BREAKING NEWS
Search

Satu Kata Ini, Memukul Batin Hingga Tak Bersuara


Pinang kapur, siri. Foto : Google.com

“eh, anak-anak papua ini tidak tahu makan pinang ee. Kalian kaya orang jawa saja. Pinang ini obat. Jadi, kalian harus makan.”kata salah satu ibu, penjual pinang di depan kampus USTJ.

Hari itu, sabtu (06/09) pekan lalu. Sepulang kampus saya berhenti sejenak di salah satu warung yang dekat dengan kampus Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ), hendak melepaskan kelelahan sekaligus mengisi perut, makan siang. Kira-kira setengah satu, tiba-tiba ada teman laki-laki, yang bernama Frengki Hilapok, teman seangkatan saja,  juga datang untuk mengisi perutnya, makan siang  di warung yang sama.

Dia datang dan duduk di meja yang sempat saya makan makanan siang. Sebelum dia duduk, dia memesang makanan, nasi telur dan air es. Hendek, mengatakan itu, dia duduk sambil bercurhat dengan saya. “kawan, ko (kamu) darimana saja?” ah, kawan saya di kampus, di kelas akuntansi datang mengerjakan tugas,”ungkap saya. Kemudian, ada hal-hal lain juga yang sempat kami dua perbincangkan.

Sambil berbicara, makanan yang telah dipesan kini tiba di hadapan mejanya. Kawan, ko tunggu saya makan dulu e,”katanya. Sip, habis makan tong dua pulang bareng (sama-sama). Ok.

15 menit, telah berakhir. Artinya, jam makan sudah berakhir. Dan sekarang mari tong bergerak dan melangkah di kegiatan yang berikut,”kata saya. Kami dua, keluar dan menuju tempat kedatangan taksi. Sebelum kami dua menuju kedatangan taksi, kawan, bilang “kawan saya cuci mulut duluh, (saya beli pinang duluh, kawan kamu juga mau makan? Ah, kawan saya tidak. Habis tidak tahu makan jadi,”ungkap saya.

Setelah mengatakan kata itu, tiba-tiba ada suara kecil yang dikeluarkan oleh ibu yang sedang menjual pinang. Katanya “eeeh, anak-anak papua tidak tahu makan pinang ee. Kalian kaya orang jawa saja. Pinang ini obat. Jadi, kalian harus makan.”

Kata yang dikeluarkan itu, memberikan salah satu teguran bagaikan peluru yang memuncul sebuah emosi yang ada pada diri. “sempat saya mau mengungkapkan hal yang benar kepada ibu itu, namun rasanya.

 tidak pantas  untuk mengungkanya.  Dan kata itu, mencerminkan bahwa orang papua diharuskan untuk memakan pinang. (secara tidak langsung)

Saya merasa aneh, ketika pesan yang disampaikan itu tertuju kerasa hingga membuat harga diri saya, murah untuk mengikuti arah mereka. Adoh, ibu itu ingin ku lampiaskan bahasa sebagai debatan ricuh denganya. Namun, perlu dihargai. (kata hati kecil).  

Setalah teman, frengki membeli pinang itu, kami dua melangkah lagi. Dalam perjalanan saya bilang sama dia. Kawan, apakah pinang itu obat? Dan kata dia, saya tidak tahu. Tetapi banyak orang selalu bilang seperti itu. Jadi, kau makan pinang itu, kau ikut orang makan atau kau tahu bahwa pinang itu obat lalu kau makan. Lalu kata dia, saya makan saja. tanpa tidak memikirkan apa-apa.

Perasaaan kecil mulai timbul, lalu mengatakan berarti kebanyakan orang makan pinang itu karena ikut orang makan pinang tanpa mengetahu pinang itu obat atau tidak?

Berarti, ketika orang mengajak makan, perlu kita tanyakan terlebih dahulu, apa kuntungan dari pinang itu dan kerugiannya dimana. Jangan kita asal-asal saja, kita memakanya.

Masalah memilih adalah hak dari pribadi. Jadi, hanya pribadi saja yang dapat memutuskan sesuatu yang ingin dia lakukan. Jangan mendengar dari orang lain. Karena mendengar dari orang lain belum tentu itu benar. Tetapi suara hati pribadi adalah keputusan yang tepat.

Alexander Gobai, Penulis di Kabar Mapegaa



nanomag

Media Online Kabar Mapega adalah salah situs media online yang mengkaji berita-berita seputar tanah Papua dan Papua barat secara beragam dan berimbang.


0 thoughts on “Satu Kata Ini, Memukul Batin Hingga Tak Bersuara