Yudas Nawipa/KM |
Oleh : Yudas Nawipa
Ini Kisah di Kampung
Saya,
Yudas Nawipa yang berasal dari kampung
kecil, yaitu Geida. Kehadiran kampung kecil itu, memberi suatu kejutan dan rasa
kebanggaan secara batinia yang mendalam. Sebab, Tuhan melindungi kampung serta
keluarga saya secara pribadi yang ada dalam tanggan Tuhan. “Terimakasih Tuhan
telah tunjukkan kampungku untuk aku tempatkan. Itu adalah jalan Tuhan. Yang mana telah memberikan lembah, rawah-rawah serta gunung-gunung yang menjulang
tinggi.
Ketika
aku memandang di ufuk timur, aku melihat gunung-gunung di utara ada rawa-rawa,
di barat ada lembah-lembah dan di selatan ada danau-danuan. itulah pemandangan
kampungku.
Aku
mulai berpikir bahwa dengan banyak kekayaan itu, apa yang akan terjadi. Bila tidak ada manusia
yang mengolahnya. Aku berpikir panas hingga menetas air mata.
“aku
harus bertindak dan melakukan sesuatu, yaitu belajar dan belajar,”kata hati kecil saya.
Aku
harus menulis, sehingga persoalan yang nantinya aku hadapi, bisa kutuliskan,
tiap waktu.” Itu pikiran sewaktu aku
kecil.
Itulah,
kisah hidup di kampung…!
menulis
itu senjata,” kata Alexander Gobai. Dengan kata itu, memberikan suatu geratan
agar saya bangkit dari jiwa kemalasan yang saya hadapi.
“hidup
itu pena. Yang harus diulas, diolah, dan ditulis.”katanya.
Dengan
adanya kalimat itu, pikiran aku menjadi berat. Aku mulai berpikir positif,
karena merasa itulah jalan yang tepat buat aku, yang perlu aku kembangkan
secara sistematis.
Mengapa
kebanyakaan orang berpikir negatif? Bukankah kita terlahir untuk
mempertangungjawabkan kehidupan ini? ini
kata-kata hati saya, ketika saya duduk sendiri..!
Hehehehe…!
Sayang,
aku sedih. Aku harus menulis semua peristiwa yang aku hadapi, baik dalam
kegiatan sehari-hari maupun permasalah besar yang nantinya akan terjadi.
(Ini hanya pemikiran dari hati).
Aku
bangga, aku bisa belajar dari orang yang bisa memberikan pengetahuannya
kepadaku. Anggap saja, itu dosen saya. Dia adalah dosen yang senantiasi
memberikan arahan serta petunjuk yang mengembangkan diri ke
arah yang lebih hidup.
Dia
adalah penulis di Media Kabar Mapeegaa. Aku bukan memuji dia, yang sebagai
orangnya, karirnya, dll. Tetapi, medianya. Yang mana siap menerima tulisan
orang mulai dari tulisan kecil, hingga tulisan yang besar.
Ini
adalah salah satu hal yang luar biasa, bagiku. Media itu sangat sederhana.
Namun, jiwa dan nilai dari media tersebut sungguh besar, lebih dari yang aku
bayangkan. Bukankah, kita terlahir untuk saling memperdayakan orang lain?
Pemikiran ini yang harus dipikirkan…!
Syalom.
Aku
harus bermimpi, ketika aku bisa menulis. Pastinya, aku bisa melakukan apa saja.
ini adalah sebuah berkat yang akan aku kembangkan dalam tiap hidup.
Bahasa
terakhir yang bisa aku berikan ialah, Tuhan jaga dan bukakan jalan bagi media
ini. Salam tetap semangat dan pantang mundur.
Yudas
Tubou Kigiba Nawipa, Mahasiswa Papua, Semester IV, Kulia di Universitas Sains
dan Teknologi (USTJ), Papua.
0 thoughts on “Pengalaman Hidup Yang Ingin Menjadi Penulis”