Bonifasius Yatipai (Foto: di Fecebook) |
Oleh
: Bonfasius Yatipai
Kemisikinan Penduduk Asli Papua (PAP)
bukan merupakan bagian dari sebuah warisan nenek moyang dan leluhur Rakyat dan
Bangsa Papua. Tetapi, atas dasar sejarah bahwa sejarah telah membuktikan bahwa
sebelum Indonesia datang menduduki dan menjajah Penduduk Asli Papua, Orang Asli
Papua (OAP) adalah orang-orang papua kaya dan tidak hidup tergantung pada orang
lain.
Hal ini, orang papua memunyai tradasi
dan mempunyai sejarah tersendiri ialah, hidup dengan tertib dengan tatanan
budaya yang teratur, tidak pernah diperintahkan oleh orang lain. Penduduk Asli
Papua (OAP) adalah orang-orang yang merdeka dan berdaulat atas hidup, dan hak
kepemilikan tanah dan hutan yang jelas. Jelasnya secara turun-temurun. Orang Asli
papua sudah ada di Tanah ini (Papua). Sebelum nama Indoneia Lahir. Kemiskinan
Penduduk Asli Papua merupakan hasil (produk)
dari sistem pemerintahan dan penjajahan Ekonomi yang dilakukan oleh
Indonesia dengan Sengaja, sistematis dan
jangka panjang atas nama pembangunan nasional yang semu.
Wajah dalam kehidupan sehari-hari di
papua, kemiskinan penduduk Asli Papua (PAP) sangat nyata dan telanjang di depan
mata kita. Kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) Tanah Papua sangat Melimpah.
Emas,perak,Ikan,Hutan,rotan,minyak semuanya ada di Tanah Papua. Papua
memberikan sumbangan terbesar kepada Indonesia setiap tahun. Contoh: PT
Freeport perusahan milik Amerika ini memberikan sumbangan pajak kepada
Indonesia ( Jakarta ) Rp 18 Triliun setiap tahun. Ini belum termasuk, sumbangan
pajak dari British Petrolium (BP) milik
Inggris di Bintuni, Manokwari dan pajak minyak yang diproduksi sorong perusahan
milik Cina.
Ini bagian dari salah contoh penindasan
yang dilakukan dan merupakan penghilangan tradisi kebersamaan (OAP) atas dasar
adanya kekayaan yang berlimpa di papua.
Hal di atas, Rakyat papua pemilik dan
ahli waris Tanah yang Kaya Raya ini bantai seperti hewan dengan diberikan mitos
sepratis, maker dan anggota OPM. Dan juga dibuat tak berdaya dan kemiskinan
peramensecara struktural, sistematis oleh penguasa Pemerintah Indonesia.
Misi utama Indonesia menganeksasi, menduduki
dan menjajah papua ialah Kepentingan ekonomi dan politik. Untuk mempertahankan
dan mengkekalkan kepentingan ekonomi dan politik itu, pemerintah Indonesia
selalu menggunakan semua instrument hukum, Undang-Undang, kekuatan politik dan
keamanan menangkap, mengejek, menembak mati, membunuh, menculik, menyiksa, dan
memenjarakan Penduduk Asli Papua dengan mitos sepratisme. Memang, Ironis, nasib
dan masa depan Penduduk Asli Papua dalam Indonesia. Pemerintah Indonesia dengan
tangan besi, kejam dan brutal yang benar-benar menghancurkan harkat, martabat,
hak-hak dasar dan masa depan Penduduk Asli papua di atas Tanah leluhur mereka
sendiri.
Konspirasi ekonomi dan politik antara
dua Negara dan Bangsa. Pemerintah Amerika Serikat, menempatkan “Kebunnya”
Amerika Serikat, PT Freeport, yang sedang merampok, melakukan pencurian,
Pemerintah Indonesia sebagai “Satpam”penjaga ini juga mendapat beberapa
keuntungan: Dia (Indonesia) mendapat royalty 18 Triliyuan setiap tahun.
Sementara menjadi penjaga, dia membantai dan memusnahkan Penduduk Asli pemilik
Tanah. Indonesia juga mendatangkan penduduk Indonesia dipindhkan ke Papua yang
dikemas dengan Program Transmigrasi dan di tempatkan di lembah-lembah subur di
seluruh Tanah Papua. Perampokan Tanah milik Penduduk Asli Papua dan menyingkirkan (memarjinalkan)
mereka bahkan Penduduknya dibunuh secara kejam atas nama pembangunan Nasioanl.
Pemerintah Amerika Serikat mempunyai kepentingan ekonomi di Indonesia dan
Papua,sedangkan pemerintah Indonesia sebagai “ Satpam “ penjaga mempunyai
kepentingan ekonomi dan politik untuk menguasai Tanah Papua dengan memusnahkan
Penduduk Asli Papua dengan mitos Separatisme, OPM dan berbagai bentuk
pendekatan.
Sudah waktunya Pemerintah Indonesia
menjadi malu dan harus berterima kasih banyak kepada Penduduk Asli Papua yang
menyumbangkan Rp 18 Triliyun dari hasil tambang emas Papua kepada Indonesia
setiap tahun. Sebaliknya,apa yang didapat oleh Penduduk Asli Papua dari Negara
Indonesia?
Tapi,sayang, Presiden RI,SBY mengampanyekan mitos separatism di Papua
adalah :
- Untuk menyembunyikan kejahatan kekerasan terhadap kemanusiaan,kejahatan ekonomi,kegagalan melindungi dan membangun Penduduk Asli Papua.
- Untuk menyembunyikan kemiskinan Penduduk Asli Papua yang menyedihkan di atas kekayaan sumber alam yang limpah.
- Untuk membelokan akar masalah papua yang dipersoalkan Penduduk Asli Papua tentang status politik, sejarah diintegrasikannya Papua ke dalam wilayah Indonesia melalui PEPERA 1969 yang cacat hokum, dan pelanggaran HAM yang kejam.
- Membelokan atau mengalihkan peratian dari rakyat Indonesia dan komunitas Internasional tentang kegagalan Otonomi khusus.
- Pemerintah Indonesia berusah membelokan dukungan kuat untuk dialog damai antar rakyat Papua dan Pemerintah Indonesia ke mitos Separatisme.
- Persoalan Pelik dan kompleks yang berdimensi Vertikal antara Pemerintah Indonesia dan rakyat Papua yang sudah berlangsung empat dekake sejak 1 Mei 1963- sekarang ini mau dialihkan atau direduksi ke masalah Orizontal dengan mengriminalisasi gerakan dan perlawanan moral seperti Komite Nasional Papua Barat ( KNPB)
Pieter sambut dalam buku biografi pater
Jhon Djonga “ Melawan Penindasan dan Diskriminasi di Papua” Memberikan
pemaparan yang tegas dan jelas . “ meskipun dari tahun ke tahun pembangunan
ekonomi secara nyata telah dilakukan , tetapi sentuhan pembangunan tersebut
begitu banyak mengubah nasib rakyat di Papua, terutama di kampong-kampung.
Mereka masih tetap bergelut dengan ketertinggalan dan kemiskinan. Bebas hidup
yang ditanggung rakyat akibat krisis dan salah urus pemerintah kian hari kian
berat dan meluas “upaya pembangunan yang selama ini digagalkan sepertinya
hanya sebuah kata yang manis untuk di ucapkan . Fakta begitu telanjang memotret
ketertinggalan dan kemiskinan di segala aspek kehidupan masyarakat Papua”
Bonfasius Yatipai, Mahasiswa Papua,
Tinggal di Papua, Kuliah di STIKOM Jayapura, Papua
0 thoughts on “Orang Asli Papua (OAP) Bukan Miskin di Tanahnya, Tetapi Ruang Demokrasinya Ditutup Mati”