Aksi KNPB, Jayapura , Papua.(Foto : Doc.KM) |
Oleh, Jhonny T.W
"Jow Suba, Koyau, Amole, Poi, wa wa wa."
Yogyakarta, (KM) - Eskalasi politik perjuangan Papua yang terus mendunia, tidak terlepas dari aksi-aski heroik yang dilakukan oleh orang-orang Papua yang terkoodinir dalam Fraksi-fraksi perjuangan seperti, Komite Nasional Papua Barat (KNPB), West Papua National Coalition Liberation (WPNCL), Negara Federal Republik Papua Barat (NFRB) serta Aliasni Mahasiswa Papua (AMP).
Fraksi-fraksi besar perjuangan ini telah berhasil memfasilitasi dan mengakomodir massa untuk turun aksi agar menuntut keadilan dan keinginan orang Papua untuk merdeka yang ditempuh dengan jalan REFERENDUM maupun meninjau kembali PEPERA 1969 yang dianggap belum final, karena diduga telah terjadi kecurangan yang mana Indonesia lebih dulu menginvasi papua lewat TRIKORA yang menebar teror kepada orang Papua padahal status Papua pada saat itu adalah status netral
Situasi Papua saat ini tidak berbeda dengan situasi politik Timor Leste sebelum REFERENDUM 1998, yang berhasil dimenangkan oleh pendukung Pro Kemerdekaan.
Masyarakat Papua saat ini terpecah menjadi dua , ada yang pro kemerdekaan sedangkan masyarakat yang lainya mendukung intergrasi atau tetap dipangkuan Ibu Pertiwi (Paha Putih). Sebelum REFERENDUM, banyak sekali terjadi konflik kantara kedua kelompok masyarakat yang berbeda ideologi sehingga berujung pada jatuhnya korban yang tidak sedikit.
Dalam satu bulan terkhir, kita bisa melihat di media sosial bagaimana propaganda yang terus dimainkan. Masyarakat mulai diadu domba. Di kelompok pro integrasi segelintir orang melakukan pembakaran bendera Bintang Fajar (Bendera West Papua) dan bendera KNPB, di Jayapura, Wamena, Merauke dan tempat lainya. (http://nasional.news.viva.co.id/…/777938-pembakaran-bendera…)-(http://www.megapolitan.co/…/demo-tolak-gerakan-papua-merde…/ ).
Selain itu, spanduk-spanduk yang mengajak dan menstigma The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) dan Komite Nasional Papaua Barat (KNPB) sebagai organisasi terlarang yang menyebar kebencian serta perpecahan, tidak hanya itu bahkan pemimpin dari KNPB diserang secara personal.
Sementara itu kelompok pro Kemerdekaan dengan santai menanggapi aksi-aksi pembakaran bendera dan stigma yang disebarkan melalui media (http://www.cnhblog.com/…/ketua-umum-knpb-mengomentari-pemba…).
KNPB khususnya malah dengan giat dan gagah berani mengambil resiko untuk terus memobilisasi massa untuk terus menyerukan kemerdekaan Papua dengan jalan REFERENDUM, sehingga semakin jelas bahwa secara terang-terangan kedua belah pihak secara terbuka dan saling berhadap-hadapan untuk menunjukan sisi pembelahan mereka.
Dengan kondisi dan tensi yang semakin memanas, pihak ketiga dapat saja masuk dengan isu-isu yang kemudian dapat menciptakan konflik dan berujung pada kontak fisik secara langsung, manajemen konflik di Papua mulai terlihat jelas. Bagaimana ada aktor-aktor yang dengan sengaja menebar isu-isu yang tidak jelas.
Sekarang di Papua sudah banyak ormas-ormas pembela NKRI yang anggotanya adalah segelintir orang asli Papua dan sisanya adalah orang pendatang. Selain itu juga ada Paguyuban-paguyuban yang bersifat kesukuan. Isu yang diaminakn di Papua bisa saja berbentuk suku, agama, ras dan antar golongan ( SARA ).
Kita masi mengingat konflik-konflik horizontal yang terjadi di Tolikara tahun 2015 lalu, dan juga konflik di Organga Jayapura dan masih banyak lagi kasus-kasus yang lain. Orang Papua sudah sadar betul pihak-pihak yang ikut bermain untuk memanfaatkan situasi untuk terus menyalakan api konflik dengan tujuan untuk mengalihkan perhatian masyarakat baik ditingkat daerah, maupun nasional.
Menjadi perhatian penting bagi kita semua adalah tinggal waktu yang tepat untuk pihak ketiga untuk mencari kesempatan tepat untuk memulai membakar sumbu konflik. Sudah seharusnya kita semua terus memantau Papua dan bersama-sema mencegah pintu-pintu masuk pihak ketiga.
Penulis adalah mahasiswa Papua, kuliah di Jawa.
0 thoughts on “Ancaman konflik Horizontal di Tanah Papua”