau saja yang selalu ku lihat sebelum aku keluar dari rumah dan pulang ke rumah.
kau akan kuhormati tiap hari dan memberikan salam tiap pagi.
selamat bunga terpencil.
Alexander
Gobai,
Silva,
Griya, Kotaraja, Jayapura, Papua, Senin
(03/11/14)
0 thoughts on “Puisi : Bunga Terpencil”