John Gobai, Ketua Dewan Adat Kabupaten Paniai.(Foto: FB) |
Oleh : John Gobai
Pengantar
Suku Mee bukan
mengenal ALLAH oleh karena adanya Agama atau adanya misionaris barat, Suku ini
telah mengenal dengan sebutan Ugatame, Mee naka, Mee Poya, jadi keliru jika
kami mengenal ALLA karena ada gereja, kami juga mengenal Ayii atau keselamatan
abadi dalam adat.
Sistem Religi Suku
Mee, sebelum mengenal organisasi agama telah percaya bahwa alam semesta
diciptakan oleh Ugatame, yang telah ditentukan sebelumnya semua yang terjadi
atau telah terjadi di dalamnya. Ugatame berdiam luar angkasa, tapi tidak
identik dengan, matahari dan bulan. Hal ini diyakini bahwa, bersama dengan alam
semesta fisik, Ugatame menciptakan sejumlah roh. Roh-roh ini, pada dasarnya
sering muncul dalam bentuk bayangan di antara pohon-pohon, yang dapat didengar
untuk membuat goresan atau bersiul suara. mereka akan muncul dalam mimpi atau
visi, pada waktu dengan asumsi bentuk manusia. Mereka dapat diyakini oleh si
pemimpi atau visioner sebagai penjaga dan pembantu, baik atau buruk (dalam
kepercayaan Suku Mee disebut Ipuwe). Jiwa-jiwa orang mati bisa dibujuk untuk
membantu kerabat yang masih hidup mereka dalam berbagai masalah atau kesulitan
yang dihadapi (dalam bahasa Suku Mee disebutTene).
Praktisi
sebelum
mengenal agama, Suku Mee telah mengenal atau mempunyai orang yang biasanya
melakukan ritual doa (Kamutai mee) tetapi ada juga yang mempraktekan roh jahat
yaitu Kegotai oleh kegoyago mee. Praktisi Magical-agama dari dua kelas: Kamutai
(yang mempraktekkan sihir untuk tujuan yang baik) dan ahli-ahli sihir ini yang
di sebut kegoyago (yang mempraktekkan "ilmu hitam"). Baik pria maupun
wanita bisa menjadi dukun atau dukun melalui akuisisi semangat pembantu dalam
mimpi atau visi dan melalui sukses (seperti yang diukur dengan hasil yang
dirasakan) penggunaan sihir. Dukun praktek kuratif dan preventif sihir,
sedangkan dukun yang bersangkutan dengan menyebabkan kerugian bagi orang lain
(melalui penyakit, kematian, atau kegagalan ekonomi). Beberapa orang dalam
tulisan menyebutkan bahwa Gereja yang ada sekarang adalah Gereja yang
dikembangkan Rasul Paulus. Mungkin karena itu Gereja Katolik dalam setiap
ibadah selalu menjadikan bacaan dari surat paulus adalah bacaan kedua. Terkait
dengan adat, pandangan paulus telah menjadi dasar untuk gereja harus mengatakan
adat itu kafir tanpa memahami lebih jauh tentang nilai nilai adat yang ada,
seperti yang tersurat dalam Efesus,2;15 “sebab dengan mati-Nya sebagai manusia
Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya,
untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan
itu mengadakan damai sejahtera.”
Pandangan ini juga yang melintas dalam
ilmuwan masa lampau yang menilai adat dengan pandangan yang tidak tepat. Kaum
yang mengatakan adat itu kafir ini, tidak melihat lebih jauh tentang nilai dan
norma hidup yang telah hidup dan berkemnbang dalam masyarakat adat, yang telah
mengatur keharmonisan dan keserasian dengan ALLAH, sesama dan alam sekitarnya,
kaum ini juga tidak melihat adanya larangan dalam adat yang juga disertai
dengan sanksi bagi yang melanggar, kaum ini juga tidak melihat adanya ritual
penyesalan permohonan kepada Yang Maha Pencipta melalui penyucian dengan media
pengorbanan, babi sama seperti Bangsa Israel dengan domba, yang kemudian
mencapai Kanaan, negeri yang dijanjikan TUHAN.
Upacara
Salah satu yang
paling penting Suku Mee adalah Upacara adalah Yuwo, atau babi pesta ini puncak
perayaan rasa syukur seorang Tonowi. Hal ini dimulai dengan serangkaian ritual
yang terkait dengan pembangunan rumah tari dan rumah pesta, setelah mengikuti
masa tarian malam, dihadiri oleh orang-orang dari desa-desa di seluruh daerah.
Setelah sekitar tiga bulan pesta akhir diadakan dimana sponsor menyembelih
banyak babi dan babi didistribusikan atau dijual. Selama hari raya akhir ini,
perdagangan dalam barang-barang yang adalah industry pribadi atau rumahan
seperti; Noken, gelang, kalung juga diperdagangkan oleh masyarakat suku mee.
Suku Mee juga dalam hidupnya selalu membangun relasi dengan totem (Ipuwe),
serta meyakini dan menjaga kesarasian dengan tempat-tempat keramat (Daaokogo)
hal itu ditandai dengan doa dan juga adanya kewajiban untuk tidak merusak
tempat keramat karena aka nada resiko bagi yang merusak, sehingga dalam
membangun dan mempertahankan relasi ini maka diberikan korban bakaran berupa
babi.
Penutup
Kenyataan hari
ini; sebagian masyarakat beranggapan religi suku mee sebagai bentuk dari hal
yang kafir ini akibat ajaran petugas gereja yang menilai adat itu kafir, tetapi
masyarakat lain juga tetap melakukan upacara-upacara adat, tetapi parahnya lagi
ajaran agama pun tidak ditaati. Hal yang penting adalah Kita Percaya Tuhan
tetapi kita yakin bahwa dalam adat juga ada hal yang baik bagi kehidupan.
Ketua Dewan Adat Kabupaten Paniai-Papua.
0 thoughts on “Religi Suku Mee Di Tanah Papua ”