Yogyakarta, Antara (KM) – Legislator Papua, Laurensuz Kadepa, mengatakan media-media nasional di Jakarta kerap kali menjadi aktor yang terus mendorong proyek konflik di Tanah Papua.
“Beberapa pemberitaan dari media di Jakarta soal penyaderaan, tidak profesional. Dalam pemberitaannya menuduh orang-orang yang salah. Tuduh orang yang tidak pernah terlibat. Itu buruknya media masa nasional. Ini upaya yang terus dorong proyek konflik di Tanah Papua dan mengawalnya dengan niat mau hancurkan Papua,” kata Kadepa, di Jayapura, Rabu (16/9/2015).
Kadepa mencontohkan dalam pemberitaan tentang kasus Tolikara, media-media di Jakarta terus mengangkat masalah mushola yang terbakar. Sementara korban yang kena tembakan senjata aparat tidak pernah diberikan ruang sedikit pun.
“Itu kelakuan media nasional yang tidak netral. Penyanderaan dua WNI di perbatasan RI-PNG pun demikian. Saya duga ada grand design untuk hancurkan Papua,” katanya.
Kadepa menambahkan salah satu media nasional memberitakan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) ada di Papua tahun 2006, padahal KNPB berdiri akhir 2008.
“Jadi, saya minta soal Papua jangan berkomentar di Jakarta. Wartawan media nasional konfirmasi kepada wartawan lokal di Papua jika ada peristiwa,” katanya.
Secara terpisah, Andreas Harsono, peneliti Human Rigth Watch dan wartawan senior, mengatakan ada banyak persoalan dari para wartawan apa yang disebut ‘media nasional’ di Jayapura, Manokwari, dan Timika. Mereka (wartawan) sering tak dibayar dengan memadai sehingga tergoda menerima uang dari sumber-sumber mereka.
Dikatakan, geografi Papua sangat luas, hampir tujuh kali lipat Pulau Jawa, dan ini tak disadari para pemimpin media di Jakarta. Akibatnya, bayaran yang minim tak bisa dipakai untuk menutup ongkos liputan.
“Kebanyakan wartawan media nasional di Papua sudah tergadai independensi mereka. Pada 2011, juga muncul bocoran dokumen militer dimana puluhan nama wartawan disebut sebagai agen dan informan Kopassus. Nama-nama mereka beredar di media sosial. Belakangan juga dianalisis oleh Sydney Morning Herald serta Allan Nairn,” katanya, kepada Jubi, dari Jakarta.
Andreas mengatakan kebanyakan dari mereka yang namanya disebut-sebut dalam dokumen militer tersebut adalah wartawan ‘rambut lurus’. Namun dirinya juga tahu ada wartawan ‘rambut keriting’ yang ikut tergadai independensinya.
“Saya kira Dewan Pers perlu membuat penyelidikan khusus terhadap beberapa berita yang merusak, antara lain dari wartawan dua media nasional, serta mencari tahu apa kesalahan tersebut disengaja atau tidak. Ini perlu guna memulihkan kepercayaan warga Papua – asli maupun pendatang – terhadap jurnalisme di Indonesia,” katanya. (Jubi,Arnold Belau)
0 thoughts on “Laurenzus Kadepa: Media Nasional Terus Dorong Proyek Konflik di Papua”