Paniai berdarah, 08/12/14. Foto: MBEKO |
Menjelang peringatan hari HAM Internasional, 10 Desember 2014, Papua kembali terancam tragedi berdarah. Kali ini, Paniai
berdarah, sekaligus menerima kado Natal yang berisi 5 kepala dan 17 kantong darah. Papua dalam pertanyaan?
Menyambut kedatangan Sang Juru Selamat ataukah merayakan duka besar-besaran atas tragedi ini. Dalam tragedi yang memakan korban manusia itu, para pelajar kelas 3
SMA yang dipersiapkan untuk memegang tongkat pemimpin Papua ke depan, menjadi
korban. Inilah generasi muda yang sedang dihabiskan pihak TNI.
Kasus Paniai
berdarah, tergolong pelanggaran HAM Berat : Hak Asasi
Manusia Menurut Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang
No 26 tahun 2000 tentang Pelanggaran HAM Berat.
Semua
undang-undang ini seakan menjadi perhiasan yang selalu dilihat, dibaca, dan tidak
pernah ada realisasinya di masyarakat dan di tanah Papua. Hukum di
Indonesia seakan berlaku untuk mereka kulit putih, sedangkan kami di Papua sama
sekali tidak pernah merasakan hukum yang adil, semenjak kami bersama mereka, Indonesia.
K R O N O L O G I
Dalam rangka menyambut kedatangan Sang Juru Selamat,
pada tanggal 8 Desember 2014, sekitar pukul 01.30 WIT, dengan kebahagiaan menyambut Natal,
sekelompok anak-anak sedang ramai di pondok natal. Tiba-tiba, ada
sebuah mobil hitam jenis Fortuner sedang melaju dari Enaro menuju kota Madi.
Karena melaju tanpa menyalakan lampu mobil, tiga remaja warga sipil menahan
mobil tersebut dan meminta lampu mobil dinyalakan, apalagi warga juga sedang
menjaga keamanan di masing-masing pondok Natal.
Tidak terima ditahan, beberapa oknum anggota Timsus
TNI tersebut kembali ke Markas TNI di Madi Kota, kemudian mengajak beberapa
anggota TNI kembali ke Togokotu, tempat ketiga anak remaja tersebut menahan
mereka. Mobil ini kembali bersama beberapa anggota TNI dan melakukan pengejaran
terhadap tiga remaja tadi. Dua orang lari, sementara yang satunya dipukul hingga
babak belur dan pingsang. Warga melarikan korban ini ke rumah sakit Madi.
Pagi harinya, warga Paniai berkumpul, meminta aparat
melakukan pertanggung jawaban terhadap anak kecil yang dipukul dan melakukan
pembakaran terhadap mobil Fortuner yang malam harinya diketahui melakukan
penyerangan terhadap tiga warga tersebut. Masyarakat berkumpul di lapangan
Karel Gobay, tapi belum dilakukan pembicaraan, aparat gabungan TNI dan Polri
langsung melakukan penembakan secara brutal. Akibatnya, empat orang tewas di tempat,
dan sekitar 13 orang lainnya dilarikan ke rumah sakit Madi. Beberapa orang dalam
keadaan kritis. Satu orang lagi, akhirnya meninggal dalam perawatan di Rumah Sakit
Madi.
Berdasarkan kronologi dan
pendapat, kami menyikapi bahwa:
1.Kami mahasiswa bersama masyarakat Papua yang berdomosili di Kabupaten
Manokwari menuntut agar pemerintah pusat, Jokowi, harus segera
mengantikan Pangdam dengan Kapolda beserta prajurit-prajurit yang di utus langsung dari presiden ke pelosok Papua, lebih khusus kabupaten
Paniai, serta
batalkan penambahan kodam di Papua.
2.Kami menuntut agar segera membuka akses jurnalis dan advokasi internasional
masuk ke Papua dengan secepatnya
3. Kami dengan tegas menolak kedatangan presiden Jokowi ke papua dengan alasan
merayakan Natal bersama di Papua, yang menutupi seribu satu macam alasanya.
Data Korban
Sementara
Korban Tewas
1. Simon Degei - 18 tahun pelajar SMA Negeri 1 Paniai,
kelas 12,
2. Otianus Gobai – 18 tahun pelajar at SMA Negeri 1 Paniai,
kelas 12,
3. Alfius Youw - 17 tahun pelajar SMA
Negeri 1 Paniai, kelas 12,
4. Yulian Yeimo - 17 tahun pelajar SMA
Negeri 1 Paniai, kelas 9, dan
5. Abia Gobay - 17 tahun pelajar SMA Negeri 1 Paniai, kelas 12.
Korban yang masih dirawat di Rumah Sakit Madi
1. Oni Yeimo
2. Yulian Mote
3. Oktovianus Gobay
4. Noak Gobai
5. Bernadus Magai Yogi
6. Akulian Degey
7. Agusta Degey
8. Andarias Dogopia
9. Abernadus Bunai
10. Neles Gobay
11. Jerry Gobay
12. Marice Yogi
13. Oktovianus Gobay
14. Yulian Tobai
15. Yuliana Edoway
16. Jermias Kayame
17. Selpi Dogopia
Koordinator Lapangan
Delian Dogopia
Sumber Klik disini
0 thoughts on “Tragedi Paniai Berdarah : Menangis Duka di Atas Tanahnya Sendiri ”