Gereja ST. Stefanus Sempan Timika, Papua |
Timika,
SUARA AGADIDE--Suku MEE adalah
komunitas masyarakat tertentu yang hidup di
pegunungan tengah Papua khususnya Kabupaten Paniai
sekarang telas terbagi
menjadi pemekaran baru di beberapa kabupaten daerah
yakni DOGIYAI ,
DEIYAI , dan INTANJAYA dimana suku ini selalu kompak
dalam melakukan
sesuatu kegiatan dan kehidupannya sangat erat dengan
hasil perkebunan dan
pemeliharan ternak binatang untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari–hari.
Kehidupan masyarakat Suku MEE selalu tidak terlepas
dari budaya bersatu dan
kompak dalam melakukan sesuatu pekerjaan dan komunitas
masyarakat sendiri
selalu mengadakan kontak persahabatan, saling menghormati dan menghargai
antara pendapat yang di kemukakan dalam sebuah
kesepakatan bersama yang
di lakukan khususnya di rumah laki–laki atau biasa
disebut dalam bahasa Mee
(Yamewa) dan sekaligus mengambil komitmensebelum
melakukan
sesuatu pekerjaan atau upacara adat .
Masyarakat Suku MEE telah melakukan alas tikar (
EBAMUKAI ) bertempat
di ST Gereja Stefanus Sempan Timika pada tanggal 19
November 2012 lalu, sebagai
rasa ucapan syukur atas berdirinya bangunan Gereja
baru, dengan rasa penuh
semangat mereka telah menyumbangkan berupa sejumlah
uang , sambil
memeperlukan tari-tarian adat yang sudah menjadi
budaya di komunitas Suku
MEE , Sebelum melakukan tarian adat , mewakili
sekelompok Suku MEE “
Yohanes Gobai di percayakan Sebagai pemimpin tarian
atau komentator
(penerjemah), sementara berlangsung tari–tarian
pemerjemah mewujudkan
bahwa masyarakat suku MEE biasanya mengambil keputusan
kerja sama untuk
mewujudkan sesuatu pekerjaan atau aktivitas umum
secara bergotong royong dan
alas tikar ( EBA MUKAI ) adalah kegiatan yang di
laksanakan oleh suku mee
pada saat mengadakan suatu kegiatan umum “ dan selalu
membawa iring–iringan
seperti “ Wiyani , Uga , Yuu , Waita , dll. Sementara
mereka mengumpulkan uang
sekelompok laki-laki telas membawakan sebuah lagu “
UGA “ Yang berjudul “
UWIGIBOU “ yang artinya membawa damai sejahtera di
tegak kegiatan yang
telah berbangun gedung baru di kalangan masyarakat
itu.
Apabila Suku MEE telah merasa bangga atas terbangunnya
gedung baru
maka mereka biasanya mengadakan upacara adat “ YUWO “
sebagai rasa
Syukur dan terimakash. Dengan demikian, semua aktivitas yang di
laksanakan
dapat terhidup di tempat tersebut, semua hasil yang
telah di kumpulkan di atas
tikar di ambil dan tidak di perhitungkan jumlahnya ,
dan sekaligus di serahkan
kepada pastor paroki, kemudian pastor memberikan
upacara terimakasih kepada
keluarga besar Suku Mee dengan memakai bahasa daerah
‘’ IDE UMINA
NAUWA MA , NOGEI MA , ANIWENEKANE , ANI PANEKANE IKI
IDIKIMA “ yang artinya terimakasih banyak kepada kaka
– kakak , adik – adik ,
teman – teman , dan Saudara – saudari Sekalian
akhirnya semua orang yang
datang dapat memberikan apalah yang terbesar –
besarnya.
Hal ini menggambarkan bahwa segala sesuatu mudah di
selesaikan apabila
kegiatan itu di laksanakan secara bergotong – royong
dan perlu di ketahui
bersama bahwa perjuangan suatu hasil yang dapat
membahagiakan bersama
bilamana di pegang teguh dari dasar hingga pada puncak
keberhasilan .
perjuangan sekelompok orang dapat menghasilkan sesuatu
yang berguna
bagi semua orang apabila di dukung ( di support ) di
seluruh komunitas orang
perjuangan sekelompok orang yang sulit untuk di
pastikan namun, jikalau
ada persatuan mungkin juga ada solusi yang terbaik
untuk menyelesaikan
permasalahan yang di hadapi bersama(Musa Petitaiby Pekei/SA)
0 thoughts on “Masyarakat Suku MEE, Gelar Tarian Adat dan Ebamuklai di Gereja ST. Stefanus Sempan Timika”