Karya: Adriana Yogi
Ilustrasi ; Tangisan anak Negri /desain Kabar mapegaa.com/MK. |
Aku
terbangun seketika aku tertidur lelap,
menikmati indahnya mimpi
Entah sadar atau tidak aku mendengar itu.
Gejolak negeriku, dari jauh kudengar , pilu menyayat
Tangisan anak negeri, seakan tak pernah hilang
Suara yang bermunculan kembali di telinggaku
mereka memanggil-manggil namaku
Aku mulai binggung sendiri dan bertanya !
kenapa mereka selalu memanggil namaku?
Kenapa harus aku, bukan mereka?
menikmati indahnya mimpi
Entah sadar atau tidak aku mendengar itu.
Gejolak negeriku, dari jauh kudengar , pilu menyayat
Tangisan anak negeri, seakan tak pernah hilang
Suara yang bermunculan kembali di telinggaku
mereka memanggil-manggil namaku
Aku mulai binggung sendiri dan bertanya !
kenapa mereka selalu memanggil namaku?
Kenapa harus aku, bukan mereka?
Kemudian pula dengan tidak sadarkan diri
Aku melihat begitu banyak orang menjerit
Suara tangis memecah sunyi, malam terlalu hitam
untuk sebuah kepedihan, di mana rembulan bertapa
airmata semalam ini ingin kukirimkan.
Sambil
menanggis histeris
Aku berdoa : Bapak tolonglah kami,
kami tidak sanggup menghadapi cobaan ini sendirian
Aku berdoa : Bapak tolonglah kami,
kami tidak sanggup menghadapi cobaan ini sendirian
Di
malam yang sunyi itu aku bingun,
apa yang hendak aku lakukan,
terasa seluruh tubuh turut membeku bagaikan es
di gunung cartens.
apa yang hendak aku lakukan,
terasa seluruh tubuh turut membeku bagaikan es
di gunung cartens.
Dalam ketidaksadaran diriku itu,
Aku melihat begitu banyak orang menjerit dimana-mana
dan aku benar-benar tidak tau siapa mereka sebenarnya
Aku ingat betul malam itu tanggal 10 November 2014
Di malam itu, aku tidak dapat tidur dengan tenang seperti biasa.
Seakan
mereka memanggil namaku
langkah kakiku yang amat pelang itu,
mengantarkan aku mendekati mereka
untuk mengenal mereka lebih dekat
langkah kakiku yang amat pelang itu,
mengantarkan aku mendekati mereka
untuk mengenal mereka lebih dekat
Seketika
langkah kakiku mendekati mereka,
tertusuk suara ditelingaku dari arah depan
aku mendengar mereka berkata : Hai Penjaja
mengapa kalian memperlakukan kami begini?
kami ini bukan ibarat mainan mobil-mobilan
yang hendak dimaikan oleh boca kecil,
seenaknya menarik mainannya sambil berlarian kesana –kemari
tertusuk suara ditelingaku dari arah depan
aku mendengar mereka berkata : Hai Penjaja
mengapa kalian memperlakukan kami begini?
kami ini bukan ibarat mainan mobil-mobilan
yang hendak dimaikan oleh boca kecil,
seenaknya menarik mainannya sambil berlarian kesana –kemari
Kami
ini manusia yang punya akal , sama seperti kalian
Kami juga punya bangsa , sebagaimana kalian juga yang punya bangsa.
namun membunuh, mengintimidasi, bahkan memperkosa kami.
Kami juga punya bangsa , sebagaimana kalian juga yang punya bangsa.
namun membunuh, mengintimidasi, bahkan memperkosa kami.
Kami
bersura untuk kebebasan kami
kami bersuara atas dasar fakta sejarah
kami bersuara karena pundak kanan rakyat
kami bersuara ,karena kami mahasiswa.
kami bersuara atas dasar fakta sejarah
kami bersuara karena pundak kanan rakyat
kami bersuara ,karena kami mahasiswa.
Sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu ia ingin bicara .
mengapa kau palang senjata dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
yang ingin merayah hartamu ia ingin bicara .
mengapa kau palang senjata dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?
Tapi...
Mengapa
kalian selalu memperlakukan kami begini ?
Suara itu akan menjadi kata yang mengajari kami
bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan
Sesampainya
aku disana.............
OHH.....TUHAN...
Akupun mulai menanggis histeris
dan air matapun tak henti-hentinya membanjiri pipiku
Dalam hatiku aku berkata: Terima kasih KALIAN SEMUA
karena selalu memanggil namaku
Aku bangga menjadi bagian dari kalian dan
Aku sangat bangga pula disebut sebagai NEGERI PAPUA.
Akupun mulai menanggis histeris
dan air matapun tak henti-hentinya membanjiri pipiku
Dalam hatiku aku berkata: Terima kasih KALIAN SEMUA
karena selalu memanggil namaku
Aku bangga menjadi bagian dari kalian dan
Aku sangat bangga pula disebut sebagai NEGERI PAPUA.
0 thoughts on “Puisi : Suara Tangisan Negeri Papua”