Jhons NR Gobai, Ketua Dewan Adat Kabupaten Paniai (Foto: FB) |
Oleh : John NR Gobai
Pengantar
Kelompok
orang yang disebut Suku atau Fam dalam adat yang terlebih dahulu menempati satu
daerah atau wilayah disebut Pemilik Hak Datuk atau Ulayat, Hak Penggarap adalah
orang yang kemudian datang atau dibawah sebagai tawanan perang oleh orang yang
terlebih dahulu menempati sebuah wilayah adat. Dalam pengalaman hari ini
kelompok masyarakat yang adalah tawanan perang atau datang mencari perlindungan
atau datang kepada keluarga tertentu di sebuah wilayah adat merasa dirinya
lebih berhak dan menyebut dirinya pemilik hak adat atau hak ulayat disebuah
wilayah adat. Ada juga kelompok masyarakat yang adalah turunan perempuan yang
ingin menguasai sebuah wilayah adat padahal sesungguhya dia hanya akan
memperoleh hak dari pemilik hak yang adalah turunan laki-laki. Dalam pembebasan
lahan kadang kala juga kedua kelompok ini yang sering melakukan pelepasan,
kadang kala juga tanah seluas ribuan hektar dilepaskan oleh satu atau dua orang
tanpa persetujuan bersama.
Pemilik Tanah dan Organisasi Adat
Pembentukan
organisasi adat baik itu LMA,Dewan Adat, BMA juga telah membawa suasana yang
lain, hal itu ditandai dengan kadangkala sebuah lahan dilepaskan oleh
organisasi adat ini, dengan surat pelepasan tanah adat, seakan-akan tanah ini
adalah milik Organisasi adat. Kenyataan inilah yang menjadi tugas kita untuk
dibetulkan kepada yang sesungguhnya, mulai dengan membuat peta wilayah adat
atau menetapkan wilayah adat suku; misalnya suku mee, mulai dari makataka sampai
kegata. Suku-suku juga harus melakukan itu supaya jelas kekuasaan atas tanah
dan SDA dari semua Suku yang ada di Papua, agar kita tidak gampang mengklain
wilayahnya suku yang lain, kami tau siapa yang lebih berhak atas kompensasi hak
atas tanah dan SDA dari pihak pengguna tanah dan pengelola SDA. Pengguna tanah
baik itu pemerintah dan swasta juga seringkali tidak memperhatikan kepemilikan
yang sesungguhnya atas sebuah tanah tetapi lebih menginginkan sesuatu yang
cepat sehingga lebih berurusan dengan penngurus pengurus organisasi atau elite
lit yang mengatasnamakan masyarakat adat, seakan akan mreka lah yang adalah
tuan tanah padahal bukan mereka tetapi sesungguhnya komunitas yang terdiri dari
marga.fam dan keluarga.
Prinsip FPIC
Dalam
melakukan musyawarah harus dilaksanakan berdasarkan prinsip FPIC (Free, Prior,
Informed, Consent)” dimana keputusan seharusnya dicapai dengan proses-proses
yang saling meghormati kepentingan masing-masing pihak tanpa ada intimidasi,
ancaman, penyuapan, dan pemaksaan tidak boleh ada hasil yang bersifat pura-pura
atau tipuan, “Mendahului” setiap negosiasi harus berlangsung sebelum
pemerintah, investor dan perusahaan memutuskan apa yang akan mereka laksanakan
kegiatan, “Menginformasikan” informasih yang mereka miliki tentang rencana
investasi atau proyek kepada masyarakat, hal ini berarti membrikan waktu untuk
membaca dan mempelajari, nilai dan mendiskusikan tentang rencana pihak luar
tersebut, “Persetujuan” berarti setiap keputusan atau kesepekatan yang dicapai
semestinya dilakukan melalui sebuah proses yang terbuka dan bertahap yang
menghormati hukum adat dan otoritas-otoritas masyarakat yang dipilih.
Penutup
Pasal
43 ayat 4UU No 21 Tahun 2001, surat izin perolehan dan pemberian hak,
diterbitkan sesudah diperoleh kesepakatan dalam musyawarah antara para pihak
yang memerlukan tanah dengan masyarakat adat. Dengan perkataan lain, masyarakat
dilibatkan dalam mekanisme pengelolaan tanah termasuk sumber daya alamnya.
Dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumber daya alam dalam skala besar oleh
pihak swasta, bentuk-bentuk manfaat yang diberikan dapat berupa: pajak
(diberikan pada PEMDA), royalty (diberikan kepada masyarakat adat yang
terkait), sewa tanah (diberikan kepada masyarakat adat sekitar dan masyarakat
yang terkena dampak), kompensasi (bagi masyarakat adat dan masyarakat yang
terkena dampak), saham (diberikan kepada masyarakat adat dan juga Pemda
Propinsi/Kabupaten), Gaji (diberikan kepada masyarakat sekitar), Kontrak bisnis
(diberikan bagi masyarakat sekitar) dan donasi Bentuk kompensasi lainnya
Penentuan atas bentuk dan besarnya kompensasi dan masa kontrak (lamanya
kontrak) ini harus didiskusikan dalam musyawarah dan harus diputuskan
berdasarkan kesepakatan dengan Prinsip FPIC.
Ketua
Dewan Adat Kabupaten Paniai
0 thoughts on “Prinsip FPIC Dalam Kontrak Tanah di Papua ”