BREAKING NEWS
Search

Mati Atau Hidup? Itu Hak Orang Papua

Oleh, Jhe Gobai
Kata dalam gambar.Ist./Jhe


OPINI,(KM)---Mati dan Hidup adalah kata sifat yang menyatakan kondisi suatu objek (manusia, hewan, tumbuhan) apakah masih bergerak, terus bekerja atau sudah mati, tak bernyawa.

Hak orang Papua lebih dekat dengan kata kepemilikan (benda) atau kepemilikan, kewenangan manusia asal Papua.

Mati atau Hidup adalah Hak Orang Papua, Secara etimologi; yang menentukan mati dan hidup manusia Papua adalah orang Papua sendiri (dari cara bergerak dan bekerja). Walau Rasionya mati dan hidup tidak dapat di tentukan oleh manusia itu sendiri. Bahkan orang Papua pun secara induvidu tak dapat tentukan berapa lama ia akan hidup dan kapan ia akan meninggal dalam kondisi apa pun. Apa lagi bangsa (orang) lain yang dapat menentukan hidup bangsa (orang) lain. Ini keliru.

Pengertiannya yang dimaksudkan tidak jauh dari kepentingan ekonomi politik. Dan kondisi real aneksasi atapun integrasinya berujung Pada kepentingan ekonomi politik saja. Berbicara tentang hidup dan mati kontek manusia (khususnya orang Papua) yang ada di bumi ini sejalan dengan “cari” (perjuangan) makan dan minum. Manusia hidup karena makan. Makanan itu diperoleh dari tanah. Bahkan kita pun hidup diatas tanah. 

Sebab tanah sangat besar perannya untuk makluk hidup di bumi. Tanah memberikan kehidupan bagi tumbuhan dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar . Dan lahan hidup bagi manusia dan hewan.

Dan juga, orang Papua pada umumnya; misalkan orang-orang Arso, Kerom meyakini tanah adalah moyang mereka (rupa seorang wanita).  Mereka, tak hanya sebut, tetapi sebuah harta yang ditinggalkan oleh moyang, beri hormat dengan cara-Kebiasaan (tradisional). Mereka menyebutnya mama (dalam bahaha mereka) artinya ibu. Selain itu ada marga-marga dari suku yang berasal dari tanah. Misalkan keret/ marga Nawipa (suku Mee)  adalah merga/keret tanah.     
         
Berarti tanah adalah ibu. Saya dan sebagian orang meyakini hal itu.

Terbentuknya kelas manusia; bawah, menengah dan atas, dan terkelompokan orang miskin dan kaya adalah pengaruhnya kekuasaan. Kekuasaan soal perjuangan cari makan dan minum. dipengaruhi kebutuhan ekonomi akibat kekuasaan system kapitalisme yang mendominasi sehingga terbentuk kelas berdasar pengaruh kebutuhan ekonomi.

Hari ini, tak jauh dari lingkungan kita berada. Terlihat banyak sodara kita (termasuk sa) mengalami miskin (kebutuhan ekonomi) karena tidak punya tanah. Entah karena terjual atau di ambil oleh kaum penguasa/pemodal demi kepentingan duduki usaha. Yang nantinya akan nikmati sendiri.
Adalah pintu kehancuran. Mengapa?

Setelah itu dia (si pemilik tanah) kembali menjual tenaga kerjanya di tempat usaha milik pemodal tadi. yakni usaha (perjuangan) cari makan. Karena tidak ada tempat (produk) untuk peroleh makanan. Dampaknya hidup tergantung pada produk-produk dan tuan-tuan tanah tadi. Selain menjual tenaga kerja mereka, mereka di kuras tenaganya. Juga hidup anak cucu akan lebih parah lagi.

Konteks Papua (antara Manusia dan Tanah) yang paling pertama adalah akan kehilangan tanah yakni ibu. Selain itu akan adat istiadat (pakaian adat, ritual tradisinal) akan teranam bahaya. Bisa punah. Hubungan anrata manusia Papua dan Alam, hal terpenting ada di hutan Papua. Hutan ada diatas tanah.

Kemudian semakin berjalannya waktu, ia akan merasah puas dengan apapun hasil (upah) yang di berikan kepadanya. Walau pun upah tidak sesuai dengan porsi, waktu, usaha yang digarap. Bahkan ia tidak akan pernah naik kelas walau tanah adalah miliknya, dan telah ia temukan jatih dirinya.

Ia akan terima semua itu secara kodrat bahwa biasa-biasa saja. Adalah hidupnya telah bergantung ke pemilik modal tadi. menaruh harapan bahwa hidup dan mati ada di tangannya. Walau keliru soal hidup dan mati di tangan orang lain.

Kita kembali lagi Taputar ke Papua.

Papua dikenal dengan gudang kekayaan sumber daya alam. Tetapi orang Papua banyak hidup dan mati diatas lumpuran emas. Bagimana bisa?

Sama halnya dengan cerita diatas. Bahwa tanah (kekayaan alam) di ambil dan menjadikan lahan usaha milik pemodal (pengusaha dan Pemerintah) dengan slogan hidup kami akan mereka jamin. Akan mereka berikan TV, Uang. Dijanjikan anak-anak pemilik tanah akan mereka sekolahkan gratis. Akan mereka membangun rumah yang berkursi sofa.

Ini keliru. Yang menentukan hidup atau mati apakah janji-janji itu? slogannya Seakan sumber hidup ada di tangan mereka.

Tanah itu sumber hidup. Yang tentukan mati atau hidup itu manusia pemilk tanah sendiri. Entah dari kerja gapat atau tidak. Bukan bangsa lain.

Begitu juga dengan Pesta demokrasi yang digarap setiap 5 tahun sekali di Indonesia. Para berjas megah, berdiri di panggung, genggam erat pengeras suarah, kepakan suarah keras yang penuh bohong. Mencoba hipnotis rakyat dengan selembar kertas; Rp. 50 ribu rupiah untuk di tipu 5 tahun kedepan.

Menjanjikan soal hidup dan mati selama 5 tahun besok ada di tangan para kandidat. Ini bukan pesta demokrasi tetapi pesta Lonte (para kandidat) alias pesta pamer.
Para negarawan (katanya) yang selalu ucap bahwa orang Papua masih belum bisa hidup selayaknya. Ini bahasa kampanye kapitalis.

Sama saja dengan Ir. Soekarno atas tindakan mengklaim Wilayah west Papua dengan alasan bahwa wilayah jajahan Hindia Belanda. Seandainya Ia masih Hidup sa cap bahasanya bahwa ini tidak logis. Karena walaupun sama penjajah, ini tanah milik orang Papua. Beda dengan tanah pertiwi dan juga Hindia-Belanda.

Hal penuh napsu harta tadi, itu di buktikan dengan Pernyataan Ali Moertopo pada tahun 1966 bahwa, “Bahwa Indonesia tidak menginginkan orang Papua, Indonesia hanya menginginkan tanah dan sumber daya alam yang terdapat di dalam pulau Papua. Kalau orang Papua ingin merdeka, silahkan cari pulau lain di Pasifik untuk merdeka. Atau meminta orang Amerika untuk menyediakan tempat di bulan untuk orang-orang Papua menempati di sana,”, Socratez Sofyan Yoman dalam bukunya “Pemusnahan Etnis Melanesia, tahun 2007 diterbitkan oleh Galang Press.

Apalagi saat ini Militer lagi panas-panas tai ayam untuk mengekspedisi bumi Papua. Tugas dan sikap pokok militer adalah melakukan ekspedisi-ekspedisi? Ini benar-benar luar dari kebenaran. Antara kebutuhan orang Papua hari ini dan ekspedisi militer ini tak nyambung. Yang keliruh adalah militer, diatasnya negarawan (tuan-tuan tanah).

Lebih keliru lagi soal orang Papua ingin menentukan nasib sendiri tetapi hal itu adalah haram oleh NKRI. Mereka cap Papua bagian dari NKRI dengan slogan Satu bangsa, satu bahasa. Rasionya NKRI punya banyak pulau yang dihuni oleh setiap suku-suku bangsa dan berbeda-beda bahasa, budaya, dan rasa. Yang keliru siapa?

Sama halnya dengan kata Luhut, Menkopolhukam, belum lama ini."Ya pergi saja mereka ke MSG sana, jangan tinggal di Indonesia lagi." Ucapan ini tak jauh beda dengan kata-kata Moertopo diatas.

Papua dalam NKRI dan atau hidup sendiri, juga tidak akan terhindar dari mati dan hidup. Tergantung kerja dan gaya gerak orang Papua sendiri.

Tetapi setiap orang papua harus dibunuh ketika berbicara soal hak hidup mereka. Bagi penguasa adala menentang kesatuan negara. Maka negara melalui TNI dan Polri harus membunuh orang Papua, memerkosa Para wanita Papua, dan menangkap dan memenjarahkan para pejuang hak hidup orang Papua.

Bungkam ruang demokrasi, bagun ideology rasialis antara sesama ciptaan manusia, stikma separatis, makar untuk membenarkan pembicaraan Jen. Alih Moertopo tadi. 

Ini keliruh. Hanya binatang buas saja yang bisa mengambil nyawa makluk hidup yang lain untuk memenuhi kebutuhan makan. Soal hidup dan mati di tentukan oleh setiap orang Papua sendiri, manusia pada umumnya.  Bukan kesatuan negaranya. Aspirasi saja tak pernah di balas salam realisasinya. Apa lagi soal hidup dan mati suatu setiap orang.

Maka Hak penentuan Nasip sendiri adalah logis. Yakni penentuan mati dan hidup orang Papua oleh mereka sendiri.(Jhe/KM)

Penulis adalah kuliah di Jawa, mahasiswa asal Papua. 



nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “Mati Atau Hidup? Itu Hak Orang Papua